Kampus Ikopin Luncurkan Buku "100 Imajinasi Koperasi"
Prof. Agus Pakpahan (kiri): ilmuwan menuangkan imajinasi. Ist. |
Rektor Universitas Koperasi Indonesia (Ikopin) Prof. Agus Pakpahan menegaskan Koperasi sebagai pilar sekaligus masa depan Ekonomi Nasional.
Universitas Ikopin kembali menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan pemikiran akademik yang solutif dan relevan.
Dalam rangkaian peringatan Hari Koperasi, Rabu (17/7/2025), Rektor Prof. Dr. Agus Pakpahan secara resmi meluncurkan buku bertajuk 100 Imajinasi Koperasi yang menawarkan gagasan pembaruan model ekonomi Indonesia berbasis koperasi.
Praktik-baik koperasi yang perlu diberitakan
Buku yang diterbitkan dalam dua jilid ini, menurut Petrus Gunarso selaku editor substansi sekaligus pelaku koperasi, merupakan “imajinasi koperasi” sang penulis dalam merancang masa depan ekonomi kolektif Indonesia.
Baca Kepercayaan adalah Modal Dasar Credit Union
“Selama ini, praktik baik koperasi jarang diberitakan. Namun jika ada ekses atau kekurangannya, langsung gempar,” ujar Pakpahan.
Buku berukuran 15 x 23 cm, 292 halaman, ini diterbitkan oleh Lembaga Literasi Dayak dan tercatat di Perpustakaan Nasional dengan ISBN 978-623-5890-96-8.
Menurut Pakpahan, kehadiran buku ini menandai kontribusi intelektual kampus dalam membangun gagasan ekonomi alternatif yang berakar pada nilai-nilai kolektif bangsa.
Di hadapan senat universitas, guru besar, dosen, dan para undangan yang memenuhi Aula Universitas Ikopin, Prof. Agus Pakpahan menegaskan bahwa koperasi merupakan amanat konstitusi yang telah final.
“Pasal 33 UUD 1945 adalah kesepakatan para pendiri bangsa, the founding fathers, yang telah menetapkan koperasi sebagai bentuk dan bangun ekonomi nasional,” ujarnya.
Sayangnya, menurut Pakpahan, dalam praktik di Indonesia maupun di negara lain, pendekatan terhadap koperasi lebih sering dipengaruhi Avidya, dalam filsafat India berarti "ketidaktahuan", ketimbang berdasarkan epistemologi dan pengetahuan ilmiahnya.
“Kita belum menaruh cukup perhatian pada teori dan metodologi koperasi itu sendiri,” tambahnya.
Baca Dayak: Suku Bangsa Jujur dan Tepercaya
Konsekuensi dari ketidaktahuan ini, lanjutnya, mengarah pada apa yang oleh Boaventura de Sousa Santos disebut sebagai epistemicide, yakni penghancuran sistem pengetahuan, terutama yang bersifat lokal atau pribumi, oleh dominasi kekuasaan kolonial atau sistem hegemonik global.
Dalam konteks ini, pengetahuan koperasi, yang lahir dari nilai gotong royong dan praksis ekonomi rakyat, telah lama ditekan atau disisihkan dari arus utama kebijakan dan pendidikan ekonomi.
Tantangan dan Solusinya: 100 Imajinasi Koperasi
Buku ini menyajikan analisis kritis terhadap tiga masalah struktural pasca-krisis 1998, pembunuhan karakter koperasi, dominasi asing akibat liberalisasi ekonomi, serta penurunan sektor produktif melalui deindustrialisasi, guremisasi pertanian, dan jebakan sektor jasa. Namun buku ini tidak berhenti pada kritik.
Melalui 100 gagasan koperasi masa depan, seperti koperasi data, energi terbarukan, koperasi fintech, dan ekonomi sirkular, buku ini menawarkan cetak biru transformasi koperasi di era Revolusi Industri 4.0.
Bagian khusus buku ini juga membedah tantangan besar yang menghambat kemajuan koperasi, mulai dari rendahnya literasi digital, terbatasnya dukungan kebijakan, hingga stigma usang terhadap koperasi.
Imajinasi profesor tentang koperasi yang dikemas dalam buku. Ist. |
Sebagai solusinya, penulis mengusulkan format koperasi modern yang berbasis teknologi, didukung peta jalan yang konkret dan kolaboratif.
Tak semmua koperasi top-down gagal
Dalam paparan reflektifnya, penulis buku 100 Imajinasi Koperasi, menegaskan bahwa tidak semua koperasi yang lahir dari skema top-down mengalami kegagalan.
"Ada juga koperasi yang digagas top-down, dari atas, diterima masyarakat, tumbuh dan menjadi besar," ujarnya di hadapan para akademisi, mahasiswa, dan praktisi koperasi dalam Studium Generale di Ikopin University. Hal ini sekaligus membantah anggapan bahwa koperasi hanya bisa tumbuh jika berasal dari inisiatif akar rumput.
Gagasan ini penting diangkat di tengah arus liberalisasi ekonomi yang masih mendominasi kebijakan nasional. 100 Imajinasi Koperasi tidak hadir sebagai teori kosong, tetapi sebagai seruan yang berpijak pada semangat kebangsaan: membalik arah sejarah ekonomi Indonesia dari ketergantungan pasar bebas menuju kedaulatan ekonomi rakyat berbasis koperasi.
“Koperasi bukan pelengkap penderita, tetapi fondasi untuk menegakkan ekonomi berdaulat,” tegas sang penulis.
Dengan gaya bahasa yang tajam dan menyentuh, buku ini mengajak publik untuk meninjau ulang praktik ekonomi Indonesia. Koperasi, menurutnya, adalah jalan tengah antara kekuatan negara dan kekuatan pasar. Imajinasi tentang koperasi tidak boleh berhenti sebagai wacana elite, melainkan harus menjadi energi kolektif yang membumi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Ajakan ini disambut antusias oleh para peserta yang hadir. Sejumlah hadirin menyampaikan harapan agar gagasan profesor ini tidak berhenti di mimbar akademik.
"Dibawa juga ke desa-desa, dibahas di sana, agar banyak orang tercelik, lalu berkoperasi," usul salah satu peserta. Gagasan besar harus menemukan tanah subur di ruang-ruang rakyat, bukan hanya ruang kelas atau seminar.
Respons ini mencerminkan kegelisahan sekaligus harapan: bahwa koperasi masih bisa menjadi kendaraan pembebasan ekonomi rakyat jika dikawal dengan visi yang jelas, imajinasi yang tajam, dan keberpihakan yang kokoh. Bukan sebagai instrumen proyek, melainkan sebagai gerakan yang mengakar dan berkelanjutan.
Ikopin University, sebagai tuan rumah Studium Generale dan bedah buku imajinasi koperasi, mendukung upaya transformasi ini.
Dengan mengangkat koperasi sebagai fokus kajian strategis dan praksis, kampus ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi tidak hanya menjadi menara gading, tetapi juga menara suar, menjadi suluh penerang bagi rakyat berjalan menuju kemandirian ekonomi yang sejati.
-- Rangkaya Bada