Batubara: Dunia dan Kita dalam Krisis

 

Batubara dari perut bumi Borneo diangkut keluar. Dokpri.


🌍 DAYAK TODAY  | PONTIANAK:  Perang Israel-Iran telah mengguncang dunia, termasuk sektor batubara. 

Krisis energi global kini mengemuka, ditandai dengan penurunan signifikan dalam produksi dan permintaan batubara, meskipun kebutuhan energi terus meningkat seiring kemajuan ekonomi. Indonesia, sebagai pengekspor batubara terbesar di dunia, turut merasakan dampaknya.

Krisis Energi dan Peran Batubara

Kebutuhan energi dunia tumbuh pesat, rata-rata meningkat 4% per tahun pada dekade 1950-an dan 1960-an. Namun, produksi batubara hanya bertambah 2% pada periode yang sama. 

Baca Mining in Dayak Lands: A Case of Ecological Sin

Saat ini, batubara menyumbang sekitar 30% dari total pasokan energi global, 40% dari produksi listrik, dan 70% bahan bakar untuk pembangkit listrik termal serta industri baja. Meski begitu, pasokan batubara untuk industri dan rumah tangga mencakup hampir 40% pasar, dengan prediksi konsumsi hanya akan menggunakan 5-10% cadangan batubara hingga akhir abad ini.

Harga batubara per unit termal saat ini hanya sepertiga dari harga minyak, menjadikannya sumber energi yang relatif murah. Namun, industri batubara menghadapi tantangan berat: penurunan hasil produksi di satu sisi dan meningkatnya biaya pengadaan di sisi lain, terutama karena sifatnya yang bergantung pada tenaga kerja.

Penurunan Produksi dan Harga

Perang Israel-Iran memperparah situasi. Pada 2020, permintaan batubara global diperkirakan turun 8%, penurunan terbesar sejak Perang Dunia II, memengaruhi hampir semua sektor di berbagai wilayah. Di Tiongkok, permintaan batubara diprediksi anjlok 5%, meskipun pemulihan mulai terlihat pasca-gangguan awal 2020.

Baca Dayak dalam Pusaran Industri Minyak Sawit Dunia yang kian Meningkat

Di Indonesia, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memperkirakan produksi batubara turun 11% menjadi 530 juta metrik ton pada 2020. Bahkan, rencana pemangkasan produksi tambahan menjadi 480 juta ton dilakukan untuk menstabilkan harga yang merosot. Harga batubara acuan (HBA) Indonesia mencatat titik terendah dalam empat tahun, yakni US$52,98 per ton pada Juni 2020, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Strategi Indonesia di Tengah Krisis

Sebagai pengekspor batubara terbesar dunia, Indonesia mengambil langkah tegas. Para penambang, termasuk perusahaan besar seperti Bumi Resources, Adaro Energy, Arutmin, Delta Dunia Makmur, Indika Energy, Berau Coal, Kaltim Prima Coal, dan Kideco Jaya Agung, sepakat memangkas produksi dalam negeri sebesar 50 juta ton pada 2020. Langkah ini bertujuan untuk mendongkrak harga batubara global yang terpuruk akibat perang.

Tantangan dan Masa Depan Batubara

Krisis batubara tidak hanya soal penurunan permintaan, tetapi juga pergeseran menuju energi terbarukan dan tekanan untuk mengurangi emisi karbon. 

Meski batubara masih menjadi tulang punggung energi di banyak negara, masa depannya kian terancam. Indonesia, dengan cadangan batubara yang melimpah, perlu merumuskan strategi jangka panjang untuk menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan.

Baca Dayak: Suku Bangsa Jujur dan Tepercaya

Krisis energi saat ini menjadi pengingat bahwa ketergantungan pada batubara harus diimbangi dengan diversifikasi sumber energi. Tanpa langkah inovatif, dunia dan kita akan terus terjebak dalam krisis yang berulang.

-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar