Jejak Sejarah dan Tradisi Krayan: Warisan Leluhur yang Wajib Dijaga dan Dipelihara

Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, Lundayeh, Sa’ben, Punan, Perupun, Nan Ba, megalitik, garam Pa'Nado, Long Midang, Pa’Kebuan

Banyak jejak sejarah di Dataran Tinggi Krayan.
Pelangi di Ba' Binuang, Krayan. Kredit gambar: Asie Mikha.

NUNUKAN -  DAYAK TODAYKrayan merupakan daerah yang terletak di perbatasan NKRI dan berbatasan langsung dengan Serawak serta Sabah, Malaysia. 

Secara administratif, kawasan yang disebut "Krayan" terbagi menjadi empat kecamatan:

  • Krayan Induk
  • Krayan Barat
  • Krayan Timur
  • Krayan Selatan

Wilayah Krayan masuk dalam Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Baca Fakta dan Data Arkeologi Bernilai Sejarah yang Penting di Krayan

Kekhasan dan kekayaan Krayan 

Krayan berada di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 900 hingga 1000 mdpl. Karakteristik geografis ini menjadikan daerah ini dikenal sebagai wilayah dataran tinggi. 

Permukiman penduduk sebagian besar berada di lembah-lembah yang dikelilingi bukit, yang tidak hanya menjadi tempat tinggal tetapi juga dimanfaatkan untuk pertanian.

Sungai Krayan nan alami.
Sungai Krayan: urat nadi sarana transportasi, irigasi pertanian organik, dan sumber ikan bagi orang Krayan. Kredit gambar: Derayeh Lingu Tawak Lengilo.

Sistem pertanian di Krayan mengandalkan lahan basah yang banyak ditemukan di daerah ini. 

Selain itu, beberapa komunitas masyarakat juga menerapkan sistem pertanian di lahan kering yang umumnya terletak di lereng bukit.

Peninggalan arkeologi warisan tradisi megalitik

Penduduk Krayan berasal dari kelompok masyarakat Lengilo', Sa’ben, Nan Ba', dan sebagian kecil Punan

Mayoritas penduduk adalah rumpun Lundayeh, yang dalam bahasa luar disebut sebagai "orang hulu," mengacu pada masyarakat yang tinggal di hulu Sungai Krayan.

Dari sisi budaya dan sejarah, Krayan memiliki banyak peninggalan arkeologi unik yang tergolong dalam tradisi megalitik

Baca Long Midang dan Misteri Era Megalitikum

Bukti arkeologi ini masih bertahan hingga tahun 1960-an. Selain itu, Krayan juga dianugerahi sumber daya alam yang melimpah, salah satunya sumber air asin, yang tersebar di berbagai titik di wilayah ini, meskipun tidak semuanya diolah menjadi garam.

Tradisi dan Warisan Budaya Krayan

Di balik keindahan alamnya yang asri, Krayan menyimpan kekayaan tradisi dan warisan budaya yang masih lestari hingga kini. Setiap jejak sejarah dan peninggalan leluhur yang ada bukan sekadar artefak, tetapi juga cerminan nilai-nilai kehidupan, kebersamaan, dan spiritualitas masyarakatnya.

1. Sumber Air Asin dan Garam Krayan

Di tengah lanskap pegunungan yang jauh dari laut, Krayan memiliki keunikan tersendiri: sumber air asin alami yang muncul dari dalam tanah. Beberapa titik mata air asin yang terkenal, seperti Pa'Nado, Long Midang, dan Pa’Kebuan, telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk menghasilkan garam. Proses pengolahan garam dilakukan secara tradisional, diwariskan turun-temurun sebagai bagian dari kearifan lokal. Hasil panennya tidak hanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga disumbangkan untuk kepentingan gereja dan pembangunan desa. Sumber air asin ini menjadi bukti bahwa alam Krayan menyimpan berkah yang berharga bagi kehidupan warganya.

2. Konfrontasi Indonesia – Malaysia

Di balik kedamaian yang kini dirasakan, Krayan menyimpan jejak sejarah yang penuh gejolak. Pada masa konfrontasi Indonesia – Malaysia, wilayah ini menjadi saksi bisu ketegangan antara dua negara serumpun. Konflik yang terjadi kala itu menjadi pengingat bagi generasi muda bahwa perang tidak pernah membawa kebaikan yang sejati. Justru, nilai-nilai musyawarah dan perundinganlah yang mampu menyelesaikan masalah tanpa harus mengorbankan banyak jiwa. Hari ini, peristiwa itu tetap dikenang sebagai pelajaran berharga bagi masyarakat Krayan dan bangsa Indonesia.

3. Rumah Rawir: Simbol Kebersamaan

Di Krayan, rumah bukan hanya sekadar tempat berteduh, tetapi juga ruang untuk mempererat hubungan sosial. Rumah Rawir, atau yang dalam istilah lokal disebut Rumah Kadang, adalah rumah panjang tradisional yang menjadi pusat kehidupan masyarakat. Berbeda dari rumah biasa, rumah ini dibangun untuk dihuni oleh banyak keluarga dalam satu atap yang sama. Arsitekturnya sederhana, tetapi maknanya begitu dalam: rumah ini menjadi simbol kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap sesama. Setiap bilik yang ada bukan sekadar ruang pribadi, tetapi bagian dari kesatuan yang lebih besar, mencerminkan nilai solidaritas yang telah terjalin selama berabad-abad.

4. Batu Narit: Jejak Kreativitas Leluhur

Di beberapa sudut Krayan, terdapat batu-batu besar yang dipahat dengan berbagai simbol unik. Batu Narit, begitu masyarakat setempat menyebutnya, merupakan bukti bahwa leluhur mereka memiliki kreativitas seni yang tinggi. Pahatan pada batu ini menggambarkan beragam bentuk, mulai dari geometris, hewan, senjata, hingga inskripsi yang masih menjadi misteri. Setiap ukiran dipercaya memiliki makna tertentu, mungkin berkaitan dengan keyakinan spiritual, penghormatan kepada leluhur, atau penanda suatu peristiwa penting. Hingga kini, Batu Narit menjadi bagian dari warisan yang terus dijaga, menjadi penghubung antara masa lalu dan masa kini.

5. Perupun: Makam Batu Megalitik

Di tanah Krayan, para leluhur tidak hanya meninggalkan warisan berupa rumah dan seni, tetapi juga tradisi pemakaman yang unik. Perupun adalah situs pemakaman kuno yang menggunakan batu besar berbentuk peti sebagai tempat peristirahatan terakhir. Di dalamnya, ditemukan kerangka manusia yang dikuburkan bersama barang-barang berharga, seperti tempayan batu dan perhiasan logam. Masyarakat percaya bahwa benda-benda ini menjadi bekal bagi arwah dalam perjalanannya ke alam lain. Meski orang yang dimakamkan di Perupun telah lama tiada, masyarakat Krayan tetap menghormati keberadaannya, menjadikannya sebagai bagian dari sejarah yang tak boleh dilupakan.

Baca Warga Adat Krayan Hulu Demo Tuntut Perubahan: Perlu Jalan bukan Makan Siang Gratis

Orang-orang Krayan dalam busana khas pakaian adat. Dok. Rmsp.

6. Patung Buaya (Baye Tana): Simbol Perubahan Makna

Di masa lalu, masyarakat Krayan memiliki tradisi Kayau, atau perburuan kepala, yang erat kaitannya dengan keberanian dan kekuatan. Salah satu peninggalan yang masih berdiri hingga kini adalah Patung Buaya (Baye Tana), yang dahulu dibuat untuk memperingati keberhasilan dalam berburu kepala atau menangkap buaya raksasa. Namun, seiring berjalannya waktu, makna patung ini berubah. Kini, Baye Tana tidak lagi melambangkan kekerasan, melainkan menjadi simbol penghormatan terhadap kemanusiaan, keberanian dalam menghadapi tantangan hidup, serta kebanggaan terhadap sejarah yang telah menjadi bagian dari identitas masyarakat Krayan.

-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar