Dayak sebagai Indigenous People dan First Nation di Borneo
PONTIANAK - DAYAKTODAY: Di tengah hamparan rimba tropis Borneo yang kian gundul dan deforestasi, jauh sebelum batas negara dan geo-politik ditarik, suku-bangsa Dayak telah hidup dengan aturan dan adat budaya mereka sendiri.
Dayak bukan sekadar penghuni hutan yang eksotis di mata dunia luar. Mereka adalah pewaris tanah leluhur, dengan sistem sosial yang terstruktur, hukum adat yang mengikat, dan filosofi hidup yang berpadu dengan alam. Dalam istilah akademik, Dayak bukan hanya indigenous people tetapi juga First Nation, bangsa pertama yang menguasai dan membentuk peradaban di Borneo.
Dayak lama ada sebelum Negara
Sejarah panjang Dayak tak tercatat dalam buku-buku pelajaran resmi, tetapi jejaknya ada di batu, di sungai, dan dalam ingatan kolektif yang diwariskan secara lisan.
Sebelum kolonialisme datang membawa perbatasan, sistem pemerintahan modern, dan eksploitasi sumber daya, Dayak telah lebih dulu menetapkan batas-batas wilayahnya sendiri. Sejarahnya sudah sejak 40.000 tahun yang lalu sudah ada dan telah uji-karbon secara ilmiah.
Baca Fakta di Balik Penggalian Gua Niah dan Indikasi Asal Usul Nenek Moyang Suku Bangsa Dayak
Rumah panjang, misalnya, bukan sekadar tempat tinggal, melainkan pusat administrasi. Di dalamnya, keputusan besar diambil melalui musyawarah adat. Setiap suku memiliki pemimpin—temenggung, patih, atau panglima—yang bertugas menegakkan hukum adat. Ini mengingatkan pada sistem pemerintahan masyarakat First Nations di Amerika Utara, seperti Cherokee atau Sioux, yang juga memiliki struktur politik sendiri sebelum diintervensi oleh negara modern.
Lebih dari itu, hubungan Dayak dengan tanahnya bukan hanya soal kepemilikan fisik, tetapi bagian dari identitas. Mereka tidak mengenal konsep kepemilikan individu atas tanah seperti dalam hukum Barat. Sebaliknya, tanah diwarisi secara komunal, dengan aturan ketat mengenai penggunaannya. Hutan Tembawang adalah contohnya—hutan adat yang diwariskan dari generasi ke generasi, di mana hanya masyarakat setempat yang boleh mengelolanya. Ini paralel dengan praktik reserved lands dalam komunitas First Nations di Kanada, di mana tanah adat tetap dijaga agar tidak dialihfungsikan sembarangan.
Sistem sosial berbeda, tetapi sering dipinggirkan
Menjadi indigenous people berarti memiliki cara hidup yang berbeda dari masyarakat dominan yang datang belakangan. Namun, dalam banyak kasus, ini juga berarti harus menghadapi ketidakadilan sistematis. Dayak, seperti masyarakat adat di belahan dunia lain, kerap menjadi korban proyek pembangunan yang mengorbankan hak mereka.
Baca Longhouses of the Dayak People: An Intriguing and Meaningful Tourist Attraction
Kita bisa melihatnya dalam kasus pembukaan lahan sawit, ekspansi tambang, hingga proyek infrastruktur besar yang mengabaikan hak-hak tanah adat. Tanah yang telah dikelola selama berabad-abad tiba-tiba diklaim sebagai milik negara atau perusahaan. Ini mencerminkan pengalaman masyarakat First Nations di Amerika dan Kanada, di mana hak atas tanah sering kali dikesampingkan oleh kepentingan ekonomi dan politik.
Tidak hanya itu, sistem pendidikan dan administrasi modern sering kali gagal mengakomodasi budaya Dayak. Di sekolah, anak-anak Dayak belajar sejarah nasional yang lebih banyak membahas tentang kerajaan besar di Jawa daripada sejarah nenek moyang mereka sendiri. Bahasa-bahasa Dayak perlahan terpinggirkan, tidak banyak digunakan dalam dokumen resmi, dan bahkan tidak masuk dalam kurikulum pendidikan formal.
Jika kita melihat masyarakat adat lain yang lebih dulu mendapatkan pengakuan, seperti Maori di Selandia Baru, kita bisa belajar bahwa pengakuan politik dan hukum bisa menjadi alat penting dalam melindungi identitas dan hak-hak komunitas adat. Maori tidak hanya diakui sebagai penduduk asli, tetapi juga memiliki perwakilan dalam parlemen dan hak atas tanah adat mereka. Dayak seharusnya juga memiliki hak yang sama—hak untuk menentukan masa depan mereka sendiri, tanpa harus tunduk pada sistem yang merugikan mereka.
Dayak First Nation yang berdaulat
Label indigenous people memang sudah cukup untuk menunjukkan bahwa Dayak adalah penghuni asli Borneo, tetapi seharusnya tidak berhenti di situ. Mereka bukan hanya masyarakat yang bertahan di tengah modernisasi, melainkan bangsa pertama yang lebih dulu berdaulat di tanah ini.
Sejarah panjang mereka menunjukkan bahwa sebelum kolonialisme dan negara modern, Dayak telah memiliki sistem pemerintahan sendiri, menguasai wilayahnya, dan menjalankan hukum adat yang kuat. Jika kita menilik kriteria yang digunakan untuk mengakui masyarakat First Nations di berbagai belahan dunia, Dayak seharusnya juga termasuk dalam kategori yang sama.
Sayangnya, pengakuan ini belum diberikan secara formal. Banyak hak adat mereka masih diperdebatkan di meja pengambil kebijakan, sementara eksistensi mereka sering kali hanya dihargai dalam festival budaya atau pariwisata. Padahal, lebih dari itu, mereka adalah pemilik sah tanah ini, bukan hanya sebagai bagian dari sejarah, tetapi juga sebagai bagian dari masa depan Borneo.
Baca The Motif of the Tattoos of Apai Janggut and Panglima Jilah: The Legacy of Legends
Sudah saatnya Dayak tidak hanya dikenal sebagai komunitas adat, tetapi sebagai bangsa pertama Borneo yang berhak atas tanah, budaya, dan kedaulatan mereka sendiri. Jika dunia bisa mengakui dan memberi hak-hak politik bagi masyarakat adat lain, mengapa tidak untuk Dayak?
Dayak sebagai Indigenous People dan First Nation di Borneo
-
Keberadaan Sejak Lama (40.000 tahun lalu)
Dayak telah menghuni Borneo jauh sebelum perbatasan negara modern terbentuk. Mereka memiliki sistem sosial dan hukum adat sendiri, sama seperti masyarakat First Nations di Amerika Utara yang telah ada sebelum kolonialisme. -
Relasi dengan Tanah (alam semesta sebagai ibu)
Tanah bagi Dayak bukan sekadar properti, tetapi bagian dari identitas dan diwariskan secara komunal. Ini mirip dengan konsep reserved lands dalam masyarakat adat di Kanada dan Amerika. -
Sistem Sosial dan Politik (sistem politik modern membelah Dayak)
Dayak memiliki struktur kepemimpinan sendiri dengan hukum adat yang mengatur kehidupan sosial. Mereka, seperti bangsa First Nations, telah memiliki pemerintahan tradisional sebelum intervensi negara modern. -
Tantangan dan Marjinalisasi (sering menjadi korban kriminalisasi/victimisasi)
Baik Dayak maupun masyarakat adat lainnya menghadapi eksploitasi tanah dan sumber daya oleh negara dan perusahaan. Pendidikan formal juga sering mengabaikan sejarah serta budaya mereka. -
Hak dan Pengakuan (Punya hak, sering kurang diakui)
Dayak layak diakui tidak hanya sebagai indigenous people tetapi juga sebagai First Nation di Borneo, mengingat sejarah, sistem sosial, dan hak mereka atas tanah leluhur. Seperti Maori di Selandia Baru, pengakuan formal dapat memberikan perlindungan lebih terhadap hak-hak mereka.
Tabel ini menunjukkan bahwa Dayak memiliki karakteristik yang selaras dengan definisi Indigenous People dan First Nation. Sedemikian rupa, sehingga suku bangsa Dayak layak mendapat tempat dan pengakuan dalam kedua kategori tersebut.