Yeka Hendra Fatika, Pimpinan Ombudsman RI, Soroti Masalah Utama Industri Sawit Indonesia
Yeka Hendra Fatika, Pimpinan Ombudsman RI, menyoroti permasalahan utama industri sawit Indonesia. FB YHF. |
🌍 DAYAK TODAY | JAKARTA: Industri kelapa sawit Indonesia berperann dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, pencapaian swasembada pangan, serta penyediaan energi terbarukan.
Namun, tata kelola industri sawit diakui masih menghadapi sejumlah tantangan krusial, baik dari sisi internal maupun eksternal. Hal ini mengemuka dalam Diskusi Terbatas yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rabu (15/5/2025), di Jakarta.
Sorotan Yeka Hendra Fatika pada sawit
Pimpinan Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, dalam paparannya menggarisbawahi bahwa permasalahan utama industri sawit Indonesia bersumber dari kelembagaan, produktivitas, serta tekanan global yang semakin kompleks.
“Kita melihat masih rendahnya produktivitas petani, minimnya program peremajaan sawit, hingga tidak optimalnya pemahaman terhadap praktik pertanian berkelanjutan (Good Agricultural Practices/GAP),” ujar Yeka.
Menurutnya, pemahaman petani terhadap sertifikasi keberlanjutan, seperti RSPO dan ISPO, masih rendah.
Baca Pidato Prabowo Terkait Ekstensifikasi Sawit bagi Perusahaan dan Harapan bagi Petani Sawit Mandiri
Banyak petani menganggap sertifikasi tersebut mahal dan memakan waktu, sehingga sulit diakses.
Tantangan internal lain sawit
Tantangan internal lainnya mencakup serangan hama, perubahan iklim, cuaca ekstrem yang tak menentu, serta rendahnya minat generasi muda menjadi petani sawit. Di sisi eksternal, industri sawit Indonesia terus menghadapi tekanan dari kebijakan hijau global yang kerap diskriminatif.
“Standar keberlanjutan yang berbeda-beda antarnegara, serta regulasi non-tarif seperti Forced Labor Regulation dan Human Rights Regulation, makin menyulitkan petani kecil kita bersaing di pasar global,” ungkap Yeka.
Koordinasi yang lemah antar lembaga pemerintah turut memperburuk efektivitas berbagai program nasional, seperti replanting (peremajaan kebun sawit rakyat). Data dari CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries) menegaskan pentingnya penguatan jejaring antarkelompok tani dan koperasi sawit.
Baca Manfaat dan Mudarat Sawit bagi Warga Kalimantan
Saran Perbaikan (masih dalam pemantauan/monitoring)
-
Penyelesaian Tumpang Tindih Lahan
Pemerintah perlu segera menyelesaikan tumpang tindih lahan perkebunan kelapa sawit dengan kawasan hutan. Dalam hal lahan sawit rakyat telah memiliki kejelasan status Hak Atas Tanah (HAT), maka lahan tersebut harus segera dikeluarkan dari kawasan hutan. -
Perbaikan Sistem Perizinan dan Administrasi Tata Kelola
Pemerintah perlu memperbaiki sistem perizinan dan menata ulang administrasi tata kelola industri kelapa sawit. Termasuk di dalamnya adalah percepatan pendataan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) bagi pekebun rakyat, serta mendorong pemenuhan sertifikasi ISPO bagi seluruh pelaku usaha perkebunan sawit. -
Integrasi Perizinan Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem perizinan pendirian PKS dan perizinan pendukung lainnya. Proses perizinan sebaiknya diintegrasikan dan dikoordinasikan antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian yang membidangi Perkebunan. -
Kebijakan Terintegrasi Tata Niaga
Pemerintah perlu menetapkan kebijakan tata niaga hasil produksi kelapa sawit yang terintegrasi untuk pasar nasional dan internasional. Pemerintah harus menjamin kepastian harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani (plasma dan swadaya), serta menerapkan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak mematuhi kebijakan tersebut. Selain itu, perlu dibangun sistem pungutan ekspor yang adil atas produk sawit dan turunannya. -
Pembentukan Badan Nasional Sawit
Untuk mendukung pelaksanaan saran-saran di atas, Pemerintah perlu segera membentuk Badan Nasional Pengelola Industri Kelapa Sawit, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Badan ini akan mengoordinasikan tata kelola industri sawit dari hulu hingga hilir.