Duri Cinta Kebun Sawit (28) | Duri Sawit yang Mulai Melukai

Novel, roman, cerita bersambung, perusahaan sawit, Maria Magdalena, Janting, Dayak, pemuda, tanah ulayat, mencaplok, Pontianak, Kalimantan Barat,

Duri Sawit yang mulai melukai
Duri Sawit yang mulai melukai by AI.

Setelah rapat berakhir, Magdalena kembali ke kantornya. 

Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara ketikan keyboard dan detak jam yang berdetak perlahan di sudut ruangan, seolah mengingatkannya pada waktu yang terus berjalan. Namun, pikirannya tak bisa lepas dari bayangan Janting. 

Gambaran tentang tangan Janting yang meraba tubuhnya. Bibirnya yang lembut namun penuh gairah, mencium lehernya. Seperti yang mereka lakukan di dunia luar sana, tempat di mana mereka bisa saling mengungkapkan segala hasrat tanpa takut dihukum atau dibatasi.

Baca Duri Cinta Kebun Sawit (27) | Pleasure dan Job yang Saling Silang

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. 

Panggilan masuk dari Janting. Suara Janting terdengar dari ujung telepon, rendah, penuh godaan. "Magdalena," katanya, "kapan kau berhenti main-main? Aku tahu kau ingin datang malam ini."

Magdalena menggigit bibirnya, merasakan hawa panas yang semakin mencekik. 

"Kau tahu aku tak bisa begitu saja meninggalkan kantor, Janting. Ada yang harus diselesaikan." 

"Tapi bukan hanya pekerjaan yang penting, kan?" Janting menggoda, suaranya makin dalam. "Aku menunggumu. Pikirkan itu. Jangan pura-pura tak merasakannya."

Magdalena menutup mata, merasakan aliran hasrat yang mulai memenuhi tubuhnya. Betapa ia ingin menyerah, pergi ke sana sekarang juga, merasakan ciuman Janting yang sudah lama ia rindukan. Tapi ada banyak hal yang harus dipikirkan. 

"Aku akan pergi malam ini," jawabnya, dengan suara yang sedikit gemetar, "Tapi sebelum itu, aku harus pastikan semuanya di sini beres."

Baca Duri Cinta Kebun Sawit (26) | Tupai yang Jatuh ke Tanah

Telepon ditutup. Meski tubuhnya seolah menuntut untuk berlari ke pelukan Janting, Magdalena memutuskan untuk tetap duduk, menarik napas dalam-dalam, dan melanjutkan pekerjaannya. Namun, pikirannya melayang, membayangkan malam yang akan datang: ke rumah Janting, ke tempat di mana mereka bisa melepaskan segala pengekangan.

Malam itu, di rumah Janting…

Magdalena berdiri di depan pintu. Tangannya sedikit gemetar saat mengetuknya. Tak lama, pintu terbuka. Janting berdiri di sana, mengenakan kaos dan celana pendek. Wajahnya memancarkan keinginan yang tak bisa lagi ia sembunyikan. Tanpa kata, Janting menarik Magdalena masuk, dan ciuman pertama yang mereka bagi malam itu adalah ledakan dari gairah yang sudah lama terpendam.

Baca Duri Cinta Kebun Sawit (25) | Sentuhan yang Mengerti

"Tadi pagi kau terlalu sibuk untuk merasakan ini," bisik Janting, menggigit telinganya dengan lembut. Magdalena hanya mendengus, bibirnya bertemu bibir Janting, tangannya mulai meraba tubuhnya dengan keinginan yang semakin tak terkendali.

Magdalena tak bisa lagi menahan dirinya. Api yang membara di tubuhnya sudah tak tertahankan, menuntut untuk dinyalakan. Perlahan mereka bergerak menuju sofa, tubuh Magdalena terbaring di bawah tubuh Janting. 

Ciuman demi ciuman semakin dalam, semakin menggoda. Janting tahu betul bagaimana membuat Magdalena melupakan segalanya—pekerjaan, peran yang harus ia jalani—dan hanya fokus pada apa yang mereka berdua inginkan.

Baca Duri Cinta Kebun Sawit (1) | Tanah dan Belahan

Saat mereka berada di ambang kenikmatan, Magdalena merasa dunia luar tak ada lagi. Hanya ada mereka berdua. Hanya ada tubuh yang saling mencari, mengejar kepuasan yang tak akan pernah habis.

Roman Simbolik: Masri Sareb Putra
(bersambung)

LihatTutupKomentar