Filsafat Dayak Komprehensif, Buku Pertama di Bidangnya Diluncurkan di Sekadau

Dayak, filsafat, Institut Teknologi Keling Kumang, ITKK, Filsafat Dayak Komprehensif, filsafat barat,

Dr. Patricia Ganing
Dr. Patricia Ganing memukul gong 7 kali tanda peluncuran dan bedah buku Filsafat Dayak Komprehensif.

🌍 DAYAK TODAY  | SEKADAU:  Dayak Research Center (DRC), salah satu dari tiga pusat studi di Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK), meluncurkan buku Filsafat Dayak Komprehensif di Lupung Coffee, Kampus ITKK, Sekadau, Kalimantan Barat, Selasa (20/5/2025). 

Buku ini diklaim sebagai karya pertama yang secara sistematis dan mendalam membahas tujuh cabang filsafat khas masyarakat Dayak.

Buku filsafat Dayak pertama

“Ini buku pertama di bidangnya, benar-benar Filsafat Dayak Komprehensif karena membahas tujuh cabang filsafat khas Dayak,” kata Masri Sareb Putra, M.A., Direktur DRC sekaligus moderator bedah buku. Ia menambahkan, buku setebal lebih dari 350 halaman ini menyajikan cara berpikir filosofis Dayak sebagai cara hidup, cara berada, dan cara memahami dunia.

Baca Calon CEO Keling Kumang Ditempa Keterampilan Menulis di Rumah Panjang

Peluncuran buku diawali sambutan dan peresmian oleh Rektor ITKK, Dr. Setefanus Masiun. Acara dilanjutkan dengan pemukulan gong 7 kali oleh Dr. Patricia Ganing, salah satu penulis asal Malaysia, sebagai simbol peluncuran resmi.

Bedah buku berlangsung dalam suasana hangat dan terbuka, dihadiri oleh tokoh masyarakat Sekadau, dosen dan mahasiswa ITKK, serta kalangan cendekiawan dari Sekadau dan sekitarnya. 

Dalam pemaparannya, Dr. Louis Ringah Kanyan, salah satu penulis, menjelaskan isi buku dari pendekatan semiotika dan memperkenalkan tujuh cabang filsafat formal yang diangkat, yakni: sejarah filsafat, ontologi, kosmologi, etika, estetika, etnonumerologi (logika khas Dayak), dan epistemologi. 

Baca "Dayak" as a Standardized Term: A Unifying Identity

Masing-masing cabang dibahas dalam konteks kearifan lokal, praktik budaya, serta relasi orang Dayak dengan alam semesta dan sesama.

Tiga penanggap utama turut memberi catatan kritis, yaitu Dr. Urbanus, Munaldus, M.A., dan Dr. Andang Binawan. Sementara itu, Alexander Mering dan Albertus Imas, M.A., turut mengimbuhi paparan dari sisi historis dan antropologis. Salah satu penulis lain, Prof. Tiwi Etika dari Palangka Raya, tidak dapat hadir, namun kontribusinya tetap disampaikan dalam diskusi.

Topik Ngayau, SDA, dan ciri Dayak 

Sesi tanya jawab memunculkan diskusi hangat, salah satunya mengenai ngayau. Para peserta sepakat bahwa ngayau tidak semata-mata dipahami sebagai tindakan historis berupa praktik memenggal kepala, sebagaimana sering disalahartikan dalam wacana umum. Sebaliknya, ngayau diposisikan sebagai simbol dan manifestasi kekuatan serta kedigdayaan orang Dayak dalam menghadapi tantangan zaman.

Dayak: Klasifikasi Kelompok Etnis Dayak Menurut Para Pakar

Diskusi berkembang menunjukkan bahwa makna ngayau telah berevolusi dari masa ke masa. Dari yang dulunya bermakna konotatif dan identik dengan peperangan fisik, kini ngayau ditafsirkan secara positif sebagai semangat untuk memerangi keterbelakangan, ketertinggalan, dan kemiskinan. Dalam konteks kekinian, ngayau dimaknai sebagai energi perjuangan menuju kemajuan, pendidikan, serta keberdayaan ekonomi dan sosial.

Ngayau hari ini adalah keberanian kami melawan kebodohan dan kemiskinan. Kami bangga dikenal sebagai suku pengayau,” ujar salah satu peserta, yang kemudian diamini secara luas oleh forum diskusi.

Dalam kerangka filsafat Dayak yang dibahas dalam buku tersebut, ngayau juga dikaitkan dengan cara orang Dayak memperoleh pengetahuan, membangun relasi sosial, dan menegakkan martabat dalam dinamika perubahan zaman—termasuk menghadapi krisis sumber daya alam (SDA) yang melanda banyak wilayah adat.

Dalam kerangka filsafat, ngayau dipahami sebagai cara Dayak memperoleh pengetahuan, membangun relasi sosial, dan menghadapi perubahan zaman—termasuk dinamika dan krisis sumber daya alam (SDA)—yang dalam bahasa akademis disebut stabilitas populi.

Orisinal, menggali kekayaan kedalaman filsafat dari dalam

Musa Narang, Ketua Yayasan Pendidikan Keling Kumang (YPKK), badan penyelenggara Institut Teknologi Keling Kumang, menekankan pentingnya langkah awal ini sebagai tonggak penggalian filsafat Dayak dari dalam, oleh orang Dayak sendiri.

“Ini awal ideal bagaimana orang Dayak menggali khazanah dan filsafat ilmu dari dalam. Kajian dan publikasi ini selain orisinal, juga mencerahkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, selama ini kajian tentang Dayak lebih banyak ditulis oleh pihak luar, sehingga peluncuran buku Filsafat Dayak Komprehensif menjadi contoh konkret bahwa masyarakat Dayak mampu memproduksi pengetahuan sendiri secara reflektif dan sistematis.

Baca Korupsi Pertamina Tembus Rp 900 Triliun, Cornelis dan DPR-RI Komisi XII Manas : SKK Migas Ke Mana Saja?

Musa Narang juga berharap ke depan semakin banyak generasi muda Dayak yang terlibat aktif dalam studi kritis dan mendalam tentang kearifan lokal, terutama dalam bidang filsafat, budaya, dan nilai-nilai hidup orang Dayak. “Anak-anak muda Dayak perlu terus menggali dan memahami kekayaan filsafat Dayak sebagai warisan yang hidup, bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dihidupi dan dikembangkan,” tandasnya.

Menurut panitia, buku ini dapat menjadi rujukan awal penting dalam pengembangan kajian filsafat lokal berbasis kearifan masyarakat adat. Sebelumnya, belum ada publikasi akademik yang secara komprehensif menyusun filsafat Dayak dalam kerangka sistematis dan formal.

7 penulis Dayak berkolaborasi

Buku Filsafat Dayak Komprehensif merupakan hasil kolaborasi pemikiran dari tujuh penulis lintas bidang yang mendedikasikan diri dalam penggalian filsafat Dayak secara serius dan multidisipliner.

Baca Calon CEO Keling Kumang Ditempa Keterampilan Menulis di Rumah Panjang

Prof. Tiwi Etika, Ph.D., yang menyelesaikan studi filsafatnya di India, memimpin tim ini dengan perspektif filsafat Dayak yang mendalam dan otentik. 

Dr. Louis Ringah Kanyan menghadirkan pendekatan semiotika untuk mengurai tanda, simbol, dan makna dalam praktik budaya Dayak. 

Dr. Patricia anak Ganing memperkuat dimensi kebahasaan dan simbolik, mengungkap lapisan-lapisan makna tersembunyi dalam narasi, mantra, dan ekspresi adat Dayak. 

Masri Sareb Putra memberi latar belakang dan perbandingan filsafat Barat, hermeneutika, dan kajian media untuk menjembatani dialog antara filsafat lokal dan global, serta memahami wacana Dayak dalam konteks kontemporer.

Baca  Dayak  

Kontribusi penting juga diberikan oleh Dr. Wilson anak Ayub, yang menganalisis relasi sosial dan perubahan dalam masyarakat Dayak, menggambarkan dinamika komunitas yang terus bertransformasi tanpa kehilangan akar kulturalnya. 

Albertus Imas, M.A. menambahkan kedalaman melalui kajian etno-linguistik, menjelaskan bagaimana bahasa menjadi cerminan struktur berpikir dan nilai-nilai filosofis masyarakat Dayak. 

Adapun Alexander Mering, S.H. menjangkarkan refleksi filsafat Dayak ke era digital, menelaah bagaimana identitas dan pemikiran Dayak mengalami artikulasi ulang melalui media baru. 

Bersama-sama, para penulis ini merumuskan kerangka filsafat Dayak yang tidak hanya merefleksikan warisan leluhur, tetapi juga menjawab tantangan zaman dengan keberanian intelektual dan belarasa budaya.

X-5/dayak today.com

LihatTutupKomentar