Masyarakat Dayak Intu Lingau Tuntut Penghentian Investasi Sawit Nakal

HGU justru digunakan untuk mengelabui masyarakat, Dayak Kutai Barat, Investasi Sawit Nakal, Dayak, plasma menipu, merampas tanah rakyat


Perusahaan Sawit terbukti merampas tanah rakyat. Dok. E.S.

Masyarakat Dayak di Kutai Barat menuntut penghentian investasi sawit nakal yang telah merampas tanah adat mereka. Janji plasma yang dahulu digaungkan, kini terbukti hanya janji-manis saja di mulut, tanpa bukti nyata.
Gelombang protes dari masyarakat adat Dayak di Kutai Barat, Kalimantan Timur, semakin meluas menyusul kekecewaan mendalam terhadap praktik sejumlah perusahaan sawit yang dinilai merugikan masyarakat lokal. 

Janji plasma yang ingkar

Warga mengaku kehilangan lahan pertanian, sementara janji plasma yang semula diharapkan membawa kesejahteraan, tak pernah benar-benar terwujud.

Baca Identitas Dayak di Kalimantan Semakin Menguat : Tinjauan dari Teori Konflik Etnis Donald L. Horowitz

“Sebuah kisah dari Kutai Barat, kita melawan korporat keparat,” ujar Erika Siluq, salah satu tokoh perempuan Dayak, Sabtu (27/7/2025). 

Menurut Siluq, sejak masuknya perusahaan sawit, hutan adat dan lahan pertanian dirampas secara sistematis melalui skema Hak Guna Usaha (HGU) yang meminggirkan hak masyarakat.

Seorang warga Dayak dari Kalimantan Barat menambahkan bahwa HGU telah menjadi jerat hukum yang menyulitkan masyarakat mendapatkan kembali hak atas tanah. 

“Sekali tanah kena HGU, selamanya sulit kembali kepada masyarakat,” ujarnya.

Seruan Perlawanan: “Usir Investor, Pertahankan Tanah”

Di Kampung Lembonah, masyarakat menyatakan bahwa janji-janji plasma hanya menjadi kedok untuk merebut lahan. “Kami warga kampung Lembonah sudah jadi korban. Janji plasma hanya ngibulin saja. Yang kaya cuma pengurus koperasi, bukan masyarakat,” kata salah seorang warga.

Baca Transmigrasi Ditolak di Kalimantan, Lalu?

Pernyataan keras juga datang dari Yayasan Dayak Benuaq Ohong (YDBO). Salah satu perwakilannya mengatakan bahwa hampir semua kampung di Kutai Barat menjadi korban perusahaan sawit. Ia menyerukan agar masyarakat bersatu melawan penguasaan lahan yang dianggap ilegal dan merugikan.

“Semua kampung se-Kutai Barat korban investor sawit nakal. Baiknya bersatu merangi, usir investor sawit, angkat kaki dari Kutai Barat,” tegasnya.

HGU justru digunakan untuk mengelabui masyarakat

Seorang warga lain, JJ, menyampaikan kritik tajam terhadap peran aparat pemerintahan. Menurutnya, skema HGU justru digunakan untuk mengelabui masyarakat adat. 

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah

“HGU itu cara orang-orang yang duduk di pemerintahan mengelabui masyarakat lokal dengan janji plasma. Mereka jual lahan ke perusahaan untuk dapat uang. Yang sengsara masyarakat, karena tidak punya lahan pertanian lagi. Tinggal jadi penonton di tanah sendiri,” kata JJ.

Ia menambahkan bahwa semangat mempertahankan lahan harus dibangkitkan. “Karena lahan yang sudah dimiliki perusahaan sampai kiamat tidak akan kembali lagi ke masyarakat,” ujarnya.

Baca 7 Klasifikasi Sub-Suku Dayak yang Disepakati secara Akademik

Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah terkait tuntutan masyarakat. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan pegiat lingkungan meminta pemerintah meninjau ulang izin-izin HGU dan membuka ruang dialog terbuka untuk penyelesaian konflik agraria secara adil dan transparan.

-- X-5/Tim

LihatTutupKomentar