Kaya

nilai, kebaikan, algoritma, kemanusiaan, kaya, Living values, kebajikan, empati, kearifan, berbagi

 

Kaya kebaikan dan welas asih kaya sejati.
Kaya kebaikan dan welas asih kaya sejati by AI.

🌍 DAYAK TODAY  |  PONTIANAK:  Ada sesuatu yang mengendap di benak kita, pelan-pelan, tanpa kita sadari. Sebuah narasi yang merembes ke dalam kesadaran, seperti air yang meresap ke tanah setelah hujan malam. 


Demikian narasi pendek yang berkedip di layar kecil, tersaji dalam guliran tanpa henti, di mana satu video menggantikan yang lain, membentuk sebuah lanskap visual yang, alih-alih menawarkan kedalaman, justru menjerumuskan kita ke permukaan yang tipis.


Di sana, orang kaya adalah puncak tertinggi kehidupan. Seorang pria dengan jam tangan yang berkilau, seorang perempuan dengan tas yang harganya cukup untuk membeli sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Mereka bukan sekadar manusia, tapi simbol, ikon yang menjanjikan sesuatu: bahwa kebahagiaan dan makna hidup bermuara pada kepemilikan. Bahwa tanpa itu, seseorang hanyalah bayangan tanpa bentuk, berjalan tanpa jejak.

Dan betapa mudahnya menjadi kaya di dalam dunia yang diciptakan TikTok dan media serupa. Uang tidak lagi tampak sebagai sesuatu yang diperoleh dengan kesabaran dan keringat. Tidak ada kisah tentang proses panjang yang melelahkan, tentang kegagalan yang harus diterima berulang kali, tentang perjalanan yang berliku. Sebaliknya, kekayaan datang dengan cepat, dengan tiba-tiba, seolah hidup hanyalah serangkaian keberuntungan yang bisa ditiru siapa saja, asal tahu triknya.

Maka muncullah berbagai strategi: cara berbicara yang meyakinkan dalam wawancara kerja, cara menyesuaikan diri dengan lingkungan korporat, cara memanfaatkan aset perusahaan seolah itu adalah perpanjangan dari diri sendiri. Seorang influencer berbicara tentang bagaimana menggunakan kartu kredit kantor untuk perjalanan pribadi. Seorang lainnya menunjukkan cara mengelabui sistem agar terlihat lebih produktif dari kenyataannya. Ada semacam persekongkolan diam-diam di antara mereka yang mengerti bagaimana dunia bekerja. Dan di dalam persekongkolan itu, yang bodoh adalah mereka yang tidak tahu caranya.

Namun, apakah kaya hanya tentang harta dan kepemilikan? Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kaya sebagai mempunyai banyak. 

Tetapi, banyak itu tidak selalu tentang uang, properti, atau jabatan. Kaya bisa berarti banyak memiliki kebajikan, empati, dan kearifan. Kaya bukan semata-mata soal duniawi, melainkan juga tentang kedalaman rasa kemanusiaan. Seberapa banyak seseorang berbagi, seberapa dalam ia memahami penderitaan orang lain, seberapa luas cakrawala pikirannya: itulah kekayaan yang sejati.

Tapi ada sesuatu yang lebih sunyi di balik parade kemewahan dan trik instan ini. Sesuatu yang lebih penting, dan karena itu lebih mudah terlupakan. Nilai-nilai. Living values. Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya membentuk kehidupan, bukan hanya mengisinya dengan benda-benda yang bisa dibeli. Mengapa kita hidup? Untuk apa kita bekerja? Apa yang ingin kita tinggalkan setelah tubuh kita kembali ke tanah?

Ironisnya, di dunia yang konon semakin terhubung, pertanyaan-pertanyaan itu justru semakin sulit ditemukan. Ia tenggelam dalam algoritma yang lebih tertarik pada apa yang viral ketimbang apa yang bernilai. Ia tersingkir oleh suara yang lebih keras, lebih cepat, lebih berkilau. Seseorang bisa berjam-jam menghabiskan waktu dalam pusaran video tanpa pernah menemukan satu pun yang bertanya: apakah kau bahagia, sungguh bahagia, atau hanya berpura-pura?

Dan di sinilah letak ironi yang paling menyedihkan. Kita hidup dalam zaman di mana informasi berlimpah, tapi kebijaksanaan semakin langka. Di mana kita bisa mengetahui segalanya tentang cara menjadi kaya, tapi tidak tahu bagaimana menjalani hidup dengan baik. Di mana kesuksesan diukur dari jumlah pengikut dan bukan dari kedalaman pemikiran.

Mungkin ada baiknya sesekali kita berhenti. Menutup layar. Menatap langit. Bertanya pada diri sendiri, bukan pada algoritma. Sebab, di luar sana, di luar dunia yang terus bergulir dalam kecepatan kilat, ada hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menjadi kaya. 

Ada kehidupan yang menunggu untuk dipahami. Bukan hanya dihabiskan.

Jakarta, 02-04-2025

-- Masri Sareb Putra

LihatTutupKomentar