Fruit Tourism - Wisata-buah di Kalimantan Barat

mentawa, Borneo, fruit, Dayak, today, dodol, durian, Sui Ambawang, Simpang Ampar, Batang Tarang, Sanggau, Sekadau

Musim Buah Raya di Kalbar: Surganya wisata kuliner dan buah-buahan, Ist.

Di sepanjang jalan poros Kalimantan Barat: dari Sui Ambawang, Simpang Ampar, Batang Tarang, Sanggau, hingga Sekadau. Warung-warung dadakan mulai ramai sejak pagi. Mereka bukan sekadar menjajakan buah musiman. Mereka sedang menyajikan wajah baru ekonomi kreatif ala Dayak.

🌍 DAYAK TODAY  | PONTIANAK: Musim buah tahun ini berbeda dari sebelumnya. Durian, rambutan, dan mentawa bukan hanya dijual utuh dari batang ke pasar. 

Kini, buah-buah tropis itu telah bermetamorfosis menjadi produk turunan bernilai tinggi: mulai dari dodol durian, selai mentawa, keripik buah, hingga minuman fermentasi alami yang dikemas menarik, lengkap dengan ornamen Dayak sebagai identitas budaya.

"Kami ingin lebih dari sekadar jual buah. Kami ingin bercerita tentang siapa kami," ujar Indai Abang, pelaku UMKM sekaligus petani buah di Sekadau.

Dari Pohon ke Pasar Digital

Transformasi ini tak datang tiba-tiba. Ia lahir dari perjumpaan antara tradisi dan inovasi. Ketika generasi muda Dayak mulai akrab dengan teknologi dan pemasaran digital, mereka melihat potensi baru dari buah-buahan yang dulunya hanya dinikmati lokal atau dijual dalam musim singkat.

Kini, produk turunan buah-buahan khas Kalimantan itu mulai dipasarkan melalui media sosial, toko daring, bahkan ikut dalam pameran ekonomi kreatif hingga ke luar negeri.

"Mentawa itu langka dan unik. Kami bikin jadi selai dan wine lokal. Rasanya eksotis. Pembeli dari Jakarta dan Singapura sudah mulai tertarik," ujar Sinta Linting, pengrajin makanan olahan dari Sanggau.

Kemasan menjadi perhatian utama. Tak hanya cantik, desainnya pun mengandung nilai budaya. Motif Dayak dipadukan dengan desain modern, menjadikan produk bukan sekadar konsumsi, tapi pengalaman budaya.

Ekonomi, Budaya, dan Identitas Bertemu

Apa yang terjadi di Kalimantan Barat adalah cermin dari bagaimana masyarakat adat Dayak merespons tantangan zaman. Di tengah tekanan industri ekstraktif, deforestasi, dan arus konsumsi cepat, mereka memilih jalan berbeda: berakar pada tanah, berinovasi untuk masa depan.

"Buah bukan hanya sumber gizi atau penghasilan musiman. Ia bagian dari ekosistem hidup kami. Dari sana kami belajar tentang waktu, rasa syukur, dan keberlanjutan," kata Apai Deraman.

Dengan memanfaatkan musim buah sebagai momentum, masyarakat Dayak menghidupkan kembali relasi mereka dengan alam, memperkuat ekonomi berbasis komunitas, dan menegaskan eksistensi budaya mereka di panggung yang lebih luas.

Bagi mereka, musim buah bukan hanya tentang panen. Ia adalah selebrasi atas kehidupan yang lestari, sekaligus panggung untuk menunjukkan bahwa kreativitas lokal bisa bersaing di era global.

-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar