Gumpol, CU Semandang Jaya, dan Pagi yang Mengajarkan Sesuatu

CU Semandang Jaya, Literasi keuangan Dayak, Ekonomi kerakyatan Kalimantan, Pemberdayaan masyarakat adat, Credit Union, Ketapang, Dayak

Masri (kiri) dan Gumpol: tak sengaja beresua.
Masri (kiri) dan Gumpol: tak sengaja beresua. Ist.

Oleh Masri Sareb Putra

Kami hanya saling kenal dari dunia maya. Sebuah ruang yang memungkinkan orang bertemu tanpa bersalaman, bercakap tanpa suara, dan merasa akrab tanpa pernah benar-benar hadir di satu tempat yang sama. 

Persahabatan di sana dibangun dari tautan, komentar, dan kabar dari sahabat-sahabat lama. Hanya itu.

Tapi pada suatu pagi yang sederhana, 8 Juli 2025, kami bertemu. Di sebuah pusat pelatihan Credit Union di Pontianak. Tidak ada rencana, tidak ada undangan khusus. Hanya sarapan yang kebetulan mempertemukan dua orang yang selama ini hanya berinteraksi lewat layar. Di sana, kami akhirnya hadir sebagai tubuh, bukan hanya nama pengguna.

Yulianus Gumpol, Ketua CU Semandang Jaya dari Ketapang, duduk di seberang saya. Sejak awal, percakapan kami terasa seperti kelanjutan. Seolah-olah ini bukan pertemuan pertama, melainkan episode lanjutan dari dialog yang lama tertunda. Kami tak memulai dari mana kamu berasal, tapi langsung melompat ke: bagaimana kita bisa membangun ekonomi rakyat Dayak dari bawah?

Kami bicara tentang literasi keuangan. Tapi itu hanya pintu masuk. Yang kami maksud bukan sekadar soal menabung atau bunga pinjaman. Tapi tentang cara baru melihat hidup. Tentang bagaimana masyarakat bisa berdaulat atas uangnya sendiri, tanahnya sendiri, masa depannya sendiri. Kami menyebut soal kampung-kampung yang tergoda menjual tanah warisan, tentang keluarga yang terjerat utang karena tak paham seluk-beluk kredit, tentang anak-anak muda yang tercerabut dari akarnya.

Pertemuan itu bagai oase. Juga laboratorium kehidupan. Kami sepakat kolaborasi untuk meningkatkan literasi media bagi anak-anak muda, sekaligus merajut masa depan yang mengarah ke kurva: good, better, best. Bukan sekadar jargon motivasi, melainkan jalan panjang yang ditempuh lewat praktik nyata: melatih, membimbing, dan menciptakan ruang yang membuat generasi muda mampu membaca dunia, bukan hanya menjadi objek dari arus yang bergerak cepat.

Gumpol adalah pribadi yang hangat, jernih, dan tahu ke mana ia hendak membawa CU-nya yang kian hari kian tumbuh, dan berkembang. Ia tak membumbui kalimat dengan jargon, tapi pikirannya tegas. Ia tahu: lembaga keuangan rakyat bukan tempat menyimpan uang semata, tapi tempat menyemai harapan.

Dan saya, seperti biasa, mencatat. Bukan hanya dengan pena, tapi dengan hati. Karena saya percaya, kadang sejarah kecil dimulai dari meja makan yang sederhana. Dari secangkir kopi yang tak sempat habis, tapi percakapannya tinggal lama.

CU Semandang Jaya bukan sekadar lembaga ekonomi. Dalam narasi kami pagi itu, ia tampak seperti laboratorium kecil tempat rakyat belajar berpikir ke depan. Ia bisa menjadi benteng dari ekspansi yang membutakan, dari kapital yang tak peduli siapa yang tergusur.

Pertemuan itu tak direncanakan. Tapi siapa tahu, justru di situlah maknanya. 

Kadang, kehidupan memberi kita pelajaran paling jernih bukan lewat panggung besar, tapi dari sebuah pagi yang biasa.

Pontianak, 8 Juli 2025

LihatTutupKomentar