Dayak dan Jejak Sejarah Peradabannya lewat Tinggalan Batu Yupa
Penulis di latar replika Batu Yupa di Museum Mulawarman. Dokpri. |
SAMARINDA - DAYAKTODAY: Batu Yupa bukan hanya sekadar peninggalan sejarah; ia adalah bukti autentik keberadaan peradaban literasi di Kalimantan sejak akhir abad ke-4 Masehi.
Replika prasasti ini yang kini dipamerkan di Museum Mulawarman mengajak kita menelusuri kembali masa lalu gemilang wilayah ini dalam bidang budaya dan pengetahuan.
Aksara Pallawa yang diukir dengan teliti dan bahasa Sanskerta yang digunakan, menyajikan gambaran mendalam tentang tinggi dan kompleksnya pemahaman masyarakat Kalimantan terhadap sistem tulisan serta komunikasi pada masa itu.
Baca Kudungga, Raja Lokal Kutai dan Rekonstruksi Jejak Peradaban Dayak
Namun, lebih dari sekadar saksi sejarah literasi, Batu Yupa membuka jendela untuk memahami interaksi budaya dan keagamaan yang membentuk wajah awal Nusantara.
Jejak Literasi di Kalimantan
Keberadaan prasasti Batu Yupa menandai babak penting dalam sejarah literasi Kalimantan. Ditemukan di Kecamatan Muara Kaman, batu-batu ini pertama kali ditemukan pada tahun 1879, dengan beberapa lainnya ditemukan pada dekade 1940-an.
Batu Yupa ditulis menggunakan aksara Pallawa, jenis tulisan yang juga digunakan di India Selatan, serta bahasa Sanskerta, bahasa klasik dalam tradisi Hindu-Buddha. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kalimantan pada masa itu tidak hanya mengadopsi, tetapi juga memahami sistem tulisan yang kompleks—sebuah simbol kemajuan peradaban yang luar biasa.
Prasasti ini juga menyiratkan pengaruh agama Hindu yang mulai merambah Kalimantan pada akhir abad ke-4 Masehi. Namun, meski pengaruh Hindu mulai terasa, masyarakat Kalimantan tetap mempertahankan identitas lokalnya, yang terlihat jelas dari cara mereka mengadaptasi ajaran agama dan budaya Hindu dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Promotion of Professor at Universitas Tanjungpura
Melalui prasasti ini, kita belajar bahwa literasi di Kalimantan bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk mencatat perkembangan spiritual dan sosial yang berkembang dalam masyarakat lokal.
Interaksi Budaya dan Jejak Globalisasi Dini
Batu Yupa tidak hanya mencerminkan kebudayaan lokal, tetapi juga menjadi bukti adanya interaksi dengan peradaban lain. Aksara Pallawa yang digunakan memiliki kemiripan dengan aksara Wenggi dari Kalingga dan aksara Cera dari Merkara, dua kerajaan penting di India Selatan.
Kesamaan ini menunjukkan adanya hubungan perdagangan, budaya, dan intelektual antara masyarakat Kalimantan dan India. Interaksi ini bukan hanya memperkaya kebudayaan lokal, tetapi juga berperan sebagai katalis bagi perkembangan literasi serta sistem tulisan di Kalimantan.
Dalam konteks ini, Batu Yupa menjadi bukti awal dari proses globalisasi budaya yang terjadi di Nusantara, memperlihatkan bagaimana literasi di masa lalu juga menjadi alat penting dalam memperkuat identitas lokal sekaligus membangun hubungan dengan dunia luar.
Baca Dayak: Origins and First Use as Indigenous Identity of Borneo
Keberadaan pengaruh Hindu-Buddha dalam prasasti Batu Yupa semakin memperkaya pemahaman kita tentang peran literasi sebagai sarana penyebaran ajaran agama, yang memiliki dimensi lebih luas mencakup aspek spiritual, sosial, dan politik.
Warisan Literasi di Era Modern
Tradisi literasi Kalimantan yang dimulai sejak zaman Batu Yupa terus hidup dan berkembang hingga kini. Literasi masyarakat Dayak, misalnya, menjadi contoh bagaimana warisan budaya tetap relevan di tengah arus perubahan zaman. Literasi tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat baca-tulis, tetapi juga sebagai simbol keberlanjutan budaya dan identitas.
Salah satu inisiatif besar yang tengah digalakkan adalah rencana di akhir tahun 2025 Kongres Literasi Dayak Internasional I yang akan diadakan di salah satu pusat gerakan literasi di Kalimantan, baik itu di Sekadau, Sintang, Malinau, atau Krayan. Perhelatan ini bertujuan untuk memperkuat kesadaran akan pentingnya literasi dalam melestarikan budaya Dayak di tengah tantangan global. Di sini, tradisi literasi Dayak, yang telah berakar kuat sejak masa Batu Yupa, berkembang menjadi kekuatan budaya yang tangguh di era digital.
Baca The Motif of the Tattoos of Apai Janggut and Panglima Jilah: The Legacy of Legends
Integrasi antara tradisi dan inovasi menjadi inti dari perkembangan literasi masyarakat Kalimantan. Masyarakat Dayak, misalnya, tidak hanya menjaga warisan tulisan kuno seperti yang tercatat dalam prasasti Batu Yupa, tetapi juga aktif membangun narasi baru yang relevan dengan perkembangan zaman. Inisiatif-inisiatif literasi yang dipelopori oleh tokoh-tokoh lokal seperti Dr. Yansen TP menunjukkan bagaimana literasi dijadikan fondasi untuk memperkuat identitas budaya yang kokoh dan modern.
Yupa bukan Sekadar Prasasti
Batu Yupa lebih dari sekadar prasasti; ia adalah pintu gerbang yang membawa kita untuk memahami sejarah, budaya, dan literasi Kalimantan.
Salah satu bagian penting dalam prasasti berbunyi:
"srimatah sri-narendrasya; kundungasya mahatmanah; putro svavarmmo vikhyatah; vansakartta yathansuman; tasya putra mahatmanah; trayas traya ivagnayah; tesan trayanam pravarah; tapo-bala-damanvitah; sri mulavarmma rajendro; yastva bahusuvarnnakam; tasya yajnasya yupo 'yam; dvijendrais samprakalpitah."
Dari aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang terukir di atasnya, kita dapat melihat cerminan tingkat intelektualitas masyarakat pada masa itu serta interaksi mereka dengan dunia luar. Kini, dalam era modern, semangat literasi yang terkandung dalam Batu Yupa terus hidup, bukan hanya sebagai kenangan masa lalu, tetapi juga sebagai inspirasi untuk masa depan.
Dengan warisan seperti Batu Yupa, Kalimantan membuktikan dirinya sebagai pusat peradaban yang tangguh, mampu menjembatani masa lalu dan masa depan.
Dalam konteks ini, literasi bukan hanya alat, tetapi juga simbol dari perjalanan panjang sebuah masyarakat yang terus berkembang dan menjaga keberlanjutan budaya dan identitasnya di tengah perubahan global.
-- Masri Sareb Putra