Sukadana di Masa Lampau
Visualisasi Sukadana pada abad ke-17 by AI. |
🌍 DAYAK TODAY | SUKADANA: Inilah ilustrasi sejarah Sukadana, Kalimantan Barat, pada abad ke-17.
Gambar ini melukiskan suasana kerajaan dengan istana kayu tradisional, para pemimpin berdiskusi, serta interaksi antara pedagang VOC, Inggris, dan masyarakat setempat.
Juga terlihat kedatangan prajurit Bugis serta persiapan serangan oleh pasukan Mataram.
Sukadana merupakan salah satu lokus bersejarah di Kalimantan Barat. Lontaan (1975: 100-105) menguraikan dengan cukup gamblang bahwa Kerajaan Tanjungpura lama sebenarnya telah berdiri di wilayah ini.
Sukadana sempat tenggelam
Namun, eksistensi Sukadana kemudian tenggelam setelah munculnya Tanjungpura di Pontianak. Terutama pasca perang dan penaklukan yang dipimpin oleh Sultan Akhmad Kamaludin dalam Perang Sukadana-Pontianak pada tahun 1876.
Baca Jejak Kerajan Dayak dan Pengakuan Kolonial pada Raja Hulu Aik, Awat Tjenggoeng Singa Djaja
Mengutip Eccyclopaedie van Nederland Indie (Druk 1919), wilayah Sukadana kala itu masuk dalam Swaraja Sukadana, bersama dengan Matan dan Simpang. Kerajaan ini didirikan oleh Bawijaya dari Mojopahit, yang anaknya, Pangeran Prabu, memilih menetap di Sukadana setelah wafatnya Prabu Sriwijaya.
Sementara itu, anaknya yang lain tinggal di Tayan. Salah satu keturunan Pangeran Prabu, yakni Pangeran Karang Tunjung, adalah penguasa pertama yang menyandang gelar Panembahan sekitar tahun 1550. Pada masa kepemimpinannya, Panembahan di Baroch membentuk Landdschaap Matan, dan pada tahun yang sama, Islam mulai masuk ke wilayah ini.
Putranya, Girikusuma, memeluk agama Islam dan menikahi seorang wanita dari Landak. Sepeninggal Girikusuma, Sukadana jatuh ke dalam satu kekuasaan tunggal pada tahun 1600. Tak lama kemudian, tahun 1604, Kompeni Hindia Belanda pertama kali datang ke Sukadana dengan tujuan membeli batu intan yang berasal dari Landak.
Serangan Mataram ke Sukadana
Ketika Inggris mulai datang dan membangun kantor dagang (factory), situasi semakin dinamis. Pada tahun 1622, Tumenggung Bahureksa, Bupati Kendal, menyerang Sukadana atas perintah Raja Mataram. Akibat serangan ini, raja perempuan yang saat itu berkuasa dibawa ke tanah Jawa dan tidak pernah kembali.
Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah
Sultan Mohammad Syafeiuddin kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Matan. Memasuki tahun 1700, ketegangan baru muncul antara Landak dan Sukadana, yang berebut kepemilikan atas batu intan bernama Danau Raja, dahulu disebut Intan Ubi/Kobi.
Dalam persaingan itu, Landak meminta bantuan Sultan Banten, yang lalu mengirim ekspedisi militernya. Sementara itu, Sukadana tetap dipertahankan oleh Inggris yang masih bercokol di sana, sedangkan Banten akhirnya berada dalam pengaruh Belanda.
Seiring waktu, Sukadana tak lagi mampu bertahan dari serangan. Sultan Zainuddin akhirnya menyerah dan melarikan diri ke kota Waringin.
Dalam pengasingannya, ia meminta bantuan orang-orang Bugis dari Banjar untuk merebut kembali takhta Kerajaan Sukadana. Sayangnya, Banten tidak memberikan dukungan. Dan setelah kembali serta memerintah sebagai Panembahan, Sultan Zainuddin pun wafat tak lama kemudian.
Baca Damang Batu dan Pertemuan Tumbang Anoi 1894
Meskipun demikian, di bawah kepemimpinan generasi berikutnya, Sukadana dan Matan berangsur menjadi wilayah yang aman dan sejahtera.
-- Rangkaya Bada