Eksploitasi Dayak Masa ke Masa (2)

Dayak, Gua Niah, Sarawak,Tom Harrisson, Deep Skull, Boreno, Bellwood, Lundayeh, Iban, Gunung Bawang, Kanayatn, Chazine, Barker,ICDN

 

Eksploitasi  Dayak masa ke masa.
Eksploitasi Dayak dan SDA-nya harus dihentikan. Ilustrasi: Cover makalah.

2. Bukti Arkeologis: Deep Skull dan Hunian Manusia Purba

Penemuan kerangka manusia purba di Gua Niah, Sarawak, oleh arkeolog Tom Harrisson pada tahun 1958 merupakan salah satu penemuan terbesar dalam sejarah arkeologi di Asia Tenggara. Kerangka ini dikenal dengan sebutan Deep Skull yang diperkirakan berusia sekitar 37.000 hingga 40.000 tahun, sebuah bukti signifikan tentang keberadaan manusia purba yang tinggal di Borneo pada zaman tersebut (Harrisson, 1958; Barker et al., 2007).

Baca Cornelis Mengaum di Mimbar Forum Munas II ICDN dan Bongkar Eksploitasi Borneo Masa ke Masa

Selain itu, penelitian lebih lanjut yang dilakukan di Gua Niah menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kerangka manusia purba ini dan masyarakat Dayak saat ini, yang memperkuat hipotesis bahwa orang Dayak mungkin merupakan keturunan langsung dari kelompok manusia purba yang pertama kali menghuni Borneo. Penemuan ini juga menjadi bukti bahwa masyarakat Borneo tidak hanya sekadar penghuni sementara, tetapi bagian tak terpisahkan dari sejarah panjang Borneo yang kaya akan tradisi dan budaya (Matthews, 2017).

 

Arkeolog lain, seperti Chazine (2005), juga menemukan bukti pemukiman manusia di berbagai gua dan situs arkeologis lainnya di Borneo yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Pemakaman purba, alat batu, dan seni rupa yang ditemukan di berbagai situs ini menunjukkan bahwa penduduk Borneo pada zaman prasejarah memiliki kemampuan teknis dan sosial yang kompleks. Artefak ini menunjukkan adanya hubungan antara tradisi pemburuan, pengumpulan, serta pemanfaatan sumber daya alam dengan teknik pembuatan alat dan seni yang sangat bernilai budaya.

Baca Krisantus Kurniawan, Deputy Governor of West Kalimantan, Demands Justice for Local Communities

 

3. Dinamika Teknologi Besi dan Austronesia

Masyarakat Dayak, seperti halnya banyak suku lainnya di Asia Tenggara, dipengaruhi oleh perkembangan teknologi logam yang datang dari luar wilayah mereka. Salah satu penemuan penting yang membantu memahami dinamika ini adalah kemunculan teknologi besi di Borneo yang diperkirakan mulai digunakan pada sekitar 500 SM. Penelitian yang dilakukan oleh Bellwood (2007) menunjukkan bahwa teknologi besi bukanlah inovasi yang muncul secara independen di wilayah Asia Tenggara, tetapi hasil dari pertukaran budaya yang melibatkan berbagai kelompok etnis, termasuk bangsa Austronesia yang berasal dari Taiwan dan sekitarnya. Penemuan alat besi dan logam di sepanjang Sungai Kapuas dan pesisir Sarawak menunjukkan bahwa budaya Dayak telah dipengaruhi oleh pengaruh luar, namun tetap mempertahankan karakteristik lokal yang khas.

Baca FILSAFAT DAYAK

Penemuan artefak besi ini sangat signifikan karena mencerminkan kemampuan teknologi tinggi yang digunakan oleh masyarakat Dayak dalam kegiatan pertanian, berburu, serta pembuatan alat yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Di Borneo, peninggalan teknologi besi dapat ditemukan di banyak tempat, termasuk di kalangan suku Iban dan Dayak lainnya yang menggunakan alat besi untuk kegiatan bertani dan berladang. Oleh karena itu, pengaruh teknologi luar sangat berperan dalam membentuk budaya Dayak, namun tidak mengubah struktur budaya inti mereka (Chazine, 2005).

 

4. Perspektif Tradisi Lisan

Selain bukti arkeologis dan genetik, tradisi lisan masyarakat Dayak juga memberikan wawasan yang penting mengenai sejarah mereka. Kisah-kisah yang diturunkan secara turun temurun mengungkapkan bahwa masyarakat Dayak percaya bahwa mereka telah menghuni Borneo sejak zaman nenek moyang mereka. Berbagai cerita rakyat seperti Rakit Lengilo dari Lundayeh, Tampun Juah dari Iban, dan Gunung Bawang dari Kanayatn menunjukkan betapa eratnya hubungan orang Dayak dengan tanah kelahiran mereka. Ini menggambarkan sebuah narasi yang menegaskan bahwa Borneo bukanlah tanah yang mereka migrasikan, melainkan tempat asal usul mereka yang sudah menjadi bagian dari identitas mereka sejak lama (Sather, 2006; Putra, 2010).

Lebih jauh, tradisi lisan ini sering mengandung informasi penting tentang hubungan masyarakat Dayak dengan alam sekitar, sistem kepercayaan mereka, serta struktur sosial mereka. Setiap cerita dan lagu tradisional mengandung nilai-nilai kehidupan yang menjadi panduan bagi masyarakat Dayak dalam menjalani kehidupan sehari-hari, yang tetap relevan meskipun zaman terus berubah.

 

5. Kritik terhadap Teori Migrasi Yunnan

Seiring dengan kemajuan dalam penelitian arkeologi dan genetika, teori migrasi dari Yunnan ke Borneo yang diajukan oleh beberapa ahli mulai mendapat kritikan. Peneliti seperti Reid (1996) menunjukkan bahwa tidak ada bukti arkeologis yang mendukung klaim adanya migrasi besar-besaran dari Yunnan ke Borneo. Sebaliknya, bukti yang ditemukan lebih menunjukkan adanya migrasi yang lebih kecil dan terpisah, terutama dalam konteks pergerakan etnis Tionghoa yang lebih tercatat dalam sejarah.

Penemuan terbaru juga mengungkapkan bahwa orang Dayak memiliki sejarah panjang yang terkait dengan wilayah ini, tanpa indikasi besar dari migrasi eksternal dalam waktu yang lama. Salah satu bukti yang paling menonjol adalah kontinuitas budaya dan struktur sosial masyarakat Dayak yang terlihat jelas dalam tradisi lisan dan adat mereka yang tetap bertahan meskipun dihadapkan dengan tekanan dari dunia luar (Reid, 1996).

(BERSAMBUNG)

LihatTutupKomentar