Adeng, Pejuang Tanah dan Wilayah Adat Terati yang Dibunuh namun Tak Pernah Mati

Adeng, Terati, Jangkang, Sanggau, pejuang, martir, perusahaan, konspirasi, adat, adat, arwahnya menuntut balas,

Adeng, Pejuang Tanah dan Wilayah Adat Terati yang Dibunuh namun Tak Pernah Mati
  • Adeng: korban sekaligus martir para warga Terati yang mempertahankan hak atas tanah warisannya. Dok. Keluarga.

🌍 DAYAK TODAY  |  PONTIANAK: Hutan itu sunyi, tapi ia menyimpan jerit.

Di sana, di antara batang-batang yang diam dan tanah yang basah oleh hujan dan darah, tubuh Adeng ditemukan. Tak bernyawa, tak bersuara—tapi seperti menyisakan sesuatu yang tak bisa dibungkam: sebuah gugatan, sebuah kutukan.

Baca Dayak Jangan Gigit Jari

Adeng bukan sekadar warga Terati. Ia adalah suara yang berdiri di batas antara tanah dan keserakahan, antara hidup dan apa yang disebut sebagai “kemajuan”—yang datang dengan alat berat dan surat-surat yang mengubah akar menjadi angka. Adeng melawan. Dan dalam melawan itulah, ia dilenyapkan.

Tapi orang seperti Adeng tidak mati. Ia dibunuh, ya. Tubuhnya dihilangkan dari peredaran. Tapi nama dan semangatnya kini beredar lebih luas dari sebelumnya. Seperti bau tanah setelah hujan pertama: melekat dan menghidupkan.

Orang-orang bilang, tak ada saksi. Tapi bukankah hutan selalu tahu? Dan langit, dan tanah, dan burung-burung yang terbang sebelum suara tembakan itu terdengar? Tak perlu peluru untuk membunuh seseorang seperti Adeng. Cukup konspirasi. Cukup diam. Cukup kekuasaan yang gemetar melihat seorang Dayak berdiri tanpa takut di hadapan mereka.

Baca Ngayau (1)

Adeng tahu: begitu perusahaan masuk, bahkan tanah pusaka pun bisa diklaim sebagai Hak Guna Usaha. Ia tahu: melawan artinya menghadapi maut. Tapi ia juga tahu: pohon mangga, kalau dipukul, justru berbuah lebih banyak. Dan ia adalah bagian dari pohon itu.

Kini, dari luka yang diciptakan kekuasaan, tumbuhlah buah yang tak bisa mereka cegah: kesadaran. Di rumah-rumah, di ladang-ladang, di dada anak-anak muda, nama Adeng disematkan bukan sebagai korban, tapi sebagai api. Ia hidup di dalam ingatan, dan itu lebih mematikan daripada peluru.

Dan kepada mereka yang membunuhnya—dengan tangan kotor atau dengan surat kuasa—akan ada satu hal yang tak bisa mereka hapus: dosa. Ia akan mengejar mereka seperti anjing lapar. Ia akan meniduri mereka dalam mimpi buruk. Sebab para pembunuh Adeng akan terus disebut, akan terus dipanggil, setidaknya oleh tujuh keturunan Adeng yang menjadi korban. Arwah para pembunuh Adeng tidak akan tenang. Bukan karena dendam, tapi karena tuga pertanggungjawabannya belum selesai.

Baca The Battle for Sacred Forests

Inilah pelajaran paling sunyi tapi paling dalam: membunuh seorang Dayak, bukanlah menghapus. Tapi menanam.
Dan dari tanah tempat darahnya jatuh, sejarah akan tumbuh.

-- Anton Dayak

LihatTutupKomentar