Prof. Agus Pakpahan dan Koperasi : Ketika yang Besar Belajar Belarasa dan Jujur dari yang Kecil
Penandatanganan MoU P rof. Agus Pakpahan dengan Dr. Stefanus Masiun, Rektor Institut Teknologi Keling Kumang. Kredit foto: Adil Bertus AS. |
🌍 DAYAK TODAY | SEKADAU: Ada sesuatu yang merunduk namun mengguncang dalam nada Prof. Agus Pakpahan saat bicara tentang koperasi. Seakan-akan ia sedang menabur benih di tanah yang lama diabaikan.
Saya mengenalnya lewat Petrus Gunarso, Ph.D. “Mas Piet,” sahabat yang membawa saya dekat pada sosok Rektor Universitas Ikopin ini. Prof. Agus Pakpahan seorang ilmuwan seperti padi: kian berisi, kian menunduk.
Saat mengedit bukunya tentang koperasi dan Credit Union, yang akan diluncurkan pada Hari Koperasi 12 Juli 2025 nanti, saya menemukan bukan sekadar teks, melainkan nyala harapan: bahwa koperasi bukan nostalgia, melainkan jalan hidup.
Baca Kepercayaan adalah Modal Dasar Credit Union
Dalam obrolan kami, nama Mohammad Hatta kerap hadir. Bukan sebagai kutipan di buku sejarah, tapi sebagai darah yang masih mengalir di nadinya.
“Koperasi itu bukan sekadar bertahan,” katanya suatu petang, suaranya pelan namun mengandung daya, “Koperasi itu hidup. Bernapas bersama mereka yang percaya.”
Prof. Agus menantang dogma bahwa koperasi adalah impian usang. Ia meyakini: akar rumput bisa menjulang menjadi pohon yang kokoh.
Saya, dalam peran kecil yang terasa besar, menjadi jembatan antara Agus dan Gerakan Keling Kumang di Kalimantan Barat.
Credit Union Keling Kumang (CUKK), dengan 230.000 jiwa yang saling menggenggam, adalah perwujudan dari visi Agus: ekonomi yang lahir dari belarasa, bukan dari dinginnya mekanisme pasar.
CUKK bukan sekadar angka dan aset. Lebih dari itu, ia kisah tentang pertumbuhan ekonomi yang berwajah manusia: tentang martabat, partisipasi, dan kedaulatan atas masa depan sendiri.
Baca Credit Union (CU) Lembaga sekaligus Literasi Keuangan Orang Dayak
Pada 19 hingga 21 Juni 2025, Agus melangkah ke Sintang dan Sekadau. Ke ranah Keling Kumang yang disebut "Buah Main". Bukan sebagai pengamat, melainkan sebagai peziarah. Ia menemukan telaga di padang yang sebelumnya dianggap gersang.
Penandatanganan MoU dengan Dr. Stefanus Masiun, Rektor Institut Teknologi Keling Kumang, bukan sekadar administrasi. Lebih dari itu, menjadi ikatan yang meneguhkan sesuatu yang lebih luhur dari sekadar kesepakatan.
Bagi Agus, kunjungan itu adalah penemuan kembali. Bahwa koperasi bisa menjadi jantung yang berdetak di tengah masyarakat.
Dalam opininya pada 22 Juni 2025, Agus menulis dengan nada kagum bercampur tantangan:
“CUKK, dengan aset Rp 2,2 triliun dan lebih dari 230.000 anggota, bukan sekadar simpan-pinjam. Lembaga keuangan non-bank ini adalah institut pendidikan, toko komunitas dengan 20.000 item, dan agrowisata berbasis desa. Semua dimodali dan dimiliki warga lokal.”
Prof. Agus bukan hanya bermimpi. Ia mulai membawa model ini ke Jawa Barat. Sekaligus membalik arah pembangunan yang memaksa rakyat tunduk pada kebijakan, menjadi kebijakan yang belajar dari rakyat.
Baca Dayak: Suku Bangsa Jujur dan Tepercaya
Sintang dan Sekadau, baginya, telah memberi Indonesia cetak biru: pembangunan yang berakar, berdaulat, dan bertahan karena kekuatannya sendiri.
Temuan Agus adalah preposisi yang sederhana namun mengiris:
Ekonomi yang dimiliki, dikelola, dan diperjuangkan sendiri.
Di Keling Kumang, ia melihat koperasi itu hidup. Dalam tangan petani yang menanam untuk komunitas, langkah ibu-ibu yang tertib menjaga toko komunitas, dan mimpi anak muda yang menyala di institut teknologi.
Baca Credit Union (CU) dan Watak Orang Dayak : Tumbu oleh Tutup
Ekonomi kerakyatan, Prof. Agus laḥaqqul-yaqīn, bukan turun dari langit kebijakan. Tapi tumbuh dari tanah yang disentuh oleh tangan-tangan yang berbela rasa dan hati yang saling percaya.
Dan di sana, dalam kebersamaan yang rapuh namun teguh, Agus menemukan martabat.
Sesuatu yang, barangkali, lebih abadi daripada angka-angka. Martabat dan kedaulatan ekonomi di tangan anggota. Itulah model yang Prof. Agus sejak lama idam-idamkan. Bukan hanya untuk wilayah timur Kalimantan Barat, tetapi juga untuk Jawa Barat.
Dan untuk Indonesia tercinta!
-- Masri Sareb Putra