Dayak Menulis "dari dalam": Gnothi Seauton!
Komodifikasi budaya Dayak di Masa lalu. Dayak dalam poster yang djual. Foto: RMSP. |
🌍 DAYAK TODAY | PONTIANAK: Hari ini, Dayak telah mengambil alih kendali atas narasinya.
Di ruang-ruang diskusi, di halaman-halaman jurnal, dan dalam karya-karya sastra, kita menuliskan cerita kita sendiri.
Tak lagi sebagai objek dalam pandangan orang lain, melainkan sebagai subjek yang utuh, kompleks, dan kaya.
Di balik setiap tulisan, tersimpan proses introspeksi: proses menyelami dasar-dasar budaya, adat, dan tradisi yang selama ini terpendam.
Baca Kalimantan adalah Tempat Literasi Indonesia Lahir
Kita menulis untuk menegaskan bahwa keberadaan kita tidak bisa direduksi menjadi satu citra eksotik yang sempit.
Pena kita menjadi alat pemberontakan melawan stereotip, menolak narasi yang telah lama diukir oleh tangan-tangan asing. Setiap huruf yang tertuang, setiap kalimat yang terbentuk, adalah deklarasi bahwa kita tahu siapa kita.
Kita menyusun narasi yang tidak hanya menolak label, tetapi juga merayakan kekayaan warisan leluhur.
Kita belajar, melalui menulis, bahwa identitas itu bukan sesuatu yang diberikan dari luar, melainkan sesuatu yang harus dipelajari, dihargai, dan dibina dari dalam diri.
Melangkah ke Era Baru Narasi
Era di mana Dayak hanya menjadi objek dalam buku-buku antropologi telah berlalu. Kini, di tengah gemuruh kemajuan dan modernisasi, kita menemukan kekuatan dalam kemampuan menulis tentang diri sendiri.
Kantor-kantor, sekolah, dan ruang pertemuan kini menjadi saksi perjalanan transformasi yang telah kita lalui.
Di sanalah, dalam keheningan ruang yang penuh pemikiran, kita menuliskan masa depan yang tak lagi terikat oleh bayang-bayang masa lalu.
Menulis adalah jembatan yang menghubungkan tradisi dengan inovasi. Ia adalah medium yang memungkinkan kita menyuarakan mimpi dan aspirasi, merajut kembali benang sejarah yang sempat terputus oleh arus globalisasi.
Dengan setiap cerita yang kita tulis, kita membuktikan bahwa identitas Dayak tidak hanya sekadar kilasan masa lalu, melainkan juga manifestasi dari semangat juang dan kreativitas yang terus berkembang.
Kita menyadari bahwa setiap kata adalah langkah kecil menuju pemahaman yang lebih besar tentang siapa kita, dan apa arti menjadi Dayak di era modern.
Akhir yang Menjadi Awal
Akhirnya, melalui tulisan, kita menemukan kembali esensi keberadaan kita.
Kita memahami bahwa menulis bukan hanya soal merekam peristiwa, melainkan tentang menciptakan ruang bagi diri kita untuk bermimpi, untuk bertanya, dan untuk menemukan jawaban yang tersembunyi.
Baca FILSAFAT DAYAK
Dalam setiap tinta yang mengalir, terdapat janji bahwa identitas yang sesungguhnya akan selalu bersinar, meski kadang tertutup kabut masa lalu.
Dengan menulis, Dayak tidak hanya mendokumentasikan sejarahnya, tetapi juga merancang masa depan dengan keyakinan bahwa setiap individu memiliki hak untuk mendefinisikan dirinya sendiri.
Seperti seruan kuno Gnothi seauton! —kenalilah dirimu sendiri— kita menantang diri untuk terus mencari, menggali, dan menyusun narasi yang sejati.
Narasi yang tak hanya membentuk citra, melainkan juga membuka mata hati dan memberi arti pada setiap langkah yang kita ambil.
Baca Dayak Writing from Within
Di sinilah, dalam ketulusan kata dan keberanian pena, kita menemukan bahwa menulis tentang diri sendiri adalah bentuk tertinggi dari kebebasan, sebuah pernyataan eksistensi yang tak tergoyahkan.
-- Masri Sareb Putra