Asap Isyarat dari Kapel Sistina

fumata nera,fumata bianca , konklaf, paus, kardinal, cerobong, Kapel Sistina, Habemus Papam, kalium perklorat, anthracene, dan sulfur, Petrus
Dua warna asap itu: fumata nera dan fumata bianca
Asap  Isyarat dari Kapel Sistina ilustrasi by AI.

 

🌍 DAYAK TODAY  | JAKARTA: Tradisi asap hitam dan asap putih dari cerobong Kapel Sistina di Vatikan mungkin terdengar kuno, namun justru inilah simbol modernitas dalam balutan ritus lama Gereja Katolik. 

Dua warna asap itu: fumata nera dan fumata bianca menjadi penanda bagi lebih dari satu miliar umat Katolik sedunia: apakah para kardinal telah berhasil memilih Paus baru, atau belum.

Awal Asal Isyarat Langit

Praktik membakar kertas suara pemilihan Paus sudah berlangsung sejak berabad silam. Namun, fungsi komunikatif dari asap itu baru menemukan bentuknya pada awal abad ke-20. 

Dalam konklaf tahun 1903, yang melahirkan Paus Pius X, pembakaran kertas suara mulai dikaitkan dengan isyarat visual. Tapi belum ada aturan baku tentang warna asap.

Baca Tahap VII Pemilihan Paus | Ketika Ballot Dibakar Mengepul Fumata Nera dan Fumata Bianca

Barulah pada konklaf 1914, saat Paus Benediktus XV terpilih, asap hitam (tanda belum ada Paus) dan asap putih (tanda Paus telah terpilih) mulai dibedakan secara lebih formal. Namun praktik itu masih jauh dari sempurna. Tak jarang asap tampak abu-abu, membuat ribuan pasang mata yang menanti di Lapangan Santo Petrus kebingungan.

Cerobong dan Kapel yang Bersaksi

Cerobong logam di atap Kapel Sistina secara khusus digunakan pertama kali pada konklaf 1939, ketika Paus Pius XII terpilih. Sejak itu, sistem ini menjadi bagian tetap dari setiap pemilihan Paus. 

Di dalam kapel yang dindingnya dihiasi mahakarya Michelangelo, para kardinal memberikan suara di bawah penggambaran Penghakiman Terakhir—sebuah ironi dan peringatan visual yang kuat.

Baca Papabili

Di luar kapel, dunia menunggu. Asap menjadi satu-satunya pesan yang melintasi tembok tertutup konklaf hingga akhirnya pintu balkon dibuka, dan pengumuman “Habemus Papam” menggema.

Kimiawi Sakral

Demi mengakhiri kekacauan visual yang kerap terjadi, sejak 1963 Vatikan mulai mencampur bahan kimia untuk memperjelas warna asap. Kombinasi kalium perklorat, anthracene, dan sulfur menghasilkan asap hitam yang pekat. Campuran kalium klorat, laktosa, dan resin pinus menghasilkan asap putih yang terang dan bersih.

Modernisasi berlanjut. Sejak konklaf tahun 2005 yang memilih Paus Benediktus XVI, bunyi lonceng Basilika Santo Petrus ditambahkan sebagai penegas visual bahwa Paus telah terpilih. Bunyi lonceng itu menyapu keraguan dan menandai akhir penantian.

Simbol di Era Global

Asap bukan sekadar asap. Ia adalah lambang keterbukaan dalam ritus rahasia. Dalam dunia yang haus kepastian instan, asap dari Kapel Sistina mengingatkan bahwa pemimpin tertinggi Gereja lahir dari perenungan panjang, doa yang sunyi, dan suara-suara yang dibisikkan dalam diam.

Baca Mungkinkah Paus dari Timur?

Ketika asap putih akhirnya membumbung, dunia diam sejenak. Ribuan kamera mengarah ke balkon. 

Lonceng berdentang. Dan tak lama kemudian, seorang sososk berjubah putih muncul dan melambaikan tangan—tanda bahwa tongkat estafet Petrus telah diteruskan.

-- Masri Sareb Putra

LihatTutupKomentar