Eksploitasi Dayak Masa ke Masa (1)

katan Cendekiawan Dayak Nasional, ICDN, Dayak, eksploitasi, binnenlanders, Niah, Bellwood, Miri, Sarawak, Barker, Barton, Borneo, Hogendorp

Eksploitasi Dayak masa ke masa harus dihentikan.
Eksploitasi Dayak masa ke masa harus dihentikan. Ilustrasi: cover makalah.

PREAMBUL:

Suasana ruang utama Hotel Mercure, Pontianak, mendadak hening lalu bergemuruh ketika dua sosok intelektual Dayak, Dr. H.C. Cornelis dan Masri Sareb Putra, M.A. tampil sebagai pembicara kunci dalam Musyawarah Nasional II Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN), Senin (19/5/2025). 

Duet pemikir dari subetnis Kanayatn dan Jangkang ini seolah menyentak kesadaran kolektif peserta dengan pemaparan yang tidak hanya mendalam, tetapi juga berani membuka tabir sejarah, ketimpangan, dan aspirasi yang lama terkubur dalam wacana publik Kalimantan.

Willy Midel Yoseph, Ketua Umum ICDN, dalam sambutannya, mengakui bahwa makalah yang dibawakan keduanya merupakan salah satu presentasi paling terang dan konfrontatif terhadap kenyataan-kenyataan yang selama ini belum terungkap ke permukaan. “Banyak dari data dan narasi yang disampaikan belum pernah didiskusikan secara terbuka,” ujarnya.

Moderator seminar, Prof. Adri Paton, tak segan menyebut tema yang diangkat sebagai “topik seksi”, yang menurutnya “wajib menjadi tindakan-aksi intelektual dalam mewujudkan keadilan sosial di Kalimantan.” 

Paparan keduanya tidak hanya menggugah, tetapi juga mengajak: sudah saatnya orang Dayak tidak hanya menjadi objek sejarah, melainkan subjek penentu arah masa depan mereka sendiri.

Mengingat pentingnya substansi yang dibahas, Redaksi dayaktoday.com memutuskan untuk memuat makalah tersebut secara utuh, agar dapat menjadi bahan refleksi dan rujukan bagi publik luas, khususnya para pembuat kebijakan, akademisi, dan generasi muda Dayak yang tengah mencari akar dan arah.

***

Eksploitasi Dayak Masa ke Masa:

Asal Usul yang Dihapus, Kolonialisme yang Menghisap, dan Orde Baru yang Membajak Borneo demi Kepentingan Jawa

Dr. (H.C.) Cornelis, M.H.
Masri Sareb Putra, M.A.
Munas II Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN)
Pontianak, 19 Mei 2025


Catatan Awal

“Eksploitasi Dayak Masa ke Masa” dimaksudkan sebagai berikut:

  1. Eksploitasi
    Merujuk pada tindakan atau proses mengambil keuntungan secara tidak adil atau merugikan pihak lain, baik dalam konteks sumber daya alam, manusia, maupun budaya. Dalam konteks ini, eksploitasi lebih mengarah pada pemanfaatan atau pengambilan sumber daya alam dan budaya Dayak yang sering dilakukan tanpa memperhatikan kesejahteraan atau keberlanjutan masyarakat Dayak itu sendiri.

  2. Dayak
    Merujuk kepada salah satu kelompok etnis yang mendiami wilayah Borneo (Kalimantan), terutama di Indonesia dan Malaysia. Mereka memiliki budaya, tradisi, dan cara hidup yang khas.

  3. Masa ke Masa
    Mengacu pada rentang waktu yang berkelanjutan, menggambarkan bahwa eksploitasi terhadap masyarakat dan budaya Dayak terjadi sepanjang sejarah, dari masa lalu hingga masa kini.

Frasa "Eksploitasi Dayak Masa ke Masa", yang dalam ungkapan Prancis disebut "exploitation l'homme par l'homme" dan kerap disitir Bung Karno, dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana masyarakat Dayak telah dieksploitasi sepanjang sejarahnya, baik dari sisi sumber daya alam, kebudayaan, maupun ekonomi.

Eksploitasi Dayak Masa ke Masa

Kami merasa sungguh terhormat berdiri di podium ini, di tengah para cerdik cendekia Dayak yang luar biasa. Di hadapan para pemikir dan pejuang kebudayaan, kami diminta untuk memaparkan dan membahas masalah utama yang dihadapi oleh suku Dayak dari masa ke masa.

Sejak nenek moyang kita hidup di Gua Niah, Miri, Sarawak sekitar 40.000 tahun lalu, hingga hari ini di "gua NKRI", kita harus bertanya: Apakah orang Dayak benar-benar bebas dan merdeka, ataukah kita masih terkungkung dan terperangkap dalam gua yang sama?

Izinkan kami memaparkannya.

Agar pemaparan ini sistematis dan metodologis, makalah ini dibagi dalam 11 pokok pikiran yang saling berkorelasi. Disusun sesuai prinsip-prinsip keilmuan, dengan sistematika, metodologi, sitasi, dan daftar pustaka untuk memfasilitasi verifikasi dan tinjauan lebih lanjut.

Asal Usul Orang Dayak

Asal-usul masyarakat Dayak di Borneo telah lama menjadi topik perdebatan ilmiah. Beberapa teori awal menyebutkan bahwa orang Dayak berasal dari gelombang migrasi besar dari Yunnan, Tiongkok Selatan, yang menyebar ke Asia Tenggara melalui Filipina dan kemudian ke Kalimantan (Bellwood, 2007).

Baca Cornelis Mengaum di Mimbar Forum Munas II ICDN dan Bongkar Eksploitasi Borneo Masa ke Masa

Namun, bukti-bukti arkeologis, linguistik, dan genetika terbaru mulai meruntuhkan pandangan tersebut. Temuan-temuan menunjukkan bahwa masyarakat Dayak telah menghuni Borneo sejak puluhan ribu tahun lalu. Mereka kemungkinan besar adalah penduduk asli Borneo sejak zaman prasejarah—jauh sebelum migrasi Austronesia.

Penelitian oleh Barker, Barton, dan Bird dalam jurnal Journal of Human Evolution (Maret 2007), menyimpulkan bahwa manusia modern secara anatomis telah tinggal di Gua Niah sejak 40.000 tahun lalu.

Catatan Referensi:
Baca juga Bellwood, Blust, dan Jessica Manser untuk referensi tambahan.
Artikel utama: “The ‘human revolution’ in lowland tropical Southeast Asia: the antiquity and behavior of anatomically modern humans at Niah Cave (Sarawak, Borneo)” oleh Graeme Barker, Huw Barton, dan Michael Bird.

Terminologi "Dayak"

Istilah “Dayak” pertama kali terdokumentasi dalam catatan Belanda pada tahun 1757. Dalam monografinya tentang Banjarmasin, J.A. Hogendorp mencatat:

"Naar ons weten was het woord ‘Dajak’ reeds in 1757 aan Nederlanders bekend, getuige het voorkomen van die term in de beschrijving van Banjarmasin. Het woord betekent ‘binnenland’."

Artinya: sejak 1757, Kompeni Hindia Belanda telah menggunakan kata “Dayak” untuk menyebut penduduk asli pedalaman—binnenlanders—sebagai kebalikan dari para pendatang. 

Baca FILSAFAT DAYAK

Dalam konteks ini, Dayak disebut sebagai penghuni daerah hulu (bukan pesisir), atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut orang udik. Hal ini menegaskan status mereka sebagai pewaris sah tanah tumpah darah di pedalaman Borneo.

(Bersambung)

LihatTutupKomentar