Kalimantan, Sapi Perah Republik yang Terlupakan? (In-depth reporting)
🌍 DAYAK TODAY | PONTIANAK: Kalimantan, dengan luas wilayah yang mencapai 28,5% dari total daratan Indonesia, dikenal sebagai lumbung sumber daya alam nasional.
Namun ironisnya, pulau yang kaya ini justru mengalami keterbelakangan pembangunan dibandingkan pulau Jawa.
Baca Prof. Anhar Gonggong: Tak Satu pun Presiden Menjalankan Pancasila
Ketimpangan antara kekayaan yang disedot ke pusat (Jakarta) dan sedikitnya dana pembangunan yang kembali ke Kalimantan menjadi isu struktural yang sudah lama berlangsung.
Kontribusi Kalimantan terhadap Pendapatan Negara
Pulau Kalimantan menyumbang signifikan terhadap pendapatan nasional, terutama melalui sektor pertambangan (batubara, minyak dan gas), kehutanan, dan perkebunan sawit.
Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kalimantan Timur menyumbang lebih dari 45% produksi batubara nasional, sementara Kalimantan Selatan dan Tengah turut berperan besar dalam produksi hasil hutan dan perkebunan (ESDM, 2022).
Baca Naypyidaw dan IKN: Ibukota yang Gagal Dicintai
Data dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam di Kalimantan Timur saja mencapai Rp 50 triliun pada tahun 2021 (DJPK, 2022). Angka ini belum termasuk penerimaan dari ekspor sawit, hasil tambang non-migas, dan sektor kehutanan.
Dana yang Kembali ke Daerah
Meskipun menyumbang besar terhadap keuangan negara, Kalimantan hanya menerima sebagian kecil dari dana tersebut dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Yang paling mengenaskan fakta bahwa sebagian besar DBH tidak mencerminkan nilai kekayaan yang diambil dari daerah.
Tabel: Ketimpangan Aliran Kekayaan Kalimantan ke Pusat vs Dana yang Kembali ke Daerah
Aspek | Nilai/Informasi | Keterangan |
---|---|---|
Kontribusi Kalimantan ke APBN | Rp 50 triliun (dari Kalimantan Timur saja - 2021) | PNBP sektor SDA: batubara, migas, kehutanan (DJPK, 2022) |
Persentase kekayaan yang disetor | 100% | Semua penerimaan disetor ke kas negara di pusat |
Dana yang kembali ke daerah | Hanya 20–30% | Dalam bentuk DAU, DAK, dan DBH (INDEF, 2021) |
Yang tersedot ke pusat | 70–80% | Dana dipakai untuk pembangunan wilayah lain, terutama Jawa |
Produksi Batubara Nasional | 45% berasal dari Kalimantan Timur | Kontribusi terbesar di Indonesia (ESDM, 2022) |
Belanja pembangunan per kapita | Lebih rendah dibanding Jawa | Data Litbang Kompas, 2022 |
Dampak | Infrastruktur tertinggal, kemiskinan struktural, tuntutan federalisme | Kompas (2022) |
INDEF (2021) mencatat bahwa rata-rata dana yang dikembalikan ke Kalimantan dalam bentuk transfer pusat hanya berkisar 20–30% dari total kekayaan yang disetor. Ini artinya, 70–80% kekayaan Kalimantan diambil untuk pembangunan nasional yang terpusat di Jawa dan wilayah barat Indonesia.
Baca Ngayau (1)
Ketimpangan Fiskal Struktural
Ketimpangan fiskal ini telah menimbulkan ketidakadilan struktural yang berkelanjutan. Dalam forum nasional pada 2022, Wakil Gubernur Kalimantan Utara, Dr. Yansen TP, menyatakan bahwa Kalimantan hanya menjadi "sapi perah republik" karena menjadi penyumbang besar APBN tanpa mendapatkan balasan yang adil dari pusat (Kompas, 2022).
Kajian Litbang Kompas (2022) juga menunjukkan bahwa belanja pembangunan per kapita di Kalimantan jauh lebih rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi di Jawa, meskipun Kalimantan adalah daerah penghasil utama sumber daya alam.
Dampaknya terhadap Pembangunan Daerah
Minimnya dana pembangunan berdampak pada infrastruktur dasar yang tertinggal, akses pendidikan dan kesehatan yang tidak merata, serta meningkatnya angka kemiskinan struktural di beberapa wilayah pedalaman Kalimantan.
Ketimpangan ini juga menjadi penyebab utama dari gerakan masyarakat sipil yang menuntut desentralisasi fiskal lebih adil, bahkan federalisme.
Who’s Destroying Borneo’s Forests? The Corporate Takeover of Dayak Lands
Tak syak lagi bahwa Kalimantan adalah tulang punggung ekonomi nasional dari sektor sumber daya alam (SDA) bagi perekonomian Indonesia. Namun, selama lebih dari setengah abad, kekayaan alamnya justru menjadi ironi. Sebagian besar disedot ke pusat, sementara masyarakat lokal hanya menerima sisa-sisa pembangunan.
Kalimantan Timur tercatat menyumbang Rp 50 triliun ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2021. Angka ini berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor sumber daya alam, seperti batubara, minyak dan gas bumi, serta kehutanan. Meski kontribusinya signifikan, dana yang kembali ke daerah ini masih tergolong kecil.
Data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan tahun 2022 menunjukkan bahwa seluruh penerimaan dari sektor-sektor tersebut disetorkan ke kas negara di pusat. 100 persen kekayaan alam yang digali dari bumi Kalimantan disetor tanpa menyisakan sebagian langsung untuk kepentingan daerah penghasil.
Setor 100%, kembali ke Kalimantan 20 hingga 30 persen
Dari total dana yang disetor tersebut, Kalimantan hanya menerima kembali sekitar 20 hingga 30 persen. Menurut kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) tahun 2021, pengembalian itu diberikan melalui skema Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Skema ini bersifat nasional dan tidak sepenuhnya merefleksikan besarnya kontribusi masing-masing daerah.
Ketimpangan antara kontribusi dan alokasi kembali ini menjadi sorotan berbagai kalangan di daerah. Patut diperjuangkan agar pembangunan di Kalimantan lebih merata dan berkeadilan, diperlukan reformulasi sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Selama ini, ketergantungan pada transfer pusat membuat Kalimantan sulit mengejar ketertinggalan infrastruktur dan kualitas layanan dasar, meskipun dari perut buminya negara memperoleh banyak.
Daftar Pustaka
-
DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan). (2022). Laporan Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
-
ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral). (2022). Statistik Batubara Indonesia 2021. Jakarta: Pusdatin ESDM.
-
INDEF. (2021). Keadilan Fiskal dan Ketimpangan Wilayah. Jakarta: Institute for Development of Economics and Finance.
-
Kompas. (2022). 'Yansen TP: Kalimantan Harus Menjadi Tuan di Negeri Sendiri', Harian Kompas, 15 Februari.
-
Litbang Kompas. (2022). Ketimpangan Fiskal Antara Jawa dan Luar Jawa: Evaluasi 20 Tahun Desentralisasi. Jakarta: Harian Kompas.
Reporter: Maximus Numba Sera
Editor: Masri Sareb Putra