Aliansi Ormas Landak Tolak Transmigrasi, Desak Pelibatan Masyarakat Adat dalam RPJMN 2025–2029

Aliansi Ormas Landak, Tolak Transmigrasi, Desak Pelibatan Masyarakat Adat dalam RPJMN 2025–2029, Dayak, melawan oligarki, kolonialisme baru, menolak

pernyataan sikap menolak
Dayak menolak segala bentuk imperialisme baru. Ist.

Aliansi Ormas Landak Tolak Transmigrasi. Mereka mendesak adanya penyertaan dan pelibatan Masyarakat Adat dalam RPJMN 2025–2029. Warga Dayak, sebagai pewaris pulau Borneo, mengingatkan bahwa pembangunan yang abai terhadap hak hidup dan partisipasi aktif masyarakat adat berpotensi melahirkan ketegangan sosial di masa depan.

Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil Kabupaten Landak menyampaikan pernyataan sikap keras terhadap pemerintah pusat terkait kebijakan pembangunan yang dinilai mengancam keberadaan dan identitas masyarakat Dayak. 

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam

Dalam pernyataan tertulis yang dirilis Kamis (18/7/2024), mereka menolak program transmigrasi ke Kalimantan Barat dan menuntut penghentian segala bentuk pembangunan yang berpotensi memicu konflik horizontal antara pendatang dan masyarakat lokal.

Aliansi tersebut juga menuntut agar masyarakat adat dan lokal dilibatkan secara aktif dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. “Jika program transmigrasi ini tetap dipaksakan, kami akan menggunakan semua jalur — advokasi, akademik, sosial, hingga gerakan massa,” bunyi poin kelima dalam pernyataan sikap itu.

Mereka mendesak evaluasi menyeluruh atas program-program pembangunan yang selama ini berjalan di wilayah Kalimantan Barat, khususnya yang tidak berpihak kepada masyarakat adat. 

Selain menolak transmigrasi, mereka meminta pemerintah lebih fokus membangun desa-desa tertinggal, terutama dalam hal infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, pendidikan, dan layanan kesehatan.

Baca Dayak: Origins and First Use as Indigenous Identity of Borneo

“Pembangunan seharusnya berpijak pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal, bukan justru meminggirkan kami di tanah sendiri,” ujar salah satu juru bicara aliansi kepada Kompas.

Ancaman terhadap Identitas Kultural

Pernyataan sikap ini dinilai sebagai bentuk kekhawatiran yang sah atas keberlangsungan identitas Dayak di tengah gempuran kebijakan pembangunan yang belum sepenuhnya inklusif. Bagi masyarakat adat, tanah bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi ruang hidup yang sarat nilai, sejarah, dan makna spiritual.

Aliansi menilai bahwa kebijakan yang tidak melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan strategis seperti penyusunan RPJMN yang berisiko mengabaikan pengetahuan lokal dan memperbesar jurang ketidakadilan sosial. 

Warga Dayak, sebagai pewaris pulau Borneo, mengingatkan bahwa pembangunan yang abai terhadap hak hidup dan partisipasi aktif masyarakat adat berpotensi melahirkan ketegangan sosial di masa depan.

Baca Dayak Menolak Transmigrasi karena Dampak Negatifnya Lebih Besar

Sikap tegas yang disampaikan dalam pernyataan ini merupakan sinyal politik sekaligus alarm sosial bahwa eksistensi masyarakat Dayak di Kalimantan Barat tengah menghadapi tantangan serius. 

Warga Dayak meminta negara hadir bukan sebagai pemaksa kebijakan, melainkan sebagai pelindung hak konstitusional seluruh warga, termasuk masyarakat adat.

Reporter: Tim dayaktoday.com Kalbar

Editor: Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar