Dayak Menolak Transmigrasi karena Dampak Negatifnya Lebih Besar

Transmigrasi, Dayak, ketidakadilan, konflik agraria, marginalisasi budaya, hak adat, politik demografi, pembangunan eksploitatif, eksploitasi baru

 


Peneliti:

TIM 
Dayak Research Center (DRC)


Latar Belakang

Program transmigrasi yang dijalankan pemerintah Indonesia sejak era Orde Baru bertujuan pemerataan penduduk dan pembangunan wilayah luar Jawa. 

Namun, dalam konteks Kalimantan atau Borneo, program Transmigrasi telah menimbulkan respons kritis, khususnya dari kalangan cendekiawan dan tokoh masyarakat Dayak. 

Baca Masyarakat Dayak Entikong Tolak Transmigrasi, Sebut Bentuk Kolonialisasi Modern

Dayak menilai bahwa transmigrasi lebih banyak membawa dampak negatif, terutama terhadap masyarakat adat Dayak sebagai penduduk asli. Penelitian ini bertujuan menangkap dan merumuskan suara-suara kritis dari para intelektual Dayak mengenai transmigrasi.


Tujuan Penelitian

  1. Mengidentifikasi dan merumuskan Dayak terhadap program transmigrasi.

  2. Menganalisis dampak sosial, budaya, ekonomi, dan politik dari transmigrasi terhadap masyarakat Dayak.

  3. Memberikan argumentasi berbasis data dan narasi lokal mengenai penolakan transmigrasi.


Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus (FGD), dan analisis dokumen. Narasumber berasal dari kalangan akademisi Dayak, tokoh adat, aktivis masyarakat sipil, dan pemimpin komunitas. Penelitian dilaksanakan di Kalimantan Barat, khususnya wilayah Sanggau, Sintang, Sekadau, dan Kapuas Hulu.


Hasil dan Temuan

1. Dampak Negatif Jauh Lebih Banyak daripada Positifnya

Dayak menegaskan bahwa transmigrasi lebih sering menimbulkan kerusakan daripada kemajuan. Kehadiran transmigran mempercepat pembukaan hutan, memicu konflik lahan, dan menciptakan kesenjangan sosial. Narasi pembangunan sering kali menutupi praktik perampasan tanah dan eksploitasi sumber daya alam.

2. Ketidakadilan Perlakuan Negara terhadap Penduduk Asli vs Transmigran

Transmigran menerima berbagai fasilitas seperti rumah, bibit, pelatihan, dan akses kredit. Sebaliknya, masyarakat Dayak di sekitar lokasi transmigrasi justru terabaikan. Ini menciptakan kecemburuan dan rasa terpinggirkan. Negara dianggap lebih berpihak pada pendatang ketimbang pada tuan rumah.

3. Memindahkan Masalah Kemiskinan Antar Pulau

Alih-alih menyelesaikan kemiskinan struktural di pulau asal seperti Jawa atau Bali, transmigrasi justru membawa masalah baru ke Kalimantan. Masyarakat lokal harus menanggung beban sosial, ekonomi, dan ekologis yang seharusnya ditangani di daerah asal.

4. Tidak Melibatkan Persetujuan dan Partisipasi Penduduk Lokal

Transmigrasi sering dipaksakan tanpa adanya mekanisme partisipatif dari masyarakat adat. Pendekatan top-down mengabaikan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) yang seharusnya dihormati sesuai amanat internasional dan UUD 1945 pasal 18B ayat (2).

5. Merusak Tatanan Sosial dan Kultural Orang Dayak

Budaya lokal seperti bahasa, adat, dan struktur sosial mengalami tekanan karena arus masuk budaya luar. Nilai-nilai gotong royong, hukum adat, dan pranata sosial tradisional menjadi terpinggirkan. Dalam jangka panjang, transmigrasi berdampak pada hilangnya jati diri orang Dayak.

6. Memicu Konflik Agraria dan Ketegangan Antar Komunitas

Banyak konflik lahan muncul karena tumpang tindih klaim antara masyarakat adat dan transmigran. Penegakan hukum sering berpihak kepada dokumen legal yang dimiliki transmigran, sementara klaim masyarakat adat atas tanah ulayat dianggap tidak sah. Hal ini memicu ketegangan horizontal.

7. Transmigrasi sebagai Proyek Politik Demografis yang Merugikan Minoritas Lokal

Beberapa cendekiawan dan tokoh Dayak menyebut transmigrasi sebagai “kolonialisme gaya baru.” Pemerintah menggunakan transmigrasi untuk mengubah peta demografis dan politik di wilayah-wilayah dengan penduduk adat. Orang Dayak, sebagai minoritas dalam jumlah dan kekuatan politik, semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri.

Baca Indigenous Leader in Borneo Vows Mass Protest Against Indonesian Transmigration Program


Kesimpulan

Penolakan terhadap transmigrasi oleh Dayak bukanlah bentuk antipati terhadap sesama anak bangsa, tetapi kritik atas ketidakadilan struktural. Dsayak menyerukan pendekatan baru yang berbasis keadilan ekologis, pengakuan hak adat, dan pembangunan yang partisipatif.


Rekomendasi

  1. Hentikan program transmigrasi konvensional yang tidak berbasis persetujuan masyarakat lokal.

  2. Revisi total kebijakan transmigrasi dengan melibatkan masyarakat adat dalam setiap proses perencanaan.

  3. Berikan afirmasi dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat Dayak sebagai pemilik sah tanah ulayat.

  4. Lakukan audit sosial dan lingkungan terhadap seluruh lokasi transmigrasi di Kalimantan.

  5. Pemerintah perlu menerapkan dan mengembangkan pembangunan berbasis komunitas lokal, bukan model kolonial.

Pontianak, 14 Juli 2025

LihatTutupKomentar