7 Klasifikasi Sub-Suku Dayak yang Disepakati secara Akademik
Dayak unik. Tak ada sukubangsa lain seperti Dayak terdiri atas 7 rumpun besar dengan 405 subsuku. By AI. |
🌍 DAYAK TODAY | PONTIANAK: Untuk memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap masyarakat Dayak yang kompleks, para peneliti telah mengembangkan berbagai klasifikasi yang memperlihatkan kekayaan dan keragaman etnis Dayak.
Dalam ranah akademik, masyarakat Dayak sejak lama diklasifikasikan berdasarkan bahasa, adat istiadat, serta wilayah geografis tempat mereka bermukim. Klasifikasi ini bukan sekadar penanda identitas, tetapi juga menjadi acuan dalam studi-studi ilmiah lintas disiplin.
Meski tidak menutup kemungkinan untuk meninjau ulang atau keluar dari kerangka tersebut, meninggalkan klasifikasi ini kerap dianggap menyimpang dari pendekatan ilmiah yang mapan.
Tujuh klasifikasi Dayak
Tujuh klasifikasi berikut ini mengungkapkan kompleksitas struktur sosial, budaya, dan spiritual masyarakat Dayak. Selain menyoroti pentingnya studi berkelanjutan dalam memahami identitas pewaris pulau terbesar ke-3 dunia yang luasnya 743.330 km².
1. Berdasarkan Hukum Adat
H.J. Mallinckrodt (1928) mengklasifikasikan etnis Dayak ke dalam enam kategori, dikenal sebagai Stammenras, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan, dan Punan. Klasifikasi ini menekankan kesamaan tradisi dan praktik sosial yang membentuk identitas kolektif, mencerminkan sistem pemerintahan adat dan pengambilan keputusan komunal yang khas di setiap kelompok.
Baca Kalimantan, Sapi Perah Republik yang Terlupakan? (In-depth reporting)
2. Berdasarkan Ritual Kematian
W. Stohr (1959) juga menggunakan pendekatan serupa dengan Mallinckrodt, namun fokus pada variasi praktik pemakaman dalam budaya Dayak. Ia menyoroti bahwa ritual kematian merupakan refleksi nilai-nilai spiritual dan budaya, sekaligus menjadi mekanisme pemersatu komunitas serta penghormatan lintas generasi terhadap leluhur.
3. Klasifikasi Tjilik Riwut
Tjilik Riwut (1958), tokoh Dayak dan Gubernur Kalimantan Tengah pertama, mengidentifikasi tujuh kelompok utama yang terdiri dari 405 hingga 450 sub-etnis. Klasifikasinya mencerminkan dinamika migrasi historis dan interaksi antar-etnis yang memengaruhi perkembangan struktur sosial Dayak. Pendekatan ini memperlihatkan bagaimana faktor lingkungan dan sejarah berperan penting dalam membentuk identitas sub-kelompok.
4. Klasifikasi Raymond Kennedy (1974)
Raymond Kennedy mengklasifikasikan Dayak berdasarkan ciri budaya dan bahasa, dengan enam kelompok besar seperti Kenyah-Kayan-Bahau dan Ngaju. Ia menekankan pentingnya bahasa dan praktik budaya sebagai kunci memahami relasi historis antar-kelompok, sekaligus mengungkap perbedaan maupun kesamaan mendasar di antara mereka.
5. Klasifikasi Bernard Sellato (1989)
Sellato menggunakan pendekatan geografis berdasarkan aliran sungai besar yang menjadi tulang punggung kehidupan komunitas Dayak. Ia membagi kelompok etnis seperti Barito, yang mencakup banyak etnis, dan kelompok Timur Laut seperti Dusun dan Murut. Pendekatan ini menyoroti peran sungai dalam membentuk budaya, ekonomi, dan organisasi sosial masyarakat Dayak.
6. Klasifikasi Bahasa oleh Aronson (1978)
Aronson membagi kelompok Dayak menjadi dua kategori besar berdasarkan linguistik: Exo-Bornean dan Endo-Bornean. Klasifikasi ini menegaskan bahwa bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan penanda identitas budaya dan etnis yang memengaruhi persepsi komunitas terhadap diri mereka dan posisi mereka dalam lanskap sosio-kultural yang lebih luas.
7. Temuan Dr. Anton Nieuwenhuis
Dalam penelitiannya pada tahun 1894 yang diterbitkan pada 1998, Nieuwenhuis mendokumentasikan pengalaman etnografisnya di Borneo. Ia mencatat tantangan besar dalam memahami adat-istiadat masyarakat Dayak yang berada dalam berbagai tahap perkembangan sosial. Meski demikian, temuannya menjadi sumber penting untuk memahami kehidupan masyarakat Dayak pada akhir abad ke-19.
Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah
Ketujuh pendekatan ini menggambarkan betapa kompleks dan kayanya kebudayaan Dayak, yang tidak dapat dipahami hanya dengan label etnis semata. Setiap sub-suku membawa cerita, pengetahuan, dan tradisi yang unik, menandai jejak sejarah panjang tentang daya tahan dan adaptasi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa masyarakat Dayak bukanlah satu entitas homogen, melainkan jaringan etno-kultural yang dinamis dan berlapis-lapis.
Penelitian Dayak terkini: lebih banyak lagi
Penelitian terkini terus memperluas batasan klasifikasi tersebut. Misalnya, Alloy, Albertus, dan Istiani (2008) menemukan bahwa hanya di Kalimantan Barat saja terdapat 151 sub-suku Dayak—angka yang jauh melampaui klasifikasi sebelumnya. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan baru dan studi berkelanjutan dalam bidang etnografi Dayak.
Lebih jauh, Masri Sareb Putra (2010) mengidentifikasi 11 sub-suku Bidayuh di Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Penemuan ini memperkuat argumen bahwa setiap wilayah memiliki struktur sosial-budaya yang khas dan belum tentu terwakili dalam klasifikasi besar yang selama ini digunakan.
Dengan demikian, klasifikasi Dayak adalah medan kajian yang terus bergerak. Peneliti dan akademisi didorong untuk memperluas, memperbarui, dan menyempurnakan klasifikasi yang ada, dengan syarat berpegang pada metodologi akademik yang ketat dan memberikan kontribusi baru yang bermakna bagi pengetahuan.
Pemahaman ini tidak hanya memperkaya kajian ilmiah, tetapi juga menumbuhkan penghormatan terhadap tradisi Dayak, memperkuat jati diri komunitas, dan mendorong penghargaan lebih dalam terhadap interaksi kompleks antara budaya dan identitas.
Melalui kajian ini, warisan Dayak tidak hanya dikenang, tetapi juga dihargai dan dilestarikan oleh generasi yang akan datang.
-- Masri Sareb Putra, M.A.