Eternally Talented India: Membaca Jejak Hindu-India di Varunadvipa / Borneo
Eternally Talented India: Membaca Jejak Hindu-India di Varunadvipa /Borneo . Ist. |
Buku Eternally Talented India – 108 Facts (Ramakrishna Math, Hyderabad, 420 halaman, ISBN: 9789383142347) merupakan karya referensial yang tidak hanya merayakan keagungan budaya dan spiritualitas India, tetapi juga menelusuri pengaruh peradaban Hindu-India di luar anak benua, termasuk Asia Tenggara.
Salah satu fakta paling mencolok yang diangkat dalam buku ini adalah tentang Varunadvipa, nama kuno bagi pulau Kalimantan yang dalam tradisi Sanskerta berarti “Pulau Varuna”, merujuk pada dewa Hindu penjaga lautan dan perairan.
Pemberian nama Varunadvipa untuk pulau terbesar ke-3 dunia dengan luas 743.330 km², bukan semata-mata bersifat simbolik, tetapi juga merepresentasikan kedalaman penetrasi peradaban India dalam konstruksi sosial dan religius masyarakat di Borneo masa awal.
👉 Baca Dayak sebagai Indigenous People of Borneo Telah Final
Sebutan Varunadvipa ini menggambarkan geografi Kalimantan yang kaya akan sungai dan dikelilingi laut, serta dipandang sebagai tanah subur yang dijaga oleh kekuatan ilahi. Istilah ini digunakan jauh sebelum bangsa Eropa memperkenalkan nama “Borneo”, menandakan bahwa relasi India dengan pulau ini telah terbangun sejak awal milenium pertama Masehi.
Muara Kaman, Pusat Peradaban Awal Hindu-India di Borneo
Salah satu titik penting pengaruh Hindu-India di Borneo adalah wilayah Muara Kaman, Kalimantan Timur, yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Kutai Martadipura. Di sinilah ditemukan sejumlah prasasti batu bertulis aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta yang dikenal sebagai prasasti Yupa. Prasasti-prasasti ini merupakan dokumen tertua di Indonesia dan menjadi bukti kuat tentang keberadaan peradaban bercorak Hindu di wilayah ini sejak sekitar abad ke-4 atau ke-5 Masehi.
Dalam prasasti tersebut disebutkan nama Raja Mulavarman, putra Asvavarman dan cucu Kudungga. Raja Mulavarman dikenal sebagai penguasa yang dermawan dan religius, melakukan banyak yajña (persembahan suci) dan menyumbangkan harta benda dalam jumlah besar kepada para Brahmana.
👉 Baca juga Dekolonisasi Narasi Identitas: Warisan Kolonial dan Rekonstruksi Identitas Dayak di Borneo
Keberadaan yupa-yupa ini bukan hanya menjadi saksi atas struktur sosial keagamaan yang telah tertata, tetapi juga memperlihatkan proses transformasi elite lokal dalam menerima dan mengadopsi nilai-nilai Hindu India.
Kudungga, Raja Lokal di Simpang Jalan Sejarah
Menarik untuk dicermati bahwa nama Kudungga dalam prasasti tidak menggunakan gelar Hindu atau nama Sanskerta. Ini menunjukkan bahwa Kudungga adalah seorang pemimpin lokal Dayak yang asli sebelum pengaruh India mengakar. Ia merupakan titik temu sejarah antara sistem lokal yang telah mapan dengan arus budaya dari luar. Putranya, Asvavarman, mulai menggunakan nama Sanskerta dan mengadopsi struktur pemerintahan Hindu, menunjukkan pergeseran identitas dinastik. Raja Mulavarman melanjutkan proses itu dengan lebih sistematis, meletakkan dasar bagi monarki bercorak Hindu pertama di Nusantara.
👉 Baca juga Rekonstruksi Realitas Sosial dan Dekolonisasi Narasi Dayak dalam Perspektif Teori Berger & Luckmann
Transformasi nama dan gelar menunjukkan proses Indianisasi bukan melalui penaklukan, melainkan melalui akulturasi damai. Kolonisasi Hindu-India bersifat kultural dan spiritual, berlangsung dalam relasi dagang dan pertukaran intelektual yang mutualistik. Masyarakat lokal menerima nilai-nilai Hindu karena relevansi dan fleksibilitasnya, bukan karena tekanan militer atau politik.
Dampak Budaya yang Berkelanjutan, Dari Kutai hingga Brunei
Dampak pengaruh ini tidak terbatas pada wilayah Kutai saja. Gelombang pengaruh Hindu-India meluas hingga ke pesisir utara Kalimantan dan mempengaruhi wilayah yang kini dikenal sebagai Brunei. Penggunaan gelar kebangsawanan seperti Seri Bhagwan, yang digunakan oleh beberapa raja Brunei, mencerminkan adopsi kosmologi dan konsep kekuasaan dalam sistem Hindu. Bahkan, unsur seni dan arsitektur yang bercorak Hindu dapat dilacak dalam motif-motif ukiran, struktur bangunan, serta kisah-kisah epos seperti Ramayana dan Mahabharata yang hidup dalam budaya lisan masyarakat lokal.
Meskipun Islamisasi kemudian menjadi dominan, warisan Hindu tetap hadir secara subtil, baik dalam bentuk nama-nama tempat, ritus adat, maupun filosofi kosmologis yang masih bertahan dalam tradisi masyarakat Dayak maupun Melayu pesisir.
Simbolisme Sampul, Lembu Nandi dan Arca Emas
Sampul buku Eternally Talented India yang menampilkan arca emas dan simbol lembu suci (Nandi) merupakan alegori visual yang kuat. Lembu Nandi dalam mitologi Hindu adalah kendaraan dewa Siwa, simbol kekuatan, kesetiaan, dan spiritualitas. Simbol-simbol ini bukan sekadar ikon keagamaan, tetapi penanda kekuatan budaya yang mampu menyeberangi samudra dan meninggalkan jejak yang nyata di pulau seperti Borneo.
Merawat Memori Varunadvipa
Penggalan sejarah yang diangkat dalam buku ini tidak hanya menyuguhkan informasi faktual, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya memori kultural yang terpendam dalam narasi dominan kolonial. Eternally Talented India membantu kita memahami bahwa Borneo, atau Varunadvipa, bukanlah ruang kosong sebelum kedatangan kolonialisme Eropa, melainkan telah menjadi simpul penting peradaban lintas benua.
Mempelajari kembali masa Kudungga dan Mulavarman berarti merunut akar identitas lokal yang kosmopolit, menghargai kearifan leluhur, membuka diri terhadap pengaruh luar, dan menyaring nilai-nilai yang sesuai dengan konteks budaya lokal.
Inilah warisan sejati dari jejak Hindu-India di jantung Asia Tenggara.
-- Masri Sareb Putra