DPR Soroti Dugaan Pelanggaran Lingkungan oleh PT Jui Shin Indonesia, Cornelis Turut Aktif
Dr. (H.C.) Cornelis, M.H., anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat I. Ist.
Komisi XII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Jui Shin Indonesia, menyikapi dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan tersebut.
🌍 DAYAK TODAY | JAKARTA: Rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7), mengungkap serangkaian temuan pelanggaran terhadap dokumen lingkungan oleh perusahaan industri bahan bangunan dan keramik non-bata itu.
Peran Aktif Legislator Kalbar
Dr. (H.C.) Cornelis, M.H., anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat I, tampil aktif dalam rapat tersebut. Sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Cornelis menegaskan bahwa pengawasan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap ketentuan lingkungan tidak boleh dianggap sepele. “Ini bukan hanya urusan dokumen administratif, tapi menyangkut hak hidup masyarakat sekitar dan keberlangsungan lingkungan,” tegasnya dalam forum tersebut.
Cornelis mendorong agar semua perusahaan industri, termasuk PT Jui Shin Indonesia, tidak hanya taat prosedur, tetapi juga transparan dan bertanggung jawab secara moral terhadap aktivitas industrinya. “Jangan sampai Kalimantan, yang dikenal sebagai paru-paru dunia, justru menjadi korban eksploitasi yang tidak beretika,” ujarnya.
Temuan Kegiatan di Luar Dokumen Lingkungan
Dalam laporan hasil pengawasan, diketahui bahwa PT Jui Shin Indonesia menempati lahan seluas 515.309 meter persegi untuk kegiatan produksi bahan bangunan dan keramik. Namun, sejumlah aktivitas ditemukan tidak tercantum dalam dokumen persetujuan lingkungan, antara lain:
-
Pengolahan kayu menjadi serbuk kayu di koordinat N 3°39'49.92“ E 98°42'20.58" yang telah beroperasi sejak 2019, digunakan untuk keperluan internal.
-
Produksi ready mix di lokasi N 3°39'45.93" E 98°42'11.34" sejak 2019.
-
Mesin pembakaran keramik di gudang produk yang berlokasi di N 3°39'42.51" E 98°42'6.80".
-
Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (WWTP II) di N 3°32'04.8" E 98°43'16.8", yang mulai dibangun pada Juli 2024 dan mulai beroperasi pada Januari 2025.
-
Penambahan dua unit peralatan gasifier batubara, yang saat ini dalam tahap commissioning.
Selain itu, pengawasan juga mencatat adanya penambahan peralatan produksi yang tidak tercantum dalam dokumen lingkungan, seperti ball mill, spray dryer, silo, slip storage, polishing line untuk granit, glaze storage, hingga timbangan otomatis.
Kewajiban Pelaporan yang Diabaikan
PT Jui Shin Indonesia juga dinilai lalai dalam menjalankan kewajiban pelaporan lingkungan. Perusahaan tidak menyampaikan Laporan Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) untuk kegiatan industri bahan bangunan dan keramik periode Semester I dan II tahun 2024.
Lebih lanjut, untuk kegiatan gasifier batubara, perusahaan tidak membuat dan tidak melaporkan dokumen UKL-UPL dalam periode yang sama. Komisi XII menyatakan bahwa ketidaksesuaian ini merupakan pelanggaran serius terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
DPR Minta Tindak Tegas
Komisi XII akan merekomendasikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera melakukan investigasi lapangan dan audit menyeluruh terhadap seluruh kegiatan PT Jui Shin Indonesia. DPR juga membuka kemungkinan pemberian sanksi administratif hingga penghentian kegiatan tertentu jika terbukti terjadi pelanggaran berat.
“Kami tidak akan diam melihat perusahaan melakukan kegiatan di luar izin. Semua harus sesuai dokumen lingkungan yang telah disetujui, dan jika ada perluasan, maka wajib diperbarui,” ujar salah satu anggota Komisi XII.
Tuntutan dari Masyarakat Sipil
Sejumlah organisasi lingkungan yang hadir dalam rapat turut menyuarakan keprihatinan. Menurut mereka, kegiatan industri di luar dokumen lingkungan berpotensi mencemari tanah, air, dan udara di kawasan sekitar. "Dampaknya bisa jangka panjang. Bukan hanya kepada ekosistem, tapi juga pada kesehatan warga," ujar perwakilan Koalisi Masyarakat Peduli Lingkungan.
Mereka meminta agar DPR dan KLHK tidak hanya memberikan teguran, tetapi benar-benar memastikan perusahaan melakukan koreksi menyeluruh atas pelanggaran yang telah terjadi.
Klarifikasi Ditunggu
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Jui Shin Indonesia belum memberikan pernyataan resmi atas temuan tersebut. Komisi XII DPR RI memberikan waktu selama 14 hari kerja bagi perusahaan untuk menyampaikan klarifikasi serta rencana perbaikan yang terukur dan berbasis regulasi.
Rapat Dengar Pendapat ini menjadi peringatan serius bagi dunia industri bahwa kelalaian dalam hal lingkungan akan mendapatkan perhatian penuh dari legislatif dan publik. Kalimantan sebagai wilayah strategis dan kaya sumber daya harus dijaga dari praktik-praktik eksploitasi yang merusak dan melanggar hukum.
Editor: Masri Sareb Putra | Kompas.id