Matinya Pemimpin dan Pakar Jika tidak Menulis dan Publikasi

Writing Skill, Credit Union Keling Kumang, Matinya Kepakaran, Kepustakaan Populer Gramedia, The Atlantic,USA Today, leader, Sekadau, Tapang Sambas,

Matinya pemimpin dan pakar jika tidak menulis dan publikasi by Grok.

🌍 DAYAK TODAY  | SEKADAU:  Dalam pelatihan Writing Skill bagi para calon Chief Executive Officer - CEO Credit Union Keling Kumang yang diselenggarakan di Tapang Sambas pada 15–17 Mei 2025, saya menggarisbawahi pentingnya kemampuan menulis dan publikasi di kalangan para pemimpin dan pakar. 

Kemampuan ini bukan semata-mata pelengkap, melainkan keharusan di era yang ditandai derasnya arus informasi dan kompetisi gagasan.

Baca Calon CEO Keling Kumang Ditempa Keterampilan Menulis di Rumah Panjang

Para pemimpin perlu melampaui sekadar pandai berpikir dan bertindak; mereka juga mesti mampu merumuskan pemikiran secara sistematis dan menyampaikannya kepada publik luas. 

Tulisan menjadi jembatan antara ide dan dampak, antara refleksi dan perubahan sosial.

Saya menyitir Tom Nichols dalam bukunya The Death of Expertise untuk menekankan satu hal mendasar: "Pakar akan mati." Maksudnya, bukan sekadar hilang secara fisik, tetapi lenyap dari pengaruh ketika tidak bersuara. 

Dalam dunia yang makin anti-ilmiah dan penuh opini dangkal, suara para ahli justru makin dibutuhkan. Namun suara itu tidak akan terdengar jika tidak ditulis dan dipublikasikan. 

Menulis, dalam konteks leader dan pakar, menjadi tanggung jawab moral dan intelektual. Sebab tanpa rekaman tertulis, pengetahuan hanya berumur sepanjang ingatan, bukan peradaban.


  1. Kepakaran yang Kian DiragukanDi era digital, masyarakat modern terjebak dalam ilusi kebijaksanaan semu. Internet, dengan segala kemudahan akses informasinya, membuat banyak orang merasa seolah-olah mereka setara dengan para pakar. Sayangnya, budaya yang kian menyamakan opini pribadi dengan fakta ilmiah turut memperparah krisis kepercayaan terhadap mereka yang telah mendedikasikan hidupnya untuk keahlian sejati.
  2. Akar Krisis yang Menggerogoti Kepakaran: Tom Nichols dengan tajam mengungkap pemicu krisis ini: media sosial yang menjadi ladang subur bagi informasi tak terverifikasi, sistem pendidikan yang gagal menanamkan pemikiran kritis, serta sikap masyarakat yang memperlakukan pengetahuan layaknya barang konsumsi—menuntut pakar untuk sekadar memenuhi ekspektasi publik, bukan menyampaikan kebenaran.
  3. Ancaman bagi Peradaban Modern: Ketidakpercayaan terhadap pakar bukan sekadar tren, melainkan bom waktu bagi masyarakat. Ketika keputusan rasional digantikan oleh asumsi-asumsi liar, demokrasi menjadi rapuh, kebijakan publik terancam, dan informasi salah merajalela, menghambat kemajuan sosial yang seharusnya menjadi tujuan bersama.

Jejak Terbit Buku

The Death of Expertise: The Campaign Against Established Knowledge and Why It Matters pertama kali menyapa dunia pada 1 April 2017 melalui Oxford University Press, dengan edisi kedua terbit pada 2024. 

Baca Dewi Liana: The Miss World Malaysia 2014 Who Proudly Represents the Bidayuh

Dalam versi terjemahan bahasa Indonesia, berjudul Matinya Kepakaran, buku ini dirilis oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) pada 2018, dan telah mencapai cetakan kesembilan pada 2024.

Siapa Tom Nichols

Tom Nichols bukanlah nama asing di dunia akademik dan politik. Seorang profesor di U.S. Naval War College dan pernah mengajar di Harvard Extension School, Nichols dikenal sebagai pakar hubungan internasional dan keamanan nasional. 

Baca "Dayak" as a Standardized Term: A Unifying Identity

Nichols juga aktif sebagai kolumnis di media ternama seperti The Atlantic dan USA Today. 

Melalui The Death of Expertise, Nichols menumpahkan kegelisahannya terhadap gelombang penolakan terhadap pengetahuan mapan, sebuah fenomena yang ia amati baik di Amerika maupun secara global.

-- Masri Sareb Putra

LihatTutupKomentar