Persahabatan Sejati dan Uang

Persahabatan sejati dan uang: Mana yang sebab dan akibat?
Kita kerap tergoda oleh janji dan angka. Padahal kesejatian bukan pada janji angka, tetapi pada: ketulusan berbagi.
๐ DAYAK TODAY | PONTIANAK: Pernahkah Anda menyaksikan seseorang meninggal dalam sunyi, padahal semasa hidupnya rumahnya penuh tamu, pesta, dan karangan bunga dari para pejabat? Ketika ia wafat dan hartanya tak bisa lagi dibagikan, satu per satu orang menjauh.
Dunia bisa seramai pasar saat kita berkuasa, dan serenyap kuburan ketika kita tak lagi punya apa-apa. Di situlah kita sadar: bukan uang yang mendatangkan teman sejati.
Uang Mengundang Keramaian, Bukan Kehadiran
Banyak orang percaya bahwa semakin besar saldo rekening, semakin panjang daftar teman. Bahwa rumah mewah dan pesta besar akan mengundang kasih sayang. Namun kita tahu, itu ilusi. Uang hanya mendatangkan keramaian, bukan kehadiran yang tulus.
Dalam hidup yang sebenarnya, uang tidak cukup sakti. Ia bisa membeli kursi empuk, tetapi tak bisa membeli seseorang yang duduk di sampingmu saat kamu runtuh.
Ketika Kaya Disukai, Ketika Jatuh Dilupakan
Saya teringat kutipan lama, “Jika engkau kaya, engkau akan punya banyak sahabat. Tapi ketika jatuh miskin, bahkan saudaramu pun bisa menjauh.” Ini bukan hanya sindiran sosial, tapi cermin tentang betapa rapuhnya hubungan jika dibangun di atas harta.
๐ Baca juga Bank Dayak Itu Bernama Credit Union
Teman sejati tidak membawa amplop, tetapi membawa waktu. Ia tidak bertanya soal proyek yang gagal, tapi duduk mendengarkan hatimu yang patah. Ia tidak menilai dirimu dari grafik laba, tetapi dari luka yang kau sembunyikan di balik senyum.
Lucu memang, bahwa di dunia manajemen modern, pertemanan disebut “aset” atau “modal sosial”. Tapi teman sejati bukan investasi. Ia tidak memberi dividen bulanan. Ia memberi ketenangan dan kekuatan untuk bertahan.
Kadang, uang datang justru dari pertemanan yang tulus. Di sebuah warung kopi, dua sahabat berbincang, lalu tercetus ide usaha.
Di dusun kecil, dua teman membangun koperasi. Bukan uang yang lebih dulu datang, tapi hubungan yang tulus lebih dulu hadir. Dan dari sanalah peluang tumbuh.
Teman Adalah Akar, Uang Adalah Buah
Bahkan dalam sunyi, seorang sahabat bisa memberi energi. Ia tak datang menawarkan solusi, tapi hadir membawa ketenangan. Teman sejati menularkan keberanian, memberi makna, dan membuat kita merasa cukup; bahkan saat dompet kosong.
๐ Baca juga Dayak di Titik Hijau Pulau Kalimantan
Goethe pernah berkata, “Teman sejati memperlihatkan cinta dalam masa-masa sulit, bukan dalam masa bahagia.” Ia seperti matahari di musim hujan. Tak tampak setiap hari, tapi selalu ada.
Akhirnya, kita mungkin memang harus membalik cara pandang: bukan uang yang memanggil teman, tetapi temanlah yang mengundang rezeki.
Dan lebih dari itu, teman sejati mengajarkan rasa cukup. Dan dari rasa cukup itulah, hidup tumbuh lebih utuh.
-- Dirham Setya