Gua Niah: Proses Pembentukanya dari era Pleistosen hingga Kini

Niah, pembentukan, sejarah, Miri, Batu Niah, Sarawak, Malaysia, Pleistosen, Hotel Wawasan, gletser

 

Sejarah pembentukan gua batu kapur di Borneo umumnya terjadi melalui proses erosi, pengangkatan, pelapukan, dan pelarutan kimia.
Penampakan Gua Niah diambil dengan drone pada Agustus 2024 dari halaman Niah Cave Hotel Wawasan City Inn oleh Arbain Rambei.

BATU NIAH- dayaktoday.com: Sejarah pembentukan gua batu kapur di Borneo umumnya terjadi melalui proses erosi, pengangkatan, pelapukan, dan pelarutan kimia.

Sekitar 1 juta tahun yang lalu (era Pleistosen), bersamaan dengan bagian lain di Borneo, Gua Niah pertama kali muncul dari dasar laut. 

Kemunculan Gua Niah

Kemunculan Gua Niah disebabkan oleh kenaikan atau penurunan permukaan air laut. Pada masa itu, rongga-rongga kecil mulai membesar akibat pelarutan kimia, membentuk stalaktit dan stalagmit yang berasal dari proses resapan dan pengendapan kembali batu kapur asal.

Baca Dayak: Origins and First Use as Indigenous Identity of Borneo

Gua Niah terbentuk di atas batu kapur yang landai dengan dasar yang relatif rata. Atap gua berbentuk sedikit cekung, dengan ketinggian dan lebar yang hampir sama. Lebar dan tinggi Gua Niah sekitar 100 meter. Atapnya yang rata dan cekung menunjukkan adanya lapisan bertingkat. Dinding gua memiliki kemiringan serta berbentuk cembung dan cekung. 

Gua Niah terbentuk di atas batu kapur yang landai dengan dasar yang relatif rata.
Penampakan di dari dalam Gua Niah. Dok. Masri Sareb

Sementara itu, lantai gua tidak rata dan sebagian besar tertutup tanah liat, guano (kotoran kelelawar), serta bongkahan batu kapur besar. Gua utama di Niah umumnya mengikuti pola lapisan batuan dan tersusun sejajar dengannya.

Ciri-ciri bagian dalam Gua Niah terbentuk akibat pelarutan mineral oleh air hujan yang bersifat asam serta adanya struktur batuan yang lemah. 

Pada awalnya, reaksi pelarutan terjadi di sepanjang rekahan dan bagian yang lebih rapuh, menciptakan rongga dan lubang besar di permukaan batuan.

 Proses ini menghasilkan berbagai endapan gua, termasuk formasi yang menyerupai ukiran alami, seperti stalaktit dan stalagmit.

Kondisi Niah periode Pleistosen Tengah hingga Akhir

Ada hipotesis sejarah geologi serta dampaknya terhadap morfologi dan kehidupan di Gua Niah. 

Secara umum, dari periode Pleistosen Tengah hingga Akhir, pergerakan air yang berasal dari pencairan gletser di kutub menyebabkan terbentuknya aliran erosi, yang kemudian membentuk teras di sepanjang garis pantai. 

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam

Alur yang terbentuk di bagian bawah laut saat ini ditengarai merupakan hasil erosi batu kapur. Sekitar 50 meter di atas permukaan laut saat ini, terdapat jejak penurunan permukaan laut akibat proses geologi selama Pleistosen. 

Pada akhir Pleistosen, penurunan tersebut diperkirakan mencapai sekitar 5°, yang kemungkinan dipengaruhi oleh kenaikan ketinggian daratan hingga 1.000 meter.

Kehidupan di Gua Niah dapat ditelusuri sejak zaman Pleistosen. Dahulu, gua ini menjadi tempat tinggal tetap bagi manusia purba. 

Diperkirakan, manusia telah menghuni Gua Niah sejak sekitar 100.000 tahun yang lalu.

Penulis di dalam Gua Niah, dibikin rumah-rumah buat ngaso bagi para pelancong dan peneliti. Di atas langit-langit Gua, terdapat walet-walet yang selama berabad membangun "rumah" juga di situ. Tampak tali-tali dan tiang-tiang bambu dan kayu yang "mengerikan" bagaimana orang-orang Punan dan Iban bertarung nyawa memanjat ke langit-langit mengambil sarang walet. Dokpen.

Gua Niah dan Kontinuitas Populasi Manusia di Asia Tenggara

Manusia modern pertama kali ditemukan di kawasan Gua Niah yang merupakan bagian dari kelompok manusia tertua dan paling cerdas yang pernah ditemukan di Asia Tenggara.

Manusia modern pertama kali ditemukan di kawasan Gua Niah, yang merupakan bagian dari kelompok manusia tertua dan paling cerdas yang pernah ditemukan di Asia Tenggara. Situs arkeologi ini menyimpan bukti bahwa kawasan tersebut telah dihuni selama puluhan ribu tahun, menjadikannya salah satu lokasi kunci dalam studi evolusi manusia di wilayah ini. Temuan di Gua Niah mencakup sisa-sisa manusia yang berasal dari periode Pleistosen hingga Neolitikum, yang memberikan wawasan mendalam tentang kontinuitas dan perubahan populasi manusia di Asia Tenggara.

Sebagian besar teori mengenai populasi Neolitikum di Asia Tenggara mengusulkan bahwa mereka adalah migran dari luar, khususnya dari Taiwan dan wilayah sekitarnya, dalam kerangka hipotesis migrasi Austronesia. Teori ini menyatakan bahwa gelombang migrasi dari utara membawa teknologi pertanian, bahasa, dan budaya yang kemudian menggantikan atau berasimilasi dengan penduduk lokal. Namun, berdasarkan analisis morfologi tulang, Jessica Manser mengemukakan bahwa variasi fisik manusia yang ditemukan di situs Gua Niah tidak menunjukkan perbedaan mencolok antara manusia Neolitikum dan Pleistosen.

Manser mengajukan teori bahwa manusia Neolitikum di Gua Niah mungkin bukanlah migran baru, melainkan kelanjutan dari kelompok yang lebih tua. Hal ini menantang asumsi bahwa populasi Neolitikum di Asia Tenggara berasal dari luar dan membuka kemungkinan bahwa evolusi budaya dan teknologi di kawasan ini lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan lokal daripada oleh migrasi besar-besaran.

Kontribusi Manser dalam memahami praktik pemakaman dan sistem sosial di Gua Niah juga memberikan wawasan baru tentang dinamika sosial masyarakat prasejarah. Dalam penelitiannya, ia menyoroti pentingnya praktik pemakaman di kawasan tersebut, khususnya penguburan di bagian West Mouth Cave. Penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Neolitikum di Gua Niah memiliki sistem sosial yang kompleks, dengan praktik pemakaman yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan mereka.

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam

Studi Manser (2016) menantang pandangan yang menyatakan bahwa pergerakan kelompok Austronesia membawa perubahan mendasar terhadap budaya pertanian di Asia Tenggara. Bukti-bukti dari Gua Niah mengindikasikan bahwa masyarakat prasejarah di wilayah ini mungkin telah memiliki sistem subsistensi dan organisasi sosial yang berkembang secara mandiri, tanpa harus bergantung pada pengaruh migrasi dari luar. Hal ini menegaskan bahwa sejarah manusia di Asia Tenggara jauh lebih kompleks dari yang sebelumnya diperkirakan, dengan kesinambungan budaya dan populasi yang berlangsung selama ribuan tahun.

-- Masri Sareb Putra

Sumber:  Niah Archaeology Museum - Sarawak.

LihatTutupKomentar