Pidato Prabowo Terkait Ekstensifikasi Sawit bagi Perusahaan dan Harapan bagi Petani Sawit Mandiri

Prabowo, Presiden RI, pidato, sawit, ekonomi, Dayak, deforestasi, moratorium, petani mandiri, intensifikasi. Walhi, belarasa, RSPO

 

Setuju intensifikasi sawit, bahkan moratorium bagi perusahaan/korporasi
Mendukung stop dan moratorium bagi perusahaan/ korpotasi hanya intensifikasi, namun mendorong petani dan koperasi untuk tumbuh dan berkembang. Kemakmuran dari sawit dinikmati semua. Dokumentasi:  Masri Sareb Putra.

DAYAK TODAY - JAKARTA: Setuju intensifikasi sawit, bahkan moratorium bagi perusahaan/korporasi. Namun, kepada petani mandiri dan koperasi; diberi kesempatan, malah didukung. Mengapa? Sebab mereka pun akan menikmati kemakmuran dari booming sawit. Jangan sampai penduduk setempat "menonton" orang luar kaya di tanahnya sendiri. Ironis, bukan? Bukankah ironis?

Pada 30 Desember 2024, pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai pentingnya menambah luas lahan sawit demi produksi biodiesel menciptakan kegelisahan di kalangan pegiat lingkungan dan masyarakat umum. 

Tidak perlu ditakui tetapi dikelola secara bijaksana

Menurut Prabowo, ekspansi kelapa sawit tidak perlu ditakuti meski dapat memicu deforestasi, karena dianggap sebagai langkah penting untuk memperkuat ekonomi Indonesia. Pernyataan ini menimbulkan reaksi tajam, terutama dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang menilai bahwa perluasan sawit langsung berhubungan dengan hilangnya hutan. Kritik tersebut juga mengarah pada kemungkinan dampak sosial yang merugikan masyarakat yang bergantung pada hutan sebagai ruang hidup mereka.

Namun, di tengah kontroversi tersebut, ada sebuah perspektif alternatif yang dapat membuka jalan untuk jalan tengah yang lebih seimbang, yakni pentingnya melibatkan petani sawit mandiri dan koperasi dalam pengelolaan industri sawit. Dalam kerangka ini, ekspansi sawit tidak harus dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk menggerakkan ekonomi lokal sambil menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan kontrol kepada masyarakat Dayak atas tanah mereka sendiri.

Sejak lama, salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat Dayak adalah terjadinya eksistensi perusahaan besar yang menguasai dan mengeksploitasi tanah mereka. Konsep sawit mandiri dan koperasi yang dikelola oleh petani lokal menawarkan alternatif yang jauh lebih berpihak kepada masyarakat. 

Dengan sawit yang dikelola oleh petani lokal, hasil dari perkebunan ini akan lebih banyak dinikmati oleh mereka, bukan oleh pihak luar yang sering kali tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan alam. Dengan demikian, konsep ini mengangkat pentingnya belarasa dalam mengelola sumber daya alam: jika sawit harus ditanam, mari tanam sawit kita sendiri, dengan hasil yang kembali kepada kita.

Dayak wajib mendapat manfaat dari sawit

Dayak, sebagai pemilik dan pewaris bumi Borneo, wajib menikmati industri sawit. Jangan sampai menonton orang luar, pendatang, kaya dari sawit, sendirinya sebagai tuan, hanya diam saja.

Baca The Dayak Today: The First Nation of Borneo in All Its Glory!

Isu deforestasi memang tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama dalam konteks lahan sawit. Namun, perlu dipahami bahwa meski tidak semua deforestasi dapat dihindari, kebijakan yang mengutamakan pengelolaan oleh petani mandiri menawarkan solusi untuk mengurangi dampak buruk yang timbul. 

Dibandingkan dengan ekspansi lahan sawit yang didorong oleh korporasi besar, petani mandiri memiliki kepentingan jangka panjang terhadap tanah mereka. Mereka tidak hanya bertujuan untuk meraup keuntungan, tetapi juga menjaga kelestarian ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan generasi mendatang. 

Di sinilah letak perbedaan utama: ketika sawit dikelola oleh petani lokal, dampak deforestasi dapat dikurangi melalui penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan pendekatan yang lebih hati-hati dalam penggunaan lahan.

Salah satu kritik terhadap ekspansi sawit adalah potensi produk Indonesia tidak dapat bersaing di pasar global, khususnya Eropa, yang semakin menuntut standar keberlanjutan dalam pertanian. Meskipun demikian, sawit yang dikelola oleh petani mandiri dan koperasi, dengan mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan seperti sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), bisa memperbaiki citra Indonesia di pasar internasional. Petani lokal, dengan bimbingan dan dukungan yang tepat, dapat memenuhi standar keberlanjutan yang dibutuhkan tanpa harus mengorbankan kualitas hidup mereka.

Perluasan sawit yang dikelola oleh petani mandiri memberikan alternatif untuk merasakan dampak deforestasi secara kolektif. Jika ekspansi ini tidak bisa dihindari, maka setidaknya keuntungan dari sawit dapat dinikmati bersama oleh masyarakat Dayak, dengan kontrol yang lebih besar terhadap tanah mereka sendiri. 

Konsep ini menyatakan bahwa jika deforestasi terjadi, maka kita semua merasakannya bersama: masyarakat lokal dan lingkungan. Oleh karena itu, keuntungan dari sawit seharusnya dapat mengimbangi kerugian yang ditimbulkan oleh kerusakan ekosistem, yang tentunya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

Baca Dayaks Own Plantations, Creating Jobs, Fostering Prosperity

Di luar aspek ekonomi, penting untuk menekankan bahwa keberlanjutan harus menjadi pilar utama dalam kebijakan pertanian, termasuk sawit. Pengelolaan yang baik oleh petani mandiri dan koperasi akan memperkuat daya saing ekonomi lokal tanpa harus mengorbankan lingkungan. Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah dan masyarakat, serta dengan adanya regulasi yang lebih ketat terhadap perusahaan besar, sawit mandiri dapat menjadi model yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.

Dengan begitu, kita dapat melihat sawit bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang yang dapat dikelola dengan bijaksana demi keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.

Dayak sebagai masyarakat adat di Borneo memiliki hak penuh untuk mendapatkan manfaat dari perkebunan kelapa sawit yang berkembang pesat di tanah mereka. Selama bertahun-tahun, ekspansi perkebunan sawit telah membawa dampak besar bagi lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Dayak. Sayangnya, dalam banyak kasus, mereka justru menjadi korban eksploitasi dan kehilangan tanah adat tanpa kompensasi yang adil. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa masyarakat Dayak tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga mendapatkan manfaat nyata dari industri ini, baik dalam bentuk kepemilikan lahan, kemitraan yang adil, maupun akses terhadap keuntungan ekonomi yang dihasilkan.

Dayak wajib mendapat manfaat dari sawit

Agar masyarakat Dayak benar-benar mendapat manfaat, perlu ada mekanisme yang memastikan keterlibatan aktif mereka dalam rantai nilai industri sawit. Pemerintah dan perusahaan harus mendorong model kemitraan yang memberikan hak kelola kepada masyarakat adat, bukan sekadar buruh di tanah mereka sendiri. Skema seperti plasma yang dikelola langsung oleh masyarakat, koperasi sawit berbasis komunitas, atau industri hilir berbasis lokal dapat menjadi solusi. 

Baca Intelektual dan Kelas Menengah Dayak: Perannya dalam Kemajuan Bangsa

Pelatihan keterampilan, akses modal, serta edukasi tentang pengelolaan bisnis dan keuangan sangat penting agar masyarakat Dayak tidak hanya bergantung pada perusahaan besar, tetapi mampu menjadi pelaku utama dalam industri ini.

Keberlanjutan lingkungan harus menjadi perhatian utama dalam pengelolaan perkebunan sawit di wilayah Dayak. Model pertanian berkelanjutan yang mengedepankan konservasi hutan, pemeliharaan sumber daya air, dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan harus diintegrasikan dalam kebijakan perkebunan. 

Dengan demikian, masyarakat Dayak tidak hanya mendapatkan manfaat ekonomi dari sawit, tetapi juga tetap menjaga keseimbangan ekologis yang menjadi bagian dari kearifan lokal mereka. Keuntungan dari sawit seharusnya tidak hanya dinikmati oleh segelintir perusahaan besar, tetapi juga menjadi jalan bagi kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat Dayak di tanah mereka sendiri.

-- Rangkaya Bada 

LihatTutupKomentar