Perdagangan dan Migrasi Besi di Austronesia: Jejak di Borneo, Sungai Sarawak, dan Kapuas

Austronesia, Sino-Tibet, Mon-Khmer, linguistik, Adelaar, Blust, Bellwood, Asia Tenggara, Pasifik, besi, Sarawak, Kapuas, teknologi

 

Visualisasi situs arkeologi di Borneo, menampilkan artefak besi Austronesia kuno.
Visualisasi oleh AI situs arkeologi di Borneo, menampilkan artefak besi Austronesia kuno.

JAKARTA - dayaktoday.com:  Sejarah penggunaan besi di dunia Austronesia telah lama menjadi perdebatan ilmiah yang melibatkan berbagai pendekatan, baik dari segi arkeologi maupun linguistik. 

Bukti arkeologis menunjukkan bahwa besi mulai digunakan di wilayah Austronesia tidak lebih awal dari 200-500 SM (Blust, 1997:268).

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam

Namun, data linguistik memberikan indikasi bahwa pengetahuan tentang besi mungkin telah ada jauh sebelum bukti arkeologi pertama muncul (Blust, 1999:76). 

Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah masyarakat Austronesia telah mengenal besi tetapi belum menguasai teknologi pengolahannya? Apakah ada faktor lain yang menyebabkan keterlambatan bukti arkeologis?

Pentingnya Sungai Sarawak dan Sungai Kapuas

Adelaar (2004:12) menegaskan bahwa perbedaan antara pengetahuan tentang besi sebagai bahan material dan keterampilan dalam peleburan atau penempaan besi perlu dipertimbangkan secara hati-hati. 

Keberadaan kata-kata untuk besi dalam berbagai bahasa Austronesia tidak serta-merta menunjukkan bahwa masyarakat tersebut telah mempraktikkan metalurgi secara independen. Sebaliknya, ini dapat menjadi indikasi adanya kontak perdagangan dengan peradaban lain yang telah lebih maju dalam pengolahan besi (Bellwood, 2007:89).

Baca Jessica Manser Menantang Teori Migrasi Austronesia dengan Novelty dan Evidence Neolitikum di Gua Niah

Penyebaran pengetahuan tentang besi juga erat kaitannya dengan dinamika migrasi dan perdagangan pada masa itu. Wilayah barat daya Borneo, yang berada di antara aliran tengah Sungai Sarawak dan Sungai Kapuas, menjadi area yang menarik untuk dikaji karena memiliki bukti interaksi awal dengan besi, baik dalam konteks perdagangan maupun penggunaan seremonial (Hung et al., 2013:27).

Bukti Arkeologis dan Jejak Linguistik Besi dalam Dunia Austronesia

Penelitian arkeologis telah menemukan berbagai artefak besi di wilayah Austronesia, terutama di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. 

Menurut Hung et al. (2017:49), jaringan perdagangan yang berkembang sejak 500 SM memungkinkan pergerakan teknologi besi ke berbagai wilayah, termasuk Borneo, Filipina, dan bahkan pesisir utara Papua. 

Baca Melacak Jejak Pemakaman Prasejarah Gua Niah: Penan atau Ibankah Sang Pewaris?

Di situs-situs arkeologi seperti di Sarawak, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan, ditemukan artefak besi yang menunjukkan bahwa besi telah digunakan dalam aktivitas sehari-hari masyarakat Austronesia, meskipun teknologi pengolahannya mungkin masih bergantung pada komunitas lain yang lebih maju dalam metalurgi.

Dalam aspek linguistik, kata-kata yang merujuk pada besi dalam bahasa-bahasa Austronesia memberikan petunjuk tentang jalur penyebaran dan kemungkinan sumber kontak. 

Blust (1997:270) mencatat bahwa banyak bahasa Austronesia memiliki kata serapan untuk "besi" yang kemungkinan berasal dari bahasa-bahasa non-Austronesia, seperti bahasa-bahasa Mon-Khmer atau Sino-Tibet. Misalnya, istilah untuk besi dalam beberapa bahasa di Borneo mirip dengan istilah dalam bahasa Melayu Kuno, yang menunjukkan adanya hubungan perdagangan yang erat antara masyarakat Austronesia dan pedagang dari Asia Daratan.

Bellwood (1997:202) mengemukakan bahwa persebaran teknologi besi berhubungan erat dengan gelombang migrasi masyarakat Austronesia yang membawa serta berbagai inovasi dari daratan Asia menuju kepulauan Asia Tenggara dan Pasifik. 

Di beberapa wilayah seperti Jawa dan Sumatra, besi kemungkinan diperkenalkan oleh pedagang India dan Tiongkok melalui jalur perdagangan maritim yang berkembang pesat sejak awal milenium pertama SM.

Pengaruh Besi terhadap Struktur Sosial, Ekonomi, dan Budaya Austronesia

Pengenalan dan pemanfaatan besi membawa dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Austronesia. Dari segi ekonomi, penggunaan besi memungkinkan produksi alat-alat pertanian yang lebih efektif, seperti parang dan cangkul, yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas pertanian dan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan sistem pertanian yang lebih maju (Spriggs, 2011:311).

Baca Sejarah Asal usul Dayak Berdasarkan Bukti Arkeologis

Dalam aspek sosial, komunitas yang menguasai teknologi pengolahan besi mendapatkan keuntungan lebih besar dalam perdagangan dan memperoleh status sosial yang lebih tinggi. Di beberapa masyarakat Austronesia, kelompok-kelompok pengrajin besi memiliki peran penting dalam struktur sosial, karena mereka dianggap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berharga bagi komunitas mereka (Hung et al., 2013:33).

Dari perspektif budaya, besi juga mempengaruhi sistem kepercayaan dan mitologi lokal. Di banyak masyarakat Austronesia, besi sering dikaitkan dengan kekuatan magis dan perlindungan. Misalnya, dalam tradisi beberapa kelompok Dayak di Borneo, senjata besi tidak hanya digunakan untuk berburu atau berperang tetapi juga memiliki makna simbolis sebagai lambang status dan perlindungan spiritual (Bellwood, 2007:104).

Selain itu, penyebaran besi juga berkontribusi terhadap munculnya perdagangan jarak jauh yang menghubungkan berbagai komunitas di Asia Tenggara. Jalur perdagangan maritim yang membentang dari pesisir Vietnam, melalui Kepulauan Riau, hingga ke pantai barat Sumatra, memungkinkan distribusi besi yang lebih luas dan mempercepat proses adaptasi teknologi ini dalam berbagai masyarakat Austronesia (Hung et al., 2017:52).

Baca Rekam Jejak Pleistosen di Gua Niah: Dari Manusia Purba ke Masyarakat Dayak

Adaptasi masyarakat Austronesia terhadap teknologi besi menunjukkan kemampuan mereka dalam menyerap dan mengembangkan inovasi yang berasal dari peradaban lain. 

Dengan mengkaji bukti linguistik dan arkeologis, kita dapat memahami bagaimana masyarakat Austronesia mengadopsi teknologi baru. Mereka bukan hanya menerima teknologi tersebut, tetapi juga menyesuaikannya dengan kebutuhan lokal. Proses ini memungkinkan integrasi teknologi ke dalam sistem sosial dan budaya mereka sendiri.

-- Masri Sareb Putra, M.A.


Daftar Pustaka

  • Adelaar, K.A. (2004) 'The coming and going of lexical prefixes in Malayic languages', Borneo and the Homeland of Malay, pp. 1-20.
  • Bellwood, P. (1997) Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Honolulu: University of Hawai’i Press.
  • Bellwood, P. (2007) First migrants: Ancient migration in global perspective. Oxford: Wiley-Blackwell.
  • Blust, R. (1997) 'Subgrouping in the Austronesian languages', Studies in Southeast Asian Languages and Linguistics, 16, pp. 1-73.
  • Blust, R. (1999) 'The linguistic position of Sama-Bajaw', Studies in Philippine Languages and Cultures, 10, pp. 73-114.
  • Hung, H.C., Carson, M.T., Bellwood, P., Campos, F.Z., Piper, P.J., Dizon, E.Z. and Chi, Z. (2013) 'The first settlement of Remote Oceania: The Philippines to the Marianas', Antiquity, 87(335), pp. 29-44.
  • Hung, H.C., Bellwood, P., Carson, M.T., Oxenham, M., Piper, P.J., Dizon, E.Z., and Chi, Z. (2017) 'Neolithic migration into the Pacific', Proceedings of the National Academy of Sciences, 114(8), pp. 1811-1816.
  • Spriggs, M. (2011) 'Archaeology and the Austronesian expansion: Where are we now?', Antiquity, 85(328), pp. 310-326.
LihatTutupKomentar