Filsafat Dayak Diluncurkan dan Dibedah: Tonggak Sejarah Baru dalam Khazanah Intelektual Pribumi

Dayak, Filsafat, buku, pakar, Yayasan Pendidikan Keling Kumang (YPKK), Musa Narang, Dayak Research Center (DRC), Lupung Coffee, Sekadau

Ketua Yayasan pendidikan Keling Kuang, Musa Narang (kiri) dan Munaldus (tengah) di antara para penulis Filsafat Dayak kerja sama antar-negara. Ist.


🌍 DAYAK TODAY  | SEKADAU: Satu karya monumental dalam dunia keilmuan Dayak resmi diluncurkan dan dibedah secara mendalam oleh Dayak Research Center (DRC), sebuah pusat riset unggulan di Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK), Sekadau, Kalimantan Barat. 

Buku Filsafat Dayak Komprehensif ini menjadi karya pertama yang secara sistematis menggali dan menyusun tujuh cabang utama filsafat Dayak dalam satu kesatuan utuh.

Baca Makan Dahulu, Ber-Filsafat Kemudian

Peluncuran yang berlangsung pada 20 Mei 2025 di Lupung Coffee, dalam lingkungan kampus ITKK, diresmikan oleh Rektor ITKK Dr. Stefanus Masiun. 

Prosesi pembukaan ditandai dengan penabuhan simbolik tujuh gong oleh Dr. Patricia anak Ganing, salah satu penulis buku dari Malaysia. Acara ini dihadiri oleh tokoh masyarakat Sekadau, akademisi, mahasiswa, dan para cendekia dari berbagai penjuru Kalimantan Barat.

Tujuh Cabang Filsafat Dayak

Dalam forum diskusi hangat yang dipandu oleh Direktur DRC Masri Sareb Putra, M.A., para peserta mendalami isi buku setebal 386 halaman tersebut.

 Dr. Louis Ringah Kanyan, salah satu kontributor, memaparkan inti pemikiran dalam buku ini dengan pendekatan semiotik, menguraikan tujuh cabang formal filsafat Dayak: sejarah filsafat, ontologi, kosmologi, etika, estetika, etno-numerologi (logika Dayak), dan epistemologi. 

Seluruh cabang ini dianalisis dalam kerangka kearifan lokal, praktik budaya, serta relasi manusia Dayak dengan alam dan sesamanya.

Masri menegaskan, “Ini adalah buku pertama yang dengan tuntas menyusun bangunan filsafat Dayak secara sistematis. Sebuah lompatan besar dalam studi pemikiran pribumi.”

Ngayau sebagai Simbol Perjuangan Intelektual

Salah satu sesi yang mencuri perhatian adalah reinterpretasi konsep Ngayau, yang selama ini kerap dipersepsi negatif sebagai praktik kekerasan. Dalam forum ini, Ngayau didekonstruksi sebagai simbol keberanian dan ketangguhan menghadapi ketertinggalan, kemiskinan, dan kebodohan. 

Baca Calon CEO Keling Kumang Ditempa Keterampilan Menulis di Rumah Panjang

Ngayau hari ini berarti keberanian melawan kemiskinan dan buta huruf, ujar Dr. Wilson anak Ayub salah seorang narasumber yang langsung disambut tepuk tangan hangat.

Dalam kerangka filsafat yang ditawarkan buku ini, Ngayau ditampilkan sebagai metafora perjuangan intelektual dan sosial, serta sebagai cara masyarakat Dayak menjaga martabat di tengah tantangan modern seperti krisis ekologis dan eksploitasi sumber daya alam.

Filsafat yang Tumbuh dari Dalam

Ketua Yayasan Pendidikan Keling Kumang (YPKK), Musa Narang, menyebut buku ini sebagai tonggak penting dalam sejarah intelektual Dayak. 

“Selama ini, banyak kajian tentang Dayak ditulis oleh pihak luar. Buku ini membuktikan bahwa kita mampu menulis dan merumuskan filsafat kita sendiri, dari dalam, ujarnya. Ia juga mengajak generasi muda Dayak untuk terlibat aktif dalam riset-riset kritis mengenai nilai-nilai dan kearifan lokal mereka sendiri.

Buku ini digagas dan ditulis oleh tujuh pemikir Dayak lintas disiplin:

  • Prof. Tiwi Etika, Ph.D., lulusan filsafat dari India, memimpin tim dengan kedalaman pemikiran orisinal.

  • Dr. Louis Ringah Kanyan, membawa pendekatan semiotik dalam membaca simbol dan makna.

  • Dr. Patricia anak Ganing, menelaah bahasa dan narasi budaya Dayak.

  • Masri Sareb Putra, M.A., menjembatani pemikiran lokal dan diskursus global.

  • Dr. Wilson anak Ayub, memetakan dinamika relasi sosial dalam masyarakat Dayak kontemporer.

  • Albertus Imas, M.A., menggali kedalaman etno-linguistik sebagai jalan masuk ke struktur nilai Dayak.

  • Alexander Mering, S.H., menyoroti artikulasi identitas Dayak di era digital.

Diterbitkan oleh Literasi Dayak pada April 2025, buku ini bukan sekadar risalah filsafat, tetapi juga pernyataan tegas bahwa Dayak memiliki sistem pengetahuan yang reflektif dan layak mendapat tempat dalam percakapan filsafat global.

Baca "Dayak" as a Standardized Term: A Unifying Identity

Rektor ITKK, Dr. Stefanus Masiun, menulis dalam pengantar buku ini: “Buku ini bukan hanya mengisi kekosongan, tetapi membuka jalan baru untuk memahami identitas dan kearifan yang selama ini tersembunyi.”

Dengan peluncuran ini, babak baru pemikiran Dayak dimulai. Filsafat Dayak kini bukan lagi sekadar warisan, melainkan visi hidup yang terus berkembang.

Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar