Identitas Dayak di Kalimantan Semakin Menguat : Tinjauan dari Teori Konflik Etnis Donald L. Horowitz

Pengakuan hukum adat di Indonesia, Marginalisasi masyarakat adat, Otonomi daerah dan adat, Horowitz, Hak tanah adat Konflik agraria

Identitas Dayak yang semakin menguat di tanah warisan leluhurnya, Borneo. Pontianak-Informasi.

Menguatnya identitas Dayak di Kalimantan adalah respons atas ketimpangan dan marginalisasi historis. Jika negara tidak mampu mengakomodasi tuntutan ini, maka seperti dikatakan Horowitz, identitas etnis yang ditekan dapat menjadi bahan bakar konflik baru.

Pengantar

Fenomena menguatnya identitas Dayak di Kalimantan menarik perhatian banyak kalangan, baik dari sisi budaya, politik, maupun ekonomi. 

Dalam konteks Indonesia yang multikultural, penguatan identitas etnis seperti ini perlu dianalisis secara mendalam. 

Baca Bubarkan Kementerian Transmigrasi! Warga Kalimantan Menolak Keras

Salah satu pendekatan yang relevan untuk memahami hal ini adalah teori konflik etnis yang dikembangkan oleh Donald L. Horowitz.

Teori konflik etnis Horowitz menjelaskan bagaimana etnisitas bisa menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan adil dan inklusif.

Apa Itu Teori Konflik Etnis Horowitz?

Donald L. Horowitz, dalam bukunya Ethnic Groups in Conflict (1985), menekankan bahwa identitas etnis bersifat kuat karena mencakup aspek emosional, budaya, dan sejarah kolektif. 

Etnisitas tidak hanya terbentuk secara alamiah (primordial), tetapi juga dibentuk melalui pengalaman sosial dan ketimpangan kekuasaan.

Baca Transmigrasi Ditolak di Kalimantan, Lalu?

Menurut Horowitz, konflik etnis muncul ketika satu kelompok merasa dirugikan atau terancam oleh dominasi kelompok lain, terutama dalam hal politik, ekonomi, atau budaya. 

Situasi ini diperparah jika negara gagal memberikan keadilan dan perlindungan yang merata kepada semua kelompok etnis.

Menguatnya Identitas Dayak di Kalimantan:  Fenomena Sosial-Politik

Dalam dua dekade terakhir, masyarakat Dayak di Kalimantan menunjukkan penguatan identitas kultural dan politik. 

Identitas Dayak yang dulu lebih banyak diposisikan sebagai simbol adat dan budaya, kini menjadi alat perjuangan sosial dan ekonomi.

Fenomena ini ditandai oleh

  1. Meningkatnya partisipasi elite Dayak dalam politik lokal (camat, bupati, DPR/D, kepala dinas, Sekda, hingga wakil gubernur),
  2. Lahirnya organisasi etnis seperti Dewan Adat Dayak (DAD), Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN), dan Gerakan akar rumput seperti Gerakan Keling Kumang,
  3. Penguatan lembaga adat dan gerakan literasi yang menulis ulang sejarah dan kearifan lokal Dayak.

Mengapa Identitas Dayak Menguat? 

Bila menggunakan pendekatan Donald L. Horowitz, terdapat tiga faktor utama yang menjelaskan mengapa identitas Dayak semakin menguat di Kalimantan:

  1. Ketimpangan Struktural dan Perasaan Ketidakadilan
    Banyak masyarakat Dayak merasa dimarginalkan dalam pembangunan nasional. Kawasan mereka kaya sumber daya, namun justru dikuasai oleh perusahaan sawit, tambang, dan HTI. Hal ini memunculkan ketimpangan dan perasaan dirampas hak atas tanah ulayat.
    Keyword fokus: konflik agraria Dayak, hak tanah adat Kalimantan, marginalisasi masyarakat adat
  2. Mobilisasi Politik Identitas
    Dalam politik lokal, identitas Dayak dimobilisasi untuk memperjuangkan hak politik dan ekonomi. Ini tercermin dalam pemilu, kebijakan daerah, dan partai-partai yang membawa agenda etnis sebagai simbol perjuangan.
    Keyword fokus: politik identitas Dayak, partai lokal Kalimantan, otonomi daerah dan adat
  3. Resistensi Budaya dan Kebangkitan Literasi Dayak
    Muncul gerakan budaya dan intelektual kampung yang merekam ulang narasi Dayak dalam bentuk buku, video dokumenter, dan media digital. Kuatnya narasi budaya ini menjadi alat perlawanan terhadap stereotip lama bahwa Dayak adalah "masyarakat pinggiran".
    Keyword fokus: budaya Dayak Kalimantan, literasi adat, rumah panjang Dayak

Dayak sebagai Tuan di Tanah Sendiri: Jalan Menuju Keadilan

Salah satu narasi yang kini populer di tengah masyarakat Dayak adalah "Dayak harus menjadi tuan di tanah sendiri". 

Slogan dan tagline ini bukan sekadar slogan, tetapi seruan untuk mendapatkan kembali kontrol atas:

  1.     Akses terhadap lahan dan sumber daya,
  2.     Representasi politik yang setara,
  3.     Pengakuan terhadap hukum dan kelembagaan adat.

Jika negara tidak mampu mengakomodasi tuntutan ini, maka seperti dikatakan Horowitz, identitas etnis yang ditekan dapat menjadi bahan bakar konflik baru.

Solusi ala Horowitz: Inklusivitas dan Rekognisi Kultural

Horowitz menyarankan agar negara membangun sistem yang inklusif, melalui:

  1.     Power-sharing antar etnis dalam politik lokal,
  2.     Pengakuan hak-hak adat melalui regulasi,
  3.     Pendidikan multikultural yang membangun saling pengertian antar-kelompok.

Keyword fokus: resolusi konflik etnis, kebijakan multikultural, pengakuan hukum adat

Respons atas ketimpangan dan marginalisasi historis

Menguatnya identitas Dayak di Kalimantan adalah respons atas ketimpangan dan marginalisasi historis. 

Dalam bingkai teori konflik etnis Donald L. Horowitz, situasi ini bisa menjadi peluang atau ancaman tergantung pada bagaimana negara dan masyarakat luas menanggapinya.

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah

Bila dikelola dengan adil dan inklusif, identitas Dayak bisa menjadi kekuatan positif untuk membangun Kalimantan yang berdaulat secara budaya, adil secara sosial, dan lestari secara ekologis.

Fakta tentang Identitas Dayak dan Konflik Etnis

Apa saja contoh konflik etnis yang pernah terjadi di Kalimantan?

  1. Konflik Sambas (1999) yang melibatkan 3 etnis.    
  2. Konflik Sampit (2001).
  3. Konflik terkait penguasaan lahan oleh perusahaan sawit
  4. Sengketa antar komunitas adat dan pemerintah

Mengapa penting mengakui identitas Dayak?

Pengakuan itu penting oleh karena identitas ini mencerminkan sejarah, nilai, dan hak atas tanah serta budaya yang selama ini belum sepenuhnya diakui oleh negara.

Baca 7 Klasifikasi Sub-Suku Dayak yang Disepakati secara Akademik

Apa solusi jangka panjang untuk menghindari konflik etnis?

  1. Membangun sistem pemerintahan yang inklusif, 
  2. mengakui hak-hak adat, dan 
  3. mendorong dialog antar kelompok etnis dalam semangat belarasa dan keadilan sosial.

-- Bungai Nuing/Tim dayakoday.com

LihatTutupKomentar