Calon CEO Keling Kumang Ditempa Keterampilan Menulis di Rumah Panjang
Calon CEO Keling Kumang ditempa Keterampilan Menulis: seorang pemimpin kini dan di masa datang, wajib terampil menulis. Ist. |
🌍 DAYAK TODAY | SEKADAU: Sebelas calon Chief Executive Officer (CEO) Credit Union Keling Kumang (CU KK) mengikuti pelatihan keterampilan menulis selama tiga hari, 15–17 Mei 2025, di Rumah Panjang Buah Main, Tapang Sambas, Kalimantan Barat.
Pelatihan writing skill ini tidak sekadar mengajarkan teknik menulis, tetapi membekali para calon pemimpin dengan kemampuan menyampaikan ide secara tertulis dengan baik, lugas, dan memikat.
Baca Dewi Liana: The Miss World Malaysia 2014 Who Proudly Represents the Bidayuh
Berlatar suasana khas rumah panjang yang menjadi simbol kebersamaan dan akar budaya Dayak, pelatihan ini digelar sebagai bagian dari penguatan kapasitas kepemimpinan masa depan Gerakan Keling Kumang.
Para peserta digembleng dalam suasana dialogis dan intensif selama tiga hari, difasilitasi langsung oleh dua penulis dan pengarang senior berskala nasional: Munaldus (Liu Ban Fo) dan Masri Sareb Putra.
Belajar Menulis Fiksi dan Nonfiksi Secara Praktis
Pelatihan ini mencakup dua pendekatan utama: menulis fiksi dan nonfiksi.
Dalam sesi penulisan fiksi, peserta dikenalkan pada model story mountain, sebuah teknik penyusunan cerita yang terdiri atas lima tahap: pengantar, pemicu masalah, klimaks, penyelesaian, dan penutup. Sedangkan untuk penulisan nonfiksi, digunakan model “ketupat”, yakni struktur menulis artikel dengan pendekatan piramida terbalik—dimulai dari ide pokok, disusul data pendukung, analisis, dan simpulan yang kuat.
Baca Dayak
Munaldus membagikan pengalamannya mengenai pentingnya general statement di awal paragraf untuk menarik perhatian pembaca.
“Tulisan yang baik selalu punya pembuka yang kuat dan jelas. Ini penting, terutama untuk artikel opini atau laporan naratif,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya konteks global dalam berpikir dan menulis, terutama bagi para calon CEO yang akan membawa CU KK ke panggung yang lebih luas.
Sementara itu, Masri Sareb Putra memperkenalkan tiga gaya bahasa yang perlu dikenali dan dikuasai, yakni bahasa jurnalistik, bahasa akademik, dan bahasa sastra.
“Bahasa menentukan efek komunikasi. Pemimpin perlu tahu kapan harus menulis lugas seperti wartawan, mendalam seperti akademisi, atau menyentuh seperti sastrawan,” jelas sastrawan Angkatan 2.000 dalam Sastra Indonesia.
Teknologi AI dan Kesadaran Literasi Baru
Salah satu bagian pelatihan yang menarik perhatian peserta adalah sesi pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI), terutama penggunaan chatbot sebagai asisten menulis.
Kedua fasilitator menjelaskan bahwa chatbot dapat membantu dalam menyusun struktur, merapikan ejaan dan tata bahasa, hingga menawarkan diksi alternatif. Namun, mereka juga menekankan bahwa AI tidak menggantikan kreativitas dan konteks manusia.
Baca "Dayak" as a Standardized Term: A Unifying Identity
“AI itu alat. Kita yang mengendalikan. Jangan dibalik. Gunakan AI sebagai partner kerja, bukan sebagai pengganti nalar dan empati kita,” ujar Masri, yang juga membahas relasi antara media, khalayak, dan industri konten di era digital.
Di akhir pelatihan, para peserta menyampaikan testimoni positif. Mereka mengaku mendapatkan banyak hal baru yang tidak hanya relevan dalam konteks organisasi, tetapi juga memperkaya cara berpikir dan mengungkapkan gagasan.
Para peserta bahkan mulai menulis narasi reflektif tentang perjalanan hidup dan pengalaman komunitasnya selama menjadi bagian dari Gerakan Keling Kumang (G-CUKK).
Mencetak Pemimpin yang Melek Literasi
Tim Pemantau pelatihan menyatakan bahwa kegiatan ini bukan semata pelatihan menulis, melainkan bagian penting dari penciptaan pemimpin yang memiliki daya pikir kritis, imajinatif, dan komunikatif.
“Kami ingin para CEO bukan hanya jago hitung-hitungan keuangan, tapi juga mampu menulis, berbicara, dan menyampaikan nilai-nilai Keling Kumang dengan bahasa yang hidup dan menyentuh,” ujar salah satu anggota tim pemantau.
Pelatihan ini merupakan bagian dari komitmen Gerakan Keling Kumang dalam mencetak pemimpin masa depan yang tidak hanya tangguh secara teknis, tetapi juga peka terhadap budaya, mampu membangun narasi, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Baca Unpacking the Labeling of the Dayak in the Past
Masri juga menekankan pentingnya seorang leader menulis.
“Kepakaran akan mati, jika seseorang —apalagi seorang pemimpin— tidak menulis dan mengomunikasikan ide-idenya,” papar Masri, mengutip kembali pendapat Tom Nichols dalam The Death of Expertise.
Menulis, bagi Masri, bukan sekadar aktivitas akademik atau dokumentatif, tetapi merupakan bagian integral dari kepemimpinan itu sendiri.
Seorang pemimpin yang tidak menulis akan kehilangan kesempatan untuk membingkai pemikiran, menarasikan visi, dan mengarahkan perubahan.
Ia menambahkan bahwa dalam dunia yang semakin bising oleh opini dan informasi yang berseliweran, hanya mereka yang mampu menuliskan gagasan dengan jernih dan bertanggung jawab yang akan diingat dan dihormati.
Masri menekankan bahwa menulis adalah bukti bahwa seorang pemimpin berpikir secara mendalam, tidak hanya bertindak pragmatis. “Pemimpin yang menulis menunjukkan bahwa ia tidak hanya hadir dalam peristiwa, tetapi juga hadir dalam wacana. Ia ikut membentuk pemahaman publik, bukan sekadar menumpang pada arus,” ujarnya.
Dalam konteks lokal, Masri melihat kebutuhan mendesak akan lahirnya pemimpin-pemimpin Dayak yang aktif menulis, baik dalam bentuk opini, esai, catatan harian, maupun buku. Ia percaya bahwa peradaban yang kuat dibangun oleh tulisan-tulisan yang jujur dan tajam dari para pemimpinnya.
“Kita harus merebut ruang narasi dengan cara kita sendiri. Jangan sampai orang luar yang terus-menerus menulis tentang kita, sementara kita hanya menjadi objek,” tegasnya. - X-5
Editor: Redaksi dayaktoday.com
Tanggal: 18 Mei 2025