Orang-Orang Hakka di Sanggau - Sebuah Novel Sejarah Bercatatan Kaki by Masri Sareb Putra (10)

Hakka, Sanggau, sangao, Babai Cinga, Lontaan, Sultan Awwaludin, Ontot

Ilustrasi: Masri Sareb Putra.

3

 Muara Sungai Sekayam Awal Abad 18

Pada malam itu, terdengar bunyi jarum jatuh, menghentak lembut, ke dalam tumpukan jerami. 

Keheningan malam begitu pekat, seakan dunia berhenti bergerak. Tidak ada suara selain riak-riak sungai yang mengalir perlahan, membawa bisikan rahasia dari zaman purba. Bisikan itu seakan mengalir tanpa ujung, tak terjangkau oleh waktu yang terus berputar. 

Bulan terbit dengan malu-malu muncul dari balik awan gelap, menebar cahaya redup yang menyinari hutan lebat. Cahaya itu terkesan rapuh, seperti mimpi yang hanya setengah terwujud. 

Di bawah samar sinar itu, pohon-pohon sangao[1] berdiri tegak, angkuh dalam keheningan. Pepohonan itu tampak seakan menantang langit yang ditingkap gelap, memberi bayangan rimbun yang menutupi bumi. Bayangannya menguasai segalanya, seperti rahasia yang berusaha disembunyikan namun tetap tak terelakkan. 

Akar-akar pohon sangao yang sombong menyusuri tanah, menyentuh misteri yang terkubur alam dunia lain di bawahnya. Pohon sangao itu berakar dalam, seakan tak peduli berapa banyak darah yang telah tertumpah, atau berapa lama waktu berlalu di setiap isapan air yang memberinya penghidupan. 

Daun-daun berguguran satu per satu, jatuh pelan seperti bisikan yang terluka. 

Setiap helai daun yang jatuh berbicara dalam keheningan, membawa pesan hati yang terluka, namun tak ada yang mendengarnya. Hanya angin yang mendengarnya, dan tanah yang menyimpan kisah-kisah lama.

Dan di bawah pohon sangao, tak ada kata, hanya rasa. Cita yang dipendam dalam, rasa yang tak pernah bisa diceritakan, namun selalu ada di sana, melayang di udara seperti kabut yang tak bisa disingkirkan. 

Semua itu terasa seakan tak ada yang baru, tetapi setiap detik yang berlalu menyimpan kenangan yang tak terungkapkan.



[1] Sejenis rambutan hutan, asal usul nama “Sanggau” versi Dayak, sebagaimana pernah dipaparkan Masri Sareb Putra dalam papernya yan dibawakan pada Seminar untuk menentukan Hari Jadi Kota Sanggau. Hal sama, pernah sekilas dibahas oleh Lontaan (1975: 170). Lontaan menuliskan yang demikian ini “Perkataan SANGGAU terambil dari nama sejenis pohon, yang tumbuh di bawah muara sungai tempat tertambatnya bidar-bidar yang pernah ditumpangi Dara Nante dengan rombongannya, mencari suaminya yang bernama Babai Cinga. 

Pada Senin, 14 Desember 2015, bertempat di Ruang Musyawarah Lantai 1 Kantor Bupati Sanggau, diadakan Seminar Kajian Penentuan Hari Jadi Sanggau. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai SKPD Kabupaten Sanggau, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, serta kelompok-kelompok terkait yang memiliki pemahaman tentang sejarah dan proses penetapan hari jadi kota. 

Seminar tersebut dipandu oleh Wakil Bupati Sanggau, Drs. Yohanes Ontot, M.Si., dengan notulensi yang dipimpin oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan, Bapak Suis, S. Sos., M.Si. Dalam kesempatan ini, dua narasumber, yakni Bapak Masri Sareb Putra, seorang budayawan, dan Bapak Tomi, S.Pd., seorang penulis sejarah Sanggau, memberikan materi, sementara moderatornya adalah Sekundus Rintih, SE. 

Setelah melalui diskusi mendalam, para peserta sepakat mengenai beberapa hal penting yang akhirnya tertuang dalam Berita Acara sebagai keputusan final dari kegiatan seminar ini. Berikut adalah beberapa dasar dalam penentuan Hari Jadi Kota Sanggau:

1.       Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri. Otonomi yang lebih besar membuka peluang bagi daerah untuk menetapkan hari jadi sebagai bagian dari identitas dan sejarah mereka, termasuk Kabupaten Sanggau yang tengah berupaya menentukan hari jadi daerahnya.

2.       Penetapan hari jadi suatu daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui pencarian dan pengidentifikasian momen bersejarah yang memiliki makna mendalam dalam perjalanan daerah tersebut.

3.       Menetapkan hari jadi adalah proses memilih tanggal yang memiliki kedekatan dengan fakta sejarah, yang akhirnya disepakati bersama sebagai tonggak penting. Proses ini melibatkan penelusuran fakta sejarah baik yang berasal dari dalam maupun luar Kabupaten Sanggau, untuk menemukan dasar yang kuat untuk penetapan hari jadi, yang mencakup pembentukan pemerintahan Kerajaan Sanggau, pendirian kota, serta cerita rakyat dan benda-benda bersejarah.

Dari hasil penelitian yang mendalam dan sumber-sumber otentik yang ditemukan, seperti dokumen sejarah, silsilah kerajaan, benda-benda bersejarah, dan cerita rakyat, disimpulkan hal-hal berikut:

a) Nama Sanggau berasal dari Sungai Sangao yang ditumbuhi pohon sangao, sejenis rambutan. Lokasi sungai ini kini berada di belakang Masjid Jami’ Kantu’, di samping rumah meriam Segentar Alam.

b) Sultan pertama yang memberikan nama Sanggau adalah Sultan Awwaludin, yang memberikan gelar pada bulan Rabi’ul Awwal.

c) Untuk memotong akar pohon Sangao, Sultan Awwaludin menggunakan pedang dari Mongol yang dikenal sebagai Pedang Tan Cam. Pemotongan dilakukan pada hari Ahad yang bertepatan dengan hari keempat setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu tanggal 16 Rabi’ul Awwal. Pedang tersebut kemudian diukir dengan angka tahun dan hari pelaksanaan, yang menunjukkan tahun 1616 sebagai tahun penting dalam sejarah tersebut.

 

LihatTutupKomentar