Credit Union (CU) dan Watak Orang Dayak : Tumbu oleh Tutup
Bibit kepercayaan (Credit) ada pada gen dan watak Dayak sebagai bawaan. Dok. Rmsp. |
🌍 DAYAK TODAY | JAKARTA: Di rumah panjang. Orang Dayak telah lama mempraktikkan sesuatu yang, dalam bahasa ekonomi modern, disebut gotong royong, mutualisme, keberlanjutan.
Tapi mereka tak pernah merasa perlu memberinya nama. Itu adalah modus essendi sekaligus modus vivendi. Cara-berada sekaligus cara-hidup manusia Dayak sejak "zaman semula jadi" di Gua Niah sejak 40.000 tahun silam.
Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah
Belarasa bukan sekadar cara berada dan cara hidup Dayak, melainkan menyatu dengan rumah panjang. Tak ada seorang pun yang benar-benar sendiri. Yang lebih kuat menanggung yang lemah. Yang lebih dulu mapan membantu yang baru memulai.
Itulah falsafah, yang menurut Acang salah satu pendiri CU Lantang Tipo digambarkan dengan bahasa sederhana: CU itu, saya bantu kamu, kamu bantu saya! (40 Tahun CU Lantang Tipo, 2016, halaman 20 - 23).
CU dan Dayak: Tumbu oleh Tutup
Seperti air sungai yang terus mengalir. Tak pernah bertanya ke mana ia harus menuju, hanya tahu bahwa ia harus mengalir.
Seperti itu Credit Union. Yang datang bertahun-tahun kemudian dengan tabel-tabel pinjaman, suku bunga, dan pembagian dividen, bukanlah sesuatu yang asing dalam tubuh Dayak sebagai komunitas.
Baca The Dayak Bank: The Credit Union (CU) That Drives Financial Literacy for the Dayak People
CU hanya memberi wujud baru pada kebiasaan lama. Menjadikannya lebih sistematis, lebih bisa dihitung. Lebih bisa dipertanggungjawabkan dalam dunia yang semakin gemar meminta bukti angka serta evidence. Padahal watak Dayak sebaliknya: percaya (dulu) baru bukti. Sebab bukti hanyalah ujud dari kepercayaan itu. Orang yang menuntu bukti di awal, kerap karena minimnya kepercayaan.
Inilah tumbu yang akhirnya bertemu tutup. Kecocokan yang sempurna. Sama-sama mengalir. Bagai Kapuas bertemu Laut Natuna. CU dan Dayak bagai sungai dan Natuna itu. Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia dengan panjang sekitar 1.143 km, mengalir dari Pegunungan Müller di pedalaman Kalimantan Barat. Dan berakhir di wilayah pesisir Pontianak sebelum airnya mencapai Laut Natuna yang nirbatas.
Sebab mungkin sejak awal, CU memang telah ada di dalam diri orang Dayak. Hanya saja, ia belum disebut demikian. Sejak berabad-abad lalu, mereka hidup dengan kepercayaan. Mereka memberi tanpa segera menuntut kembali, karena tahu bahwa suatu saat, dengan cara yang mungkin tak terduga, mereka pun akan menerima. Unity, compassion, trust.
Tiga hal yang, jika dicari dalam sejarah mereka, selalu muncul dalam berbagai bentuk.
Baca FILSAFAT DAYAK Usaha Rasional
Di dunia yang sibuk menghitung laba dan rugi, mereka telah lebih dulu memahami sesuatu yang lebih mendasar: bahwa hidup bersama bukan hanya soal bertahan, tetapi juga soal saling menjaga.
Maka CU bukan sekadar lembaga keuangan. Ia adalah ingatan. Ia adalah cara lama yang menemukan bahasa barunya, cara lama yang kembali dalam bentuk yang lebih bisa diterima zaman. Yang berubah hanyalah namanya. Selebihnya, ia tetaplah apa yang sejak dulu mereka yakini.
Orang-orang datang ke kota dengan peluh dan harapan. Mereka meninggalkan kampung dengan langkah-langkah yang berat, sebagian membawa mimpi yang tak selesai, sebagian lain tak benar-benar tahu apa yang mereka cari.
Baca CU Banuri Harapan Kita dan Literasi Keuangan Masyarakat Lokal (Dayak dan Flores)
Di kota, mereka menjadi angka: buruh yang terhimpit upah rendah, petani yang tanahnya tak cukup luas untuk bertahan, pengrajin yang kian terpinggirkan oleh pabrik-pabrik tanpa nama.
Di tanah asal mereka —Borneo, pulau besar yang hijau itu— ada sesuatu yang lain. Sebuah sistem yang tumbuh bukan dari kebijakan pusat, bukan dari birokrasi yang kaku, tetapi dari sesuatu yang lebih sederhana: kepercayaan. Credit Union, atau CU, di sini bukan sekadar lembaga keuangan. Ia adalah cara hidup.
Banyak yang tercatat: CU Pancur Kasih, CU Lantang Tipo, CU Keling Kumang, Daya Lestari, dan CU Tilung Jaya masuk dalam senarai 100 Koperasi terbesar di Indonesia (Muchtar Irsyad, Koperasi Besar Indonesia, 2013).
Baca "Dayak" as a Standardized Term: A Unifying Identity
Angka-angka tumbuh, aset bertambah, jumlah anggota meluas. Tapi angka, seperti biasa, tidak menceritakan seluruhnya. Ia tidak bisa menangkap perasaan seorang ibu yang akhirnya bisa menyekolahkan anaknya. Tidak bisa merekam napas lega seorang petani yang terbebas dari tengkulak. Tidak mencatat debar seorang pengrajin yang bisa membeli alat tenun pertama dari uang simpanannya sendiri.
CU bertahan bukan karena mekanisme ekonomi semata, tetapi karena sesuatu yang lebih tua dari semua itu. Sesuatu yang telah ada dalam diri orang Dayak sebelum angka-angka diperhitungkan.
Dayak dan Sejarah yang Lama
Di Borneo, Dayak adalah first nation. Mereka ada sebelum batas-batas negara dibuat, sebelum garis-garis pemisah ditarik, sebelum kata “penduduk asli” menjadi istilah administratif yang digunakan dalam konferensi. Mereka adalah bagian dari tanah itu sendiri.
Para ahli menyebutkan, Dayak terdiri atas tujuh rumpun besar dengan 405 sub-suku. Istilah "Dayak" sendiri pertama kali muncul dalam laporan Hogendorff, seorang kontroleur Banjarmasin pada 1757.
Baca The Dayak Today: The First Nation of Borneo in All Its Glory!
Dalam monografnya kepada pemerintah Belanda di Nederland, ia menulis kata itu sebagai padanan dari binnenland —“manusia pedalaman”— untuk membedakan mereka dari para pendatang yang hidup di pesisir.
Tapi “pedalaman” adalah kata yang menipu. Ia memberi kesan keterpencilan, seakan-akan yang ada di sana adalah keterbelakangan. Padahal yang ditemukan di dalamnya adalah sesuatu yang lain: kebersamaan yang lebih dalam, ekonomi yang lebih berakar, kepercayaan yang lebih kuat.
Saat ini, populasi Dayak sedunia tidak kurang dari delapan juta jiwa, tersebar di tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Tapi angka itu, seperti semua angka lain, tidak bisa menceritakan sesuatu yang lebih penting: bagaimana mereka tetap menjadi Dayak di tengah zaman yang bergerak ke arah lain.
Unity, Compassion, Trust: Watak yang Menjadi Ekonomi
Di dalam masyarakat Dayak, ada tiga prinsip yang tidak dituliskan di undang-undang, tetapi dihidupi setiap hari: unity, compassion, trust—persatuan, belarasa, dan kepercayaan.
Baca The Quiet Revolution: How Credit Unions (CU) Redefined Prosperity for the Dayak People
Mereka membangun rumah panjang bukan sekadar sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai pernyataan bahwa hidup tidak bisa sendiri. Mereka berburu dan berbagi hasil bukan karena kemurahan hati, tetapi karena kehidupan harus berputar. Mereka menjaga hutan bukan karena wacana konservasi, tetapi karena mereka tahu, tanpa hutan, mereka kehilangan diri mereka sendiri.
Ketika CU datang, ia tidak datang sebagai gagasan baru. Ia datang sebagai sesuatu yang telah ada dalam diri mereka.
- Unity dalam CU berarti setiap anggota bukan sekadar penyimpan uang, tetapi bagian dari sesuatu yang lebih besar.
- Compassion berarti bahwa uang yang dipinjamkan bukan hanya soal bunga dan keuntungan, tetapi soal bagaimana satu orang membantu yang lain.
- Trust berarti sistem ini bekerja bukan berdasarkan kontrak yang kaku, tetapi karena ada keyakinan bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab moral terhadap komunitasnya.
Di Luar Angka-Angka
Irsyad Muctar (2013) mencatat bahwa CU-CU ini masuk dalam senarai koperasi besar.
Angka-angka yang disebutkan mengesankan: jumlah aset, jumlah anggota, tingkat pertumbuhan. Tapi kita tahu, angka-angka selalu gagal menceritakan sesuatu yang lebih dalam.
Baca Credit Union (CU) Lembaga sekaligus Literasi Keuangan Orang Dayak
Mereka tidak bisa menceritakan tentang seorang anak yang bisa sekolah karena ibunya menyimpan uang di CU. Mereka tidak mencatat seorang petani yang akhirnya bisa membeli bibit tanpa harus berhutang kepada tengkulak. Mereka tidak menuliskan kisah seorang pengrajin yang bisa menjaga warisan nenek moyangnya karena ada modal kecil yang membuatnya bertahan.
Dan mungkin itu yang terpenting. Bahwa ekonomi, pada akhirnya, bukan soal angka. Ia soal manusia. Ia soal bagaimana seseorang bertahan tanpa kehilangan dirinya sendiri.
Di tanah Borneo, CU adalah lebih dari sekadar koperasi. Ia adalah perpanjangan dari cara hidup yang telah ada lama sebelum dunia mengenal sistem keuangan modern.
CU adalah sebuah sistem yang, pada akhirnya, bukan hanya tentang uang.
Tetapi CU itu tentang: percaya.
-- Rangkaya Bada