Agama Asli Suku Dayak: Kaharingan sebagai Warisan Leluhur

Dayak, Kaharingan, agama asli, sensus divinitas, Kalimantan, autokton, alokton, Panaturan, ritual, adat, tiwah, sistem nilai, Ranying Hatalla Langit

 

Dayak Jangkang, Sanggau, Kalimantan Barat
Dayak Jangkang (rumpun Bidayuh) dalam suatu upacara adat "Muka' Data" di Sungai. Dok. Masri Sareb Putra.

🌍 DAYAK TODAY  | PONTIANAK : Agama berasal dari bahasa Sanskerta आगम (āgama) yang berarti tradisi. 

Dalam bahasa Latin, padanannya adalah "religio" (kata benda) dan "re-ligere" (kata kerja) yang berarti mengikat kembali. Agama asli di Indonesia merupakan ekspresi dari sensus divinitas yang terpendam dalam jiwa bangsa Indonesia. 

Ciri utama agama asli adalah sifat autokton, yaitu berasal dari daerah itu sendiri, bukan diimpor dari luar. Sifat ini membedakan agama asli dengan agama-agama dunia yang memiliki sejarah penyebaran lintas wilayah (Bakker, 1972:  1).


Dengan "agama asli" merujuk ke sifat autokton. Jadi, istilah ini lebih tepat dari sisi akademis dibandingkan dengan menyebut sistem kepercayaan Dayak dengan : animisme, dinamime, spalagi shamanisme. Semua -isme itu tidak tepat dan tidak mencerminkan sama sekali sifat  autokton sistem religi suku bangsa Dayak.

Agama asli dan identitas Dayak

Menurut Bakker (1971) Agama asli di Indonesia merupakan ekspresi dari sensus divinitas yang terpendam dalam jiwa bangsa Indonesia. 

Ciri utama agama asli adalah sifat autokton, yaitu berasal dari daerah itu sendiri, bukan diimpor dari luar. Sifat ini membedakan agama asli dengan agama-agama dunia yang memiliki sejarah penyebaran lintas wilayah.

Di antara berbagai sistem kepercayaan suku-suku di Indonesia, agama asli suku Dayak memiliki keunikan tersendiri. Kaharingan, sebagai agama asli Dayak di Kalimantan Tengah, bukan hanya sebuah sistem kepercayaan, tetapi juga fondasi budaya dan filosofi hidup masyarakat Dayak Ngaju. 

Kaharingan memiliki kitab sucinya sendiri, yaitu Panaturan, yang menjadi pedoman dalam memahami konsep keilahian, kosmologi, serta ajaran moral yang diwariskan secara turun-temurun.

Kaharingan: Satu-satunya Agama Asli di Kalimantan 

Satu-satunya yang dapat disebut "Agama Asli" karena berasal dari Kalimantan Tengah dan memiliki kitab suci sendiri adalah Kaharingan. Kaharingan bukan hanya merupakan agama, tetapi juga sistem nilai yang mencerminkan cara hidup masyarakat Dayak. 

Baca Dayak: Origins and First Use as Indigenous Identity of Borneo

Kitab Suci Panaturan menggambarkan konsep keilahian, penciptaan alam semesta, serta hubungan antara manusia dengan Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa).

Menurut Prof. Tiwi Etika dalam bukunya KITAB SUCI PANATURAN: PENUTURAN SIMBOLIK KONSEP PANCA SRADDHA (2017), Kaharingan memiliki lima keyakinan utama yang dikenal sebagai Panca Sraddha:

  1. Kepercayaan kepada Ranying Hatalla Langit – Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan alam semesta dan mengatur kehidupan manusia.

  2. Kepercayaan kepada roh leluhur – hubungan spiritual dengan arwah nenek moyang yang dianggap sebagai pelindung dan pemberi berkah.

  3. Hukum sebab-akibat (karma) – setiap perbuatan akan memperoleh balasan sesuai dengan hukum kosmis.

  4. Reinkarnasi – keyakinan bahwa roh manusia akan mengalami siklus kelahiran kembali hingga mencapai kesempurnaan.

  5. Pembebasan jiwa (moksa) – tujuan akhir kehidupan yang merupakan penyatuan kembali dengan Sang Pencipta.

Ritual dan Upacara Kaharingan

Kaharingan memiliki berbagai ritual yang mencerminkan hubungan manusia dengan alam dan dunia roh. 

Salah satu ritual terpenting adalah Tiwah, yaitu upacara besar yang bertujuan menghantarkan roh leluhur ke Lewu Tatau (tempat kehidupan setelah kematian). Tiwah merupakan ritual kompleks yang melibatkan musik, tarian, persembahan hewan, serta doa-doa khusus yang dipimpin oleh pemuka agama Kaharingan.

Baca The Motif of the Tattoos of Apai Janggut and Panglima Jilah: The Legacy of Legends

Selain Tiwah, terdapat berbagai bentuk persembahan, doa, dan praktik keagamaan lainnya, seperti Upacara Manyanggar untuk membersihkan kampung dari malapetaka, serta Upacara Mamapas Lewu yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari gangguan roh jahat. Semua ritual ini menegaskan peran Kaharingan sebagai agama yang menyatukan manusia, alam, dan dunia roh dalam satu kesatuan kosmologis.

Tantangan yang dihadapi Agama Asli

Masa depan agama asli di Indonesia menghadapi tantangan besar, terutama karena perubahan sosial yang cepat dan pengaruh agama-agama besar. Beberapa tantangan utama yang dihadapi adalah:

  1. Menjadi Minoritas di Tanah Sendiri
    Agama asli semakin terpinggirkan di daerah asalnya karena pergeseran demografi dan arus konversi ke agama-agama besar.

  2. Sinkretisme dan Adaptasi
    Pengaruh dari luar sering kali menyebabkan percampuran antara ajaran asli dengan unsur-unsur agama lain. Hal ini dapat memperkaya tradisi, tetapi juga bisa melemahkan identitas asli.

  3. Kesulitan dalam Pelaksanaan Ritual
    Banyak bahan-bahan yang diperlukan dalam upacara adat semakin sulit ditemukan akibat deforestasi, perubahan lingkungan, dan urbanisasi.

  4. Krisis Kepemimpinan Spiritual
    Tidak adanya kaderisasi yang sistematis menyebabkan kurangnya pemimpin spiritual yang dapat meneruskan ajaran dan ritual agama asli. Berbeda dengan agama-agama besar yang memiliki sistem pendidikan dan pembinaan kader yang jelas, agama asli cenderung kehilangan tokoh-tokohnya seiring waktu.

  5. Kurangnya Dokumentasi dan Pendidikan
    Banyak ajaran agama asli diwariskan secara lisan, sehingga rentan punah jika tidak segera didokumentasikan dalam bentuk tulisan atau media lainnya.

  6. Tidak Memiliki Struktur Organisasi yang Kuat
    Berbeda dengan agama-agama besar yang memiliki struktur kelembagaan yang mapan, agama asli cenderung tidak memiliki jaringan luas atau sistem administrasi yang mendukung keberlangsungannya.

  7. Kurangnya Intelektual yang Memperjuangkan
    Sedikitnya intelektual yang terlibat dalam pengembangan dan advokasi agama asli menyebabkan kurangnya pemikiran strategis untuk mempertahankan dan memperkaya ajaran serta budaya yang menyertainya.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan usaha revitalisasi yang melibatkan dokumentasi ajaran, penguatan kepemimpinan spiritual, serta integrasi agama asli dalam sistem pendidikan dan kebudayaan lokal agar tetap lestari.

Baca Anagata (Masa Depan) Agama Asli Indonesia: Bagamana Kaharingan?

Masa Depan Kaharingan 

Sebagai agama asli yang berakar kuat dalam budaya Dayak, Kaharingan masih memiliki potensi untuk bertahan dan berkembang. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga keberlangsungan Kaharingan antara lain:

  • Pendidikan dan penyebaran ajaran Kaharingan – memperkenalkan nilai-nilai Kaharingan kepada generasi muda melalui sekolah-sekolah adat dan komunitas keagamaan.

  • Dokumentasi dan publikasi – penerbitan buku, penelitian akademik, serta pemanfaatan teknologi digital untuk menyebarluaskan ajaran Kaharingan.

  • Penguatan komunitas – membangun organisasi dan lembaga yang bertujuan untuk melestarikan Kaharingan sebagai bagian dari identitas Dayak.

  • Kolaborasi dengan pemerintah – mendorong pengakuan resmi dan perlindungan terhadap praktik keagamaan Kaharingan dalam sistem hukum Indonesia.

Keberadaan Kaharingan sebagai agama asli di Kalimantan Tengah mencerminkan kearifan lokal yang telah bertahan selama berabad-abad. 

Baca Jejak Kerajan Dayak

Dengan upaya yang tepat, Kaharingan tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga menjadi bagian penting dalam membangun identitas dan keberagaman budaya Indonesia. Memahami dan melestarikan Kaharingan berarti menjaga warisan leluhur dan menghormati hak spiritual masyarakat Dayak di tanah air mereka sendiri.

Menurut Prof. Tiwi Etika (2017 ) Integrasi Kaharingan dengan Hindu Dharma berawal dari keprihatinan umat Kaharingan atas ketertinggalan dan ketidakadilan yang mereka alami. Tokoh-tokoh Kaharingan seperti Simal Penyang, Lewis KDR, dan lainnya bertemu dengan tokoh Hindu Bali untuk mencari solusi. 

Pada 1980, mereka mengajukan surat kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) untuk bergabung, yang kemudian disetujui. Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Bimas Hindu dan Buddha, mengeluarkan surat keputusan yang mengukuhkan Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan sebagai badan keagamaan resmi.

Baca The Iban are the Largest and Most Dominant Indigenous Group in Sarawak

Sebagai tindak lanjut, dilakukan berbagai ritual pengukuhan, termasuk Sudhi Wadani bagi Lewis KDR di Pura Jagadnatha, Denpasar. 

Upaya memperkuat komunitas dilakukan dengan mendirikan lembaga pendidikan seperti PGA-HK dan STA-HK Tampung Penyang. PHDI Kalimantan Tengah kemudian memastikan bahwa tradisi Kaharingan tetap dipertahankan dalam kerangka Hindu Dharma.

-- Masri Sareb Putra, M.A.

LihatTutupKomentar