Tahap VII Pemilihan Paus | Ketika Ballot Dibakar Mengepul Fumata Nera dan Fumata Bianca

kardinal, paus, Vatikan, Gereja, Katolik, ballot, Fumata Nera, Fumata Bianca, Kapel Sistina, Habemus papam, Basilika, Santo Petrus, Michelangelo

Tahap VII Pemilihan Paus
Ballot, tiap usai pemungutan suara, dibakar mengepulkan warna bergantung fakta. Repro: Masri Sareb Putra (2007, halaman 96).

🌍 DAYAK TODAY  | JAKARTA: Di Kapel Sistina. Sejarah tidak sekadar dilukis di langit-langit. Sejarah dilangsungkan. 

Di tengah bayang para nabi dan rasul dalam fresko abadi Michelangelo, para Kardinal berkumpul dalam keheningan yang rapat—konklaf, perjumpaan rahasia para pangeran Gereja, yang tak dihadiri siapa pun kecuali Roh Kudus.

Setelah wafat atau pengunduran diri seorang Paus, dimulailah proses ini. 

Sunyi dan penuh tanya. Tak ada tepuk tangan, tak ada pidato. Hanya satu demi satu tangan yang menulis di selembar kartu kecil kalimat yang sama: Eligo in Summum Pontificem —>  Aku memilih sebagai Paus Tertinggi.

Baca Tahap VI Pemilihan Paus | Tiga scrutineers Menghitung Saksama dan Membacakan "Eligo in Summum Pontificem"

Suara-suara itu dikumpulkan. Dihitung. Dirapalkan. Jika belum ada satu nama yang meraih dua pertiga suara—batas yang bukan hanya hitungan, tapi konsensus surgawi—maka surat suara itu dibakar.

Dari tungku kecil yang terpasang sementara di sudut Kapel Sistina, asap pun naik. Warna asap itulah yang memberi tahu dunia: apakah kita masih menunggu, atau sudah tiba.

Fumata Nera — asap hitam: belum ada Paus.
Fumata Bianca — asap putih: Habemus Papam. Kita punya Paus.

Itu saja. Tak ada konferensi pers. Tak ada pengumuman daring. Asap. Simbol purba itu, dalam dunia yang serba digital, tetap berdiri sebagai satu-satunya isyarat awal dari sesuatu yang monumental.

Tradisi ini berakar setidaknya sejak awal abad ke-15. Awalnya, warna asap ditentukan oleh bahan pembakar: jerami basah untuk hitam, kertas kering untuk putih. 

Tapi warna sering ambigu. Dan tafsir tak boleh mengambang dalam urusan setegas ini. 

Maka, sejak tahun 1963, digunakan bahan kimia:

  • Untuk menghasilkan asap hitam bahannya adalah: kalium perklorat, antrasena, dan belerang.

  • Untuk asap putih bahannya adalah: kalium klorat, laktosa, dan damar pinus.

Semua ballot, dibakar. Dalam dan dengan presisi dalam tungku khusus yang hanya muncul sekali setiap Paus wafat, atau mundur. Cerobongnya menjulang keluar dari atap Kapel Sistina, mengabarkan keputusan kepada dunia yang tak diucapkan. 

Dan sejak 2005, bersamaan dengan pembakaran ballot itu, dentang lonceng Basilika Santo Petrus turut bergema setiap asap putih muncul, menghapus keraguan.

Baca Tahap V Pemilihan Paus | Pembagian Ballot (Surat Suara) dalam Sunyi

Ada makna yang lebih dari sekadar ritual. 

Membakar surat suara adalah tindakan simbolik: api mengakhiri sebuah keputusan, menyucikannya, menutup babnya. Dan ketika akhirnya asap putih muncul, ketika suara lonceng menyusul, maka tirai sunyi ditarik terbuka.

Tak lama kemudian, seorang Kardinal senior muncul di balkon. Ia berkata dalam Latin yang telah melintasi abad: Habemus Papam. Dan sesosok tubuh muncul:  seorang manusia, tak lagi hanya Kardinal, kini menjadi Gembala Umat Katolik sedunia.

Momen itu menjadi perayaan dan renungan. Simbol dan kenyataan bertemu. Asap dan tubuh hadir sebagai tanda: dunia telah diberi suara baru, seorang penuntun dalam zaman yang terus berubah.

Baca Baca Tahap IV Pemilihan Paus | Promitto, Voveo ac Iuro - Sumpah Kardinal Mengikat Langit dan Bumi

Dalam dunia yang bergerak cepat dan bising, asap itu tetap lambat, naik pelan-pelan, dan diam. 

Tapi justru dalam keheningan itu, kita tahu: sesuatu yang agung sedang terjadi.

Jakarta, 4 Mei 2025

LihatTutupKomentar