Membaca Trump: Fragmen, Fakta, dan Fenomena Trumpisme
๐ Jakarta, 07 Juli 2025 — Di tengah era digital dan disrupsi global, nama Donald J. Trump tetap menjadi gema yang tak kunjung padam.
Bukan semata sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat, tetapi sebagai fenomena politik dan budaya global yang terus diperdebatkan. Buku-buku tentang Trump bermunculan silih berganti—namun tidak semuanya layak baca. Satu buku tampil beda: ringkas, tajam, dan menjadi cermin zamannya.
๐ Baca juga FILSAFAT DAYAK Usaha Rasional Memahami Zat Tertinggi, Penduduk Asli, Alam Semesta, dan Budaya Borneo Masa ke Masa
Buku tentang Donald Trump karya Seth Millstein dan Bill Katovsky menyajikan potret Trump lewat kutipan, wawancara, dan suara-suara publik. Bukan biografi biasa, ini adalah refleksi tajam atas gejala sosial-politik bernama Trumpisme.
Bandara, Buku, dan Sebuah Kejutan
Hari itu di Bandara Soekarno-Hatta, saya sama sekali tidak berniat menulis; bahkan membaca pun terasa malas. Sampai akhirnya, di rak Periplus, mata saya tertumbuk pada satu buku impor. Mahalnya bukan main. Judulnya tentang Trump. Saya bukan penggemar. Tapi penasaran. Bagaimana bisa sosok seperti Trump menembus jantung demokrasi Amerika?
Buku ini tipis: 101 halaman saja, berukuran 13 x 20 cm. Ditulis oleh dua jurnalis politik, Seth Millstein dan Bill Katovsky. Namun, di balik bentuknya yang mungil, tersimpan kekuatan besar. Buku ini menyusun potongan suara, kutipan, dan komentar publik yang menghadirkan Trump bukan sebagai orang, tapi sebagai fenomena: Trumpisme.
Apa Itu Trumpisme?
Trumpisme bukan hanya nama. Ia sudah menjelma menjadi isme: keyakinan, ideologi, bahkan gaya hidup. Dalam buku ini, Trump tidak diperlakukan sebagai individu, tapi sebagai simbol:
-
Nasionalisme eksklusif
-
Strategi bisnis tanpa empati
-
Retorika politik yang memecah belah
Contohnya? Dalam menanggapi skandal Presiden Clinton, Trump pernah berkata:
“People would have been more forgiving if he’d had an affair with a really beautiful woman…”
Komentar seperti ini menggambarkan bagaimana Trump mengubah komunikasi politik menjadi seperti obrolan ruang tamu—spontan, kasar, namun efektif.
Kekuasaan dan Kesendirian
Kekuasaan, seperti gunung, tampak menjulang. Tapi tinggi bukanlah soal keunggulan; hanya jarak dari dasar ke puncak. Dan di puncak itulah, seseorang bisa merasa sangat sendiri. Bahkan seorang presiden.
๐ Baca juga Bank Dayak Itu Bernama Credit Union
Trump mencerminkan zaman: zaman gaduh, zaman instan, zaman ilusi kebenaran. Buku ini mengingatkan bahwa demokrasi bukan hanya soal siapa yang pantas memimpin, melainkan siapa yang dipilih. Maka membaca Trump adalah membaca dunia yang memilihnya.
Buku yang Menjadi Peringatan
Buku ini bukan sekadar dokumentasi. Ia adalah peringatan. Seperti kata Samuel Johnson:
“A writer only begins a book. A reader finishes it.”
Membaca Trump adalah menyelesaikan buku yang ditulis oleh zaman gaduh ini. Zaman yang memilih Trump bukan karena ia bijak, tapi karena ia nyaring.
Buku-Buku Lain Tentang Trump
Beberapa buku populer lain tentang atau oleh Trump:
Trump: The Art of the Deal (1987): Menjadikannya ikon bisnis.
-
Trump: Think Like a Billionaire (2004): Campuran motivasi dan mitos.
-
Trump: How to Get Rich (2004): Panduan sukses ala Trump.
-
Trump 101: The Way to Success (2007): 101 butir "kebijaksanaan" praktis versi Trump.
-
Great Again: How to Fix Our Crippled America (2015): Dasar ideologi dan kampanyenya.
Namun, mayoritas buku ini membentuk Trump sebagai mitos—bukan manusia biasa. Refleksi dan kritik nyaris hilang, digantikan narasi keberhasilan dan kultus pribadi.
Dari Roosevelt ke Trump: Refleksi Sejarah
Saya teringat James MacGregor Burns, penulis biografi Roosevelt. Ia menulis bukan untuk mencatat, tapi menafsirkan. Itu perbedaan utama antara buku bermakna dan buku sekadar berisi. Buku tentang Trump ini mungkin bukan mahakarya, tapi ia mengandung kekuatan reflektif.
๐ Baca Sistem Pertanian Sawah Organik Terintegrasi dengan Kerbau pada Suku Dayak Kaharingan dan Lundayeh
Buku, sekecil apa pun, bisa jadi cara dunia memperingatkan. Trumpisme mungkin akan berlalu. Tapi dunia yang melahirkannya bisa datang kembali; dalam rupa baru, dengan suara lebih keras.
Membaca adalah tindakan sadar melawan lupa. Sebab sejarah tidak pernah benar-benar selesai. Ia hanya bersembunyi; menunggu di tikungan.
Jika Anda mencari bacaan pendek tapi menggelitik pikiran tentang politik global hari ini, buku ini layak jadi pilihan. Bukan untuk mengagumi Trump, melainkan untuk memahami dunia yang memungkinkan ia terpilih.
-- Masri Sareb Putra, M.A.