Sistem Pertanian Sawah Organik Terintegrasi dengan Kerbau pada Suku Dayak Kaharingan dan Lundayeh

Sistem pertanian organik terintegrasi dengan kerbau di Krayan. Dok. Ytp.
Disusun oleh: Masri Sareb Putra, M.A.
Tanggal: 1 Juli 2025
Abstrak
Penelitian ini mengkaji sistem pertanian sawah organik yang terintegrasi dengan pemanfaatan kerbau sebagai alat olah tanah dan sumber pupuk alami, yang diterapkan secara turun-temurun oleh dua komunitas adat Dayak: Dayak Kaharingan di Katingan, Kalimantan Tengah, dan Dayak Lundayeh di Krayan, Kalimantan Utara.
Praktik ini mencerminkan kearifan lokal dalam pengelolaan agroekosistem yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang berakar pada hubungan spiritual dan ekologis antara manusia, hewan, dan alam.
Baca Pertanian Sawah Organik Terintegrasi dengan Kerbau di Kalangan Suku-Suku Nusantara
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendokumentasikan sistem pertanian tersebut, mengevaluasi peran sentral kerbau dalam praktik budidaya padi lokal, serta menganalisis tantangan dan peluang keberlanjutannya di tengah tekanan modernisasi, perubahan kebijakan kehutanan, ekspansi agribisnis, serta perubahan sosial budaya di komunitas lokal.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif eksploratif dengan menggabungkan studi lapangan, analisis pustaka, dan narasi lokal dari pelaku utama sistem pertanian ini.
Baca Long Midang dan Misteri Era Megalitikum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat penurunan praktik ini di wilayah Katingan akibat berbagai tekanan eksternal, komunitas Lundayeh di Krayan mampu mempertahankannya berkat kekuatan struktur adat, dukungan ekowisata, dan nilai ekonomi padi lokal.
Sistem pertanian berbasis kerbau terbukti tidak hanya berkontribusi terhadap ketahanan pangan, tetapi juga menjadi penopang identitas budaya dan keberlanjutan ekologis wilayah-wilayah adat di pedalaman Kalimantan.
1. Pendahuluan
Sistem pertanian tradisional yang diterapkan oleh masyarakat adat Dayak, khususnya komunitas Kaharingan dan Lundayeh, telah membuktikan ketahanannya selama ratusan tahun. Mereka menciptakan keseimbangan antara produksi pangan, pelestarian alam, dan pemeliharaan nilai-nilai spiritual.
Kerbau menjadi elemen sentral dalam sistem ini, bukan hanya sebagai tenaga pengolah lahan, tetapi juga sebagai simbol status sosial dan bagian dari ekologi pertanian yang holistik.
Di tengah arus globalisasi dan perubahan tata guna lahan yang cepat, sistem ini terancam punah. Penelitian ini dilakukan untuk mendalami bagaimana sistem tersebut bekerja, bagaimana kerbau berfungsi secara ekologis dan sosial dalam pertanian sawah organik, serta bagaimana faktor eksternal, termasuk kebijakan negara dan pasar bebas, mempengaruhi kelestariannya.
Penelitian ini juga menawarkan rekomendasi berbasis data untuk pelestarian dan revitalisasi praktik tersebut sebagai model pertanian masa depan.
2. Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif eksploratif yang menekankan pemahaman mendalam atas realitas lokal dan sistem pengetahuan masyarakat adat. Data diperoleh dari berbagai sumber:
Literatur Akademik: Kajian etnografi dan antropologi agraria mengenai masyarakat Dayak dan praktik pertanian lokal mereka, terutama karya-karya yang fokus pada pertanian berkelanjutan, spiritualitas ekologi, dan peran ternak tradisional.
-
Media Lokal dan Internasional: Liputan dari Kompas, Mongabay Indonesia, serta dokumen dari Slow Food International, terutama yang mengangkat kisah sukses pelestarian varietas padi lokal (adan rice) dan gerakan pangan berkelanjutan.
-
Studi Lapangan: Dilakukan di Kecamatan Katingan Tengah dan wilayah perbatasan Krayan Barat, dengan metode observasi partisipatif, wawancara mendalam dengan petani lokal, tokoh adat, serta pengurus lembaga adat dan koperasi petani.
Analisis data dilakukan secara tematik untuk mengeksplorasi dimensi ekologis, ekonomi, sosial, dan spiritual dari sistem pertanian berbasis kerbau.
3. Hasil Penelitian
3.1. Dayak Kaharingan di Katingan
Komunitas Dayak Kaharingan masih mempertahankan prinsip keseimbangan antara manusia dan alam dalam pertanian. Di wilayah semirawa Katingan, sawah basah diolah menggunakan tenaga kerbau, terutama pada awal musim tanam. Tanah berlumpur dan struktur rawa yang lembek membuat traktor modern sulit digunakan, menjadikan kerbau tetap relevan dan dibutuhkan.
Kerbau bukan hanya alat produksi, tetapi juga bagian dari kosmologi lokal. Dalam ritual Tiwah, kerbau memiliki makna spiritual sebagai persembahan kepada roh leluhur. Namun, tekanan terhadap sistem ini sangat kuat.
Baca Longhouses of the Dayak People: An Intriguing and Meaningful Tourist Attraction
Sejak 2015, kebijakan nasional tentang pelarangan pembakaran lahan secara total menyebabkan terganggunya rotasi tanam tradisional. Di sisi lain, masuknya perusahaan kelapa sawit telah mengkonversi banyak lahan pertanian menjadi perkebunan, yang mempersempit ruang gerak petani dan menggusur ekosistem kerbau.
Dampaknya, populasi kerbau menurun drastis. Banyak petani beralih ke pertanian non-organik berbasis pupuk kimia karena insentif dari pasar dan tekanan produksi. Akibatnya, kemandirian pangan dan daya lenting ekologis masyarakat Katingan pun mulai tergerus.
3.2. Dayak Lundayeh di Krayan
Di dataran tinggi Krayan, masyarakat Lundayeh tetap memelihara sistem pertanian sawah basah berbasis varietas lokal, padi adan, yang hanya tumbuh di ketinggian lebih dari 1000 mdpl.
Sistem ini didukung oleh integrasi antara kerbau, lahan, dan manusia. Setiap keluarga umumnya memelihara 2–5 ekor kerbau, yang digunakan tidak hanya untuk membajak sawah tetapi juga dalam ritual adat seperti pernikahan dan pemaliq.
Sistem ini beroperasi dengan prinsip sirkular: limbah pertanian (jerami) digunakan sebagai pakan kerbau, sementara kotoran kerbau digunakan sebagai pupuk organik. Praktik ini meminimalkan limbah dan memperkaya unsur hara tanah.
Selain itu, komunitas Lundayeh telah mengembangkan koperasi untuk memasarkan padi adan secara kolektif dengan harga premium, baik secara lokal maupun ke pasar ekspor melalui program Ark of Taste.
Kunci keberhasilan Krayan adalah isolasi geografis dan kemandirian komunitas. Akses terbatas terhadap jalan dan pasar massal justru membuat masyarakat Lundayeh lebih mempertahankan cara hidup tradisional. Dalam beberapa tahun terakhir, wisata agro dan ekowisata yang memperkenalkan budaya bertani Dayak Lundayeh kepada wisatawan internasional turut memperkuat identitas dan ekonomi lokal.
4. Diskusi
Perbandingan dua komunitas ini menunjukkan perbedaan tajam dalam daya tahan sistem pertanian tradisional berbasis kerbau. Di Katingan, faktor eksternal seperti kebijakan negara, konversi lahan, serta penetrasi pasar global berdampak langsung terhadap disintegrasi sistem. Di Krayan, sistem masih bertahan karena adanya buffer ekologis, budaya, dan ekonomi.
Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam
Temuan ini memperkuat argumen bahwa pelestarian pertanian berkelanjutan tidak cukup dengan pendekatan teknis. Harus ada pendekatan ekologi-politik yang mempertimbangkan kedaulatan petani, pelindungan wilayah adat, dan pengakuan terhadap hak atas tanah. Lebih jauh, revitalisasi pertanian kerbau dapat berperan sebagai strategi mitigasi perubahan iklim, karena sistem ini rendah karbon dan tinggi biodiversitas.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
Sistem pertanian sawah organik yang mengintegrasikan kerbau masih bertahan di beberapa wilayah Kalimantan, dengan variasi ketahanan yang bergantung pada konteks lokal. Dayak Lundayeh di Krayan menjadi contoh sukses bagaimana komunitas adat dapat mengelola sumber daya secara lestari dan kompetitif dalam sistem ekonomi global.
Baca Identitas Dayak Hari Ini "Smart People" Mengubah Narasi Serba-minor Tempo Doeloe
Meski demikian, sistem ini sedang berada di ambang kepunahan di wilayah lain seperti Katingan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pelestarian berbasis komunitas, antara lain:
-
Pengakuan hukum terhadap wilayah adat dan sistem pertanian tradisional.
-
Program insentif untuk petani organik dan peternak kerbau lokal.
-
Pendidikan dan transfer pengetahuan antar generasi tentang pertanian kerbau.
-
Penguatan akses pasar bagi komoditas unggulan lokal seperti padi adan.
-
Integrasi pertanian dengan pariwisata berbasis budaya dan ekologi.
Sistem pertanian kerbau bukan hanya solusi teknis atas krisis pangan dan iklim, tetapi juga warisan peradaban yang kaya nilai dan patut dilestarikan.
Daftar Referensi
-
Suriansyah, A., & Achmadi, A. (2021). Agricultural Practices of Dayak Ngaju. Heliyon, 7(3), e06432.
-
Okushima, M. (2006). Lundayeh Agriculture in Krayan. Gale Academic OneFile.
-
Slow Food. (2019). Preserving Adan Rice in Krayan. Slow Food International.
-
Kompas. (2019). Kehidupan Petani Lundayeh di Krayan. Laporan Media.
-
Dove, M. (2011). The Banana Tree at the Gate: A History of Marginal Peoples and Global Markets in Borneo. Yale University Press.
-
Li, T. M. (2014). Land's End: Capitalist Relations on an Indigenous Frontier. Duke University Press.