Jejak Kerajan Dayak dan Pengakuan Kolonial pada Raja Hulu Aik, Awat Tjenggoeng Singa Djaja

Hulu Aik, Awat Tjenggoeng Singa Djaja, Gubernur Jenderal, Hindia Belanda, onderdistrict Bonti, onderafdeeling SanggauSekadau, afdeling, residentie

 

dokumen yang menyejarahkan "Kerajaan Dayak" di Kalimantan Barat, yaitu Kerajaan Hulu Aik.
Dokumentasi: Kerajaan Hulu Aik.

KETAPANG - DAYAK TODAYSejarah mesti dapat dilacak, antara lain lewat dokumen. Inilah salah satu dokumen yang menyejarahkan "Kerajaan Dayak" di Kalimantan Barat, yaitu Kerajaan Hulu Aik. 

Dokumen ini menjadi bukti bagaimana penguasa kolonial mengakui keberadaan dan kepemimpinan lokal di tanah Borneo. Dalam perjalanan sejarahnya, kerajaan ini telah melewati berbagai dinamika, dari era pra-kolonial, masa penjajahan, hingga periode kemerdekaan Indonesia.

Kini, silsilah raja Hulu Aik telah mencapai generasi ke-51, diteruskan oleh pewarisnya, Raja Singa Bansa. Warisan kepemimpinan ini bukan sekadar garis keturunan, tetapi juga simbol identitas dan keberlanjutan budaya Dayak. 

Keberadaan dokumen seperti ini menjadi bukti konkret bahwa orang Dayak memiliki sistem pemerintahan tradisional yang telah lama terstruktur dan diakui, baik oleh masyarakatnya sendiri maupun oleh pihak luar.

DE LUITENANT-GOUVERNEUR-GENERAAL VAN NEDERLANDSCH-INDIE

Gezien enz.
Gelet op de besluiten van 1 October 1871 No. 36 P.a.d
op het Staatsblad No. 2500 van 29 Augustus 1893 No. 10
(Bijblad op het Staatsblad No. 5040 van 4 Januari 1924 No. 19
(Bijblad op het Staatsblad No. 7162) en van 1 April 1945 No. 8
(Bijblad op het Staatsblad No. 13067)

HEEFT GOEDGEVONDEN EN VERSTAAN:

Als blijk van waardering voor zijn diensten toe te kennen
aan

AWAT TJENGGOENG SINGA DJAJA,
Kamponghoofd van Hapsieh, onderdistrict Bonti,
onderafdeeling Sanggau/Sekadau, afdeling Pontianak,
residentie West-Borneo 
de Bronzen Ster voor Trouw en Verdiensten

Gegeven te Batavia, den 23 Augustus 1948

De Luitenant Gouverneur-Generaal van
Nederlandsch-Indië,

Op last

De Luitenant Gouvernements Secretaris,


Berikut adalah narasi berdasarkan teks dalam gambar tersebut:

Dokumen ini adalah surat penghargaan dari Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang diberikan sebagai bentuk apresiasi atas jasa dan pengabdian seseorang. Surat ini dikeluarkan pada tanggal 23 Agustus 1948 dan ditujukan kepada Awat Tjenggoeng Singa Djaja, yang menjabat sebagai Kamponghoofd van Hapsieh, di onderdistrict Bonti, onderafdeeling Sanggau/Sekadau, afdeling Pontianak, residentie West-Borneo.

Dalam dokumen ini disebutkan bahwa berdasarkan berbagai keputusan yang tercantum dalam Staatsblad (lembaran negara Hindia Belanda) sejak tahun 1871 hingga 1945, pihak berwenang telah memutuskan untuk menganugerahkan Bintang Perunggu untuk Kesetiaan dan Jasa (Bronzen Ster voor Trouw en Verdiensten) kepada Awat Tjenggoeng Singa Djaja.

Surat ini ditandatangani atas nama Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dengan cap resmi dan tanda tangan dari pejabat yang berwenang.

Dokumen ini mencerminkan sejarah administratif dan penghargaan yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada tokoh-tokoh lokal di Kalimantan Barat pada masa itu.

Keberadaan sumber primer ini sangat bernilai dan penting

Salah satu metode penelitian sejarah adalah dengan menggunakan sumber primer, yaitu sumber yang berasal langsung dari masa yang diteliti. Salah satu bentuk sumber primer yang penting adalah dokumentasi tertulis, yang mencakup catatan resmi, prasasti, naskah kuno, arsip pemerintahan, serta berbagai dokumen lainnya yang dihasilkan oleh masyarakat atau institusi pada masa tersebut.

Baca Long Midang dan Misteri Era Megalitikum

Dalam konteks sejarah Kerajaan Ulu Aik, dokumentasi semacam ini memiliki peran penting dalam merekonstruksi peristiwa, struktur pemerintahan, sistem sosial, serta budaya masyarakatnya. Isi dari dokumentasi tersebut dapat mencakup silsilah raja-raja, hukum adat yang berlaku, perjanjian dengan pihak lain, atau bahkan catatan keseharian yang memberikan gambaran lebih rinci mengenai kehidupan di kerajaan tersebut.

Keberadaan sumber primer ini sangat bernilai karena memberikan bukti langsung dari peristiwa sejarah yang terjadi, berbeda dengan sumber sekunder yang biasanya merupakan interpretasi atau hasil kajian dari sumber primer. Oleh karena itu, penelitian sejarah yang mengandalkan dokumentasi sebagai sumber primer memungkinkan peneliti untuk memperoleh pemahaman yang lebih autentik dan akurat mengenai masa lalu Kerajaan Ulu Aik.

Baca FILSAFAT DAYAK Usaha Rasional Memahami Penduduk Asli, Alam Semesta, dan Budaya Borneo Masa ke Masa

Selain itu, dokumentasi sejarah juga menjadi warisan intelektual yang harus dijaga dan dipelajari agar tidak hilang ditelan zaman. Pelestarian dan kajian terhadap sumber-sumber ini sangat penting untuk memperkuat identitas budaya serta memberikan wawasan yang lebih luas terhadap peran Kerajaan Ulu Aik dalam sejarah Dayak dan Borneo secara keseluruhan.

Dengan demikian, penelitian berbasis sumber primer seperti dokumentasi menjadi fondasi utama dalam memahami dan menulis sejarah yang lebih kredibel. Keberadaan dokumen sejarah Kerajaan Ulu Aik menjadi bukti konkret yang dapat digunakan untuk menelusuri jejak sejarah serta memperkuat narasi identitas dan keberlanjutan budaya Dayak di Borneo.

-- Rangkaya Bada 

LihatTutupKomentar