Prof. Usop | Ensiklopedia Profesor Dayak (1)

Usop, pakat Dayak, Rektor, Belawang, identitas Dayak, akademisi Dayak, Palangka Raya, profesor, intelektual Dayak, Universitas Palangka Raya, UPR
Salah satu mahakarya Prof. Usop adalah buku Pakat Dayak
Prof. Usop. Sumber gambar: Antara.

Preambul:
Gnothi Seauton (γνῶθι σεαυτόν) adalah frasa dalam bahasa Yunani kuno yang artinya "Kenalilah dirimu sendiri." 

Frasa ini memiliki makna filosofis dan telah menjadi aforisme terkenal. Asal usulnya terkait dengan budaya Yunani kuno, dan frasa ini terkenal karena ukiran di pintu masuk kuil Dewi Apollo di Delfi, Yunani.

Kuil di Delfi adalah tempat yang dianggap sebagai tempat pemujaan kepada Apollo, dewa pengetahuan dan kebijaksanaan. Di pintu masuk kuil ini, terdapat prasasti yang mengandung frasa "Gnothi Seauton," yang diatribusikan kepada Apollo sendiri sebagai ajaran atau petunjuk.

Makna dari "Gnothi Seauton" adalah seruan untuk refleksi diri dan pemahaman diri. Frasa ini menyiratkan pentingnya mengenali kelemahan, kekuatan, dan karakteristik pribadi untuk mencapai kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Pemahaman diri dianggap sebagai langkah awal menuju kehidupan yang lebih bermakna dan seimbang.

Konsep "Gnothi Seauton" juga dapat ditemui dalam banyak ajaran filsafat Yunani, terutama di antara pemikir-pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Mereka menekankan pentingnya introspeksi dan pengetahuan diri sebagai dasar untuk mencapai kehidupan yang baik dan bijak.

Bahkan orang Dayak sendiri, dengan 7 stamenras (rumpun besar), 405 subsuku, dengan populasi tidak kurang dari 8 juta sedunia, tidak semua mengenal para profesornya.

Untuk itulah portal media dan informasi tercinta kita ini, meminta Masri Sareb Putra, M.A., yang dikenal sebagai etnolog Dayak, melakukan riset terkait profesor-profesor Dayak sepanjang sejarah. Masri menemukan setidaknya ada 40 profesor Dayak, termasuk yang tahun 2023 dikukuhkan 3 orang guru-besar di Universitas Palangka Raya (UPR), Kalimantan Tengah. Dua profesor terkini Dayak adalah Bunau (Untan, 2024) dan Ndan Imang (Unmul, 2025).

Para profesor Dayak itu datang dari berbagai rumpun ilmu. Ikuti profilnya di laman ini. 


Pegiat literasi, akademisi, budayawan, dan wartawan tentu mengenal sosok berkepribadian teguh ini: Prof. Usop. Ia bukan sekadar seorang akademisi, tetapi juga pemikir yang telah berkontribusi besar dalam memperjuangkan eksistensi dan identitas Dayak di ranah intelektual dan sosial.

Profesor Dayak dari Belawang

Nama lengkapnya adalah Prof. Kena Muhammad Aini Usop, M.A. Pada masanya, gelar Drs. dan M.A. sudah cukup untuk meraih jabatan profesor. Kini, seseorang harus menempuh jenjang S-3 untuk mencapainya. Meski demikian, kompetensi dan kontribusi Prof. Usop dalam dunia akademik tidak terbantahkan.

Baca Promotion of Professor at Universitas Tanjungpura: Eusabinus Bunau Officially Becomes a Professor

Lahir di Belawang, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Usop dikenal sebagai budayawan, cendekiawan, dan akademisi yang telah mencurahkan hidupnya untuk kemajuan pendidikan dan budaya Dayak. Ia menjabat sebagai Rektor Universitas Palangka Raya selama dua periode (1981-1988), sebuah pencapaian yang menegaskan peran strategisnya dalam dunia pendidikan tinggi di Kalimantan.

Keberadaan perguruan tinggi yang dikelola oleh orang Dayak sangat penting. Tanpa itu, mustahil bagi orang Dayak mencapai jenjang akademik tertinggi sebagai guru besar atau profesor. Masalah politicking di perguruan tinggi bukan rahasia lagi —siapa yang masuk dalam lingkaran rektor, biasanya lebih mudah meraih jabatan akademik tertinggi. 

Baca Perdagangan dan Migrasi Besi di Austronesia: Jejak di Borneo, Sungai Sarawak, dan Kapuas

Oleh sebab itu, penting bagi orang Dayak memiliki lebih banyak perguruan tinggi yang mereka kelola sendiri. Dengan demikian, generasi intelektual Dayak dapat berkembang tanpa harus bergantung pada sistem yang sering kali tidak berpihak pada mereka.

Pakat Dayak: Karya dan Gagasan

Salah satu mahakarya Prof. Usop adalah buku Pakat Dayak, yang menjadi jendela untuk memahami Perjanjian Damai Tumbang Anoi 1894 di Kalimantan Tengah. Buku ini tidak hanya berisi dokumentasi sejarah, tetapi juga merefleksikan bagaimana orang Dayak membangun konsensus dan persatuan di tengah keberagaman sub-suku dan tantangan zaman.

Salah satu karya terbaik Prof. Usop, Pakat Dayak.
Salah satu karya terbaik Prof. Usop, Pakat Dayak.

Konsep "Pakat Dayak" bukan sekadar slogan, melainkan mencerminkan kebulatan pikiran, pandangan, dan langkah menuju tujuan bersama. Ia juga menjadi simbol pencerahan dan kebangkitan kembali kebudayaan Dayak (cultural revival). Gagasan ini menegaskan bahwa kebudayaan bukan sesuatu yang statis, tetapi terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman.

Baca Menjadi Dayak di Era Modern

Buku ini merangkai peristiwa sejarah, peran tokoh-tokoh penting, serta implikasi Perjanjian Damai Tumbang Anoi. Dengan demikian, pembaca dapat memahami bagaimana "Pakat Dayak" menjadi landasan bagi kesepakatan, kerukunan, dan persatuan masyarakat Dayak. Prof. Usop tidak hanya menulis, tetapi juga berperan aktif dalam berbagai forum akademik untuk menyebarkan pemikirannya tentang pentingnya kesadaran sejarah bagi kemajuan Dayak.

Keahliannya di bidang sejarah, adat, dan budaya Dayak menjadikan Usop seorang profesor yang dihormati. Ia sering diminta menjadi dosen tamu dan penguji sidang doktoral di berbagai universitas. Dedikasinya begitu besar hingga ia menghembuskan napas terakhir setelah perjalanan panjang Palangka Raya–Malang untuk menguji sidang doktor. Semangatnya yang pantang menyerah menjadi warisan berharga bagi generasi intelektual Dayak.

Munsyi, Penulis, dan Akademikus

Usop bukan sekadar akademisi, tetapi juga seorang munsyi dan penulis yang mendokumentasikan kebudayaan Dayak dengan mendalam. Ia memahami bahwa tulisan adalah cara terbaik untuk mengabadikan sejarah, adat, dan kearifan lokal agar tidak hilang ditelan zaman. Buku-bukunya tidak hanya informatif, tetapi juga membawa pembaca ke dalam pengalaman imersif yang memperkaya pemahaman tentang sejarah dan budaya Dayak.

Melalui tulisannya, Usop menjembatani generasi muda Dayak dengan akar budaya mereka. Ia menyadari bahwa tanpa literasi dan dokumentasi, generasi mendatang akan kehilangan identitasnya. Oleh karena itu, ia terus menulis dan membimbing banyak akademisi muda untuk melakukan penelitian dan publikasi tentang Dayak.

Konsep Pakat Dayak yang diperkenalkannya bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga menjadi kerangka interaksi dan integrasi, di mana identitas Dayak terus berkembang dalam proses pembangunan dan kebudayaan. Ia meyakini bahwa orang Dayak harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri mereka.

Cultural Revival dan Identitas Dayak

Dalam Seminar Internasional Kebudayaan Dayak di Pontianak pada 26-28 November 1992, Usop menjadi narasumber kunci. Ia turut andil dalam menyepakati penggunaan istilah "Dayak" sebagai nomenklatur bagi penduduk asli Borneo. Keputusan ini bukan sekadar masalah linguistik, tetapi juga merupakan langkah penting dalam mengokohkan identitas Dayak di tingkat nasional dan internasional.

Baca Melacak Jejak Pemakaman Prasejarah Gua Niah: Penan atau Ibankah Sang Pewaris?

Seminar tersebut menjadi wadah penting bagi para pakar untuk membahas isu-isu budaya Dayak. Profesor Usop berkontribusi dalam pengembangan pemahaman tentang identitas Dayak dan upaya pelestariannya. Ia menegaskan bahwa identitas budaya bukan sesuatu yang harus dipertentangkan dengan modernitas, melainkan harus dikelola dengan bijaksana agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.

Kesepakatan terkait istilah "Dayak" menunjukkan pentingnya konsistensi dalam penggunaan nomenklatur. Ini mencerminkan peran Usop dalam memberikan wawasan yang berharga tentang kebudayaan Dayak. Dengan pemikirannya yang visioner, ia telah membantu membentuk fondasi intelektual yang kuat bagi orang Dayak untuk terus berkembang di berbagai bidang.

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah

Aktivitas intelektualnya yang luas menegaskan pengaruhnya di dunia akademik. Banyaknya panggilan sebagai ahli dan narasumber mencerminkan pengakuan atas kontribusinya dalam memperkaya pemahaman tentang masyarakat Dayak. 

Tak syak lagi menyebutkan bahwa Usop adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan, menghubungkan generasi lama dengan generasi muda melalui gagasan dan warisan intelektualnya.

Kisah hidup Prof. Usop adalah cerminan dedikasi seorang akademisi sejati yang berkanjang dalam bidangnya. Ia adalah teladan bagi generasi intelektual Dayak masa kini dan mendatang. 

Perjuangan Prof. Usop mengangkat martabat budaya dan pendidikan Dayak akan terus dikenang. Tindakan serta legasinya menjadi inspirasi bagi siapa saja manusia Dayak yang ingin melanjutkan perjuangannya.

-- Masri Sareb Putra

LihatTutupKomentar