PERSAKI Dorong Reformasi Pengelolaan Kawasan Hutan di Indonesia

Dayak, Kalimantan, hutan, agraria, DPR, UU Pokok Agraria (UUPA) 5/1960, Zonasi, silvikultur ,

  

Petrus Gunarso, Ph.D., Anggota Dewan Pakar PERSAKI.
Petrus Gunarso, Ph.D., Anggota Dewan Pakar PERSAKI. 

Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (PERSAKI) menyampaikan rekomendasi reformasi pengelolaan kawasan hutan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI, Senin (23/6/2025). 

🌍 DAYAK TODAY  | JAKARTA: Presentasi bertajuk "RDPU DPR RI Komisi IV dengan PERSAKI" disampaikan oleh Petrus Gunarso, Ph.D., Anggota Dewan Pakar PERSAKI. 

Rekomendasi ini menjawab tantangan dalam penataan kawasan hutan dan pengambilalihan area yang disalahgunakan. Selain itu, rekomendasi ini juga merespons kebutuhan sektor lain di tengah pertumbuhan penduduk serta mendorong kesejahteraan rakyat melalui kebijakan terpadu.

Digitalisasi dan Transparansi untuk Pengelolaan Hutan

PERSAKI mengusulkan digitalisasi kawasan hutan sebagai langkah strategis untuk meningkatkan transparansi dan pengawasan. 

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam

Melalui aplikasi mobile, data pengelolaan hutan dan kebijakan investasi dapat diakses publik, memudahkan pemantauan terhadap penurunan luas hutan alam yang kini hanya 18 juta hektar dari 64 juta hektar pada 1980-an.

Digitalisasi juga mendukung reformasi sistem silvikultur, yang dinilai lebih efektif dibandingkan Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), dan Silvikultur Intensif (SILIN).

“Sistem silvikultur saat ini belum optimal menjaga kelestarian hutan. Digitalisasi memungkinkan pengawasan berbasis data real-time untuk kebijakan yang lebih tepat,” ujar Gunarso. 

Langkah ini diharapkan memperkuat konservasi sumber daya hutan sekaligus menekan deforestasi.

Profesi petani hutan (PETARU) diakui secara legal

Untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, PERSAKI mendorong klasterisasi komoditas kehutanan berbasis biodiversitas. 

Hutan Kalimantan milik pewarisnya, penduduk asli, Dayak.
Hutan Kalimantan: Pewaris, profesi petani hutan (PETARU) wajib diakui secara legal. Dok. Rmsp.

Zonasi ini memungkinkan pengelolaan komoditas kayu dan non-kayu, seperti rotan, madu, dan hasil hutan lainnya, secara optimal tanpa merusak ekosistem. 

Program hilirisasi juga diusulkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas, sehingga memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat lokal.

Baca Dayak: Origins and First Use as Indigenous Identity of Borneo

Selain itu, PERSAKI menekankan pentingnya pengakuan hutan adat dan hutan rakyat dalam UU Kehutanan.

“Kami mengusulkan nomenklatur hutan adat dan hutan rakyat dimasukkan secara eksplisit, serta profesi petani hutan (PETARU) diakui secara legal,” kata Gunarso. 

Pengakuan ini akan memperjelas status hukum lahan hutan adat dan rakyat, menghindari konflik dengan izin usaha seperti Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). 

Dengan dukungan sarjana kehutanan, PETARU dapat menjadi mitra strategis dalam pengelolaan hutan berkelanjutan.

Sinkronisasi Kebijakan Agraria dan Peran DPR

PERSAKI juga mengusulkan penguasaan kembali kawasan hutan yang disalahgunakan untuk memastikan kemakmuran rakyat melalui redistribusi lahan yang adil. 

Untuk menyelesaikan konflik lahan, sinkronisasi antara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) berdasarkan UU 41/1999 dan tata ruang berdasarkan UU 26/2007 perlu diperkuat.

 “Konflik lahan antara kawasan hutan seluas 120 juta hektar dan area penggunaan lain seluas 70 juta hektar harus diselesaikan dengan kebijakan terpadu,” ungkap Gunarso.

Baca The Classification of Dayak Ethnic Groups

Reformasi kebijakan agraria menjadi kunci untuk mengatasi kerancuan administrasi antara penguasaan lahan hutan negara, yang tidak tunduk pada UU Pokok Agraria (UUPA) 5/1960, dengan izin usaha seperti IUPHHK. PERSAKI mendorong revisi undang-undang yang mendukung hak masyarakat adat dan memperjelas status hukum lahan. 

DPR diminta memperkuat peran pengawasannya untuk memastikan implementasi kebijakan berjalan seimbang antara konservasi, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat. Pengawasan ini juga penting untuk mencegah terjadinya deforestasi.

Usulan PERSAKI ini diharapkan menjadi panduan bagi DPR dalam merumuskan kebijakan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Kebijakan tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan pertumbuhan penduduk yang kini mencapai 282,5 juta jiwa serta mendukung visi kesejahteraan rakyat berbasis sumber daya alam.

-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar