Moratorium Transmigrasi: Teras Narang Dorong Evaluasi Total demi Keadilan Sosial di Kalimantan

Dayak dan keadilan sosial, moratorium Transmigrasi, Transmigrasi banyak negatifnya, Dayak menilak Transmigrasi, Transmigrasi bentuk imperialisme baru

Moratorium Transmigrasi: Program Transmigrasi ditolak rakyat Kalimantan sebab terbukti menciptakan ketidakadilan dan berpotensi memicu konflik sosial. Fb ATN.

Dr. Agustin Teras Narang S.H., menegaskan kembali pentingnya moratorium program transmigrasi ke Pulau Kalimantan. 

Gubernur Kalimantan Tengah (2005 - 2015) menilai kebijakan transmigrasi selama ini telah menimbulkan ketimpangan sosial dan kecemburuan antara masyarakat lokal dan transmigran, serta mengabaikan prinsip keadilan sosial yang dijamin konstitusi.

Dalam sebuah pernyataan yang beredar di grup WhatsApp "Dayak Tolak Transmigrasi", Teras Narang mengungkapkan, moratorium transmigrasi semestinya bukan sekadar jeda administratif, tetapi momentum untuk evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aspek kebijakan, baik dari sisi hukum, sosial, maupun lingkungan.

Baca Alasan Penduduk Asli Kalimantan Menolak Keras Program Transmigrasi: 10 Keburukan Banding 1 Kebaikan

“Saya pernah memberlakukan moratorium transmigrasi saat menjabat Gubernur Kalteng periode 2005–2015,” ungkap Teras. “Tujuannya jelas, agar ada waktu untuk mengevaluasi, mengkaji ulang, dan mencari solusi terhadap berbagai persoalan transmigrasi yang berdampak pada masyarakat lokal.”


Kesenjangan Sosial dan Ketimpangan Akses

Menurut Teras Narang, salah satu problem mendasar dalam program transmigrasi adalah ketimpangan akses terhadap legalitas lahan. Masyarakat lokal yang telah menguasai tanah secara turun-temurun sering kali tidak mendapat pengakuan hukum yang sah. Sementara itu, para transmigran justru memperoleh dukungan negara, termasuk percepatan sertifikasi tanah.

“Kondisi ini menimbulkan sentimen bahwa negara berpihak kepada pendatang,” jelasnya. “Program transmigrasi menjadi simbol ketidakadilan, karena masyarakat adat kerap kesulitan mengakses legalitas tanah leluhur mereka.”

Baca Aliansi Ormas Landak Tolak Transmigrasi, Desak Pelibatan Masyarakat Adat dalam RPJMN 2025–2029

Ia menekankan bahwa transmigrasi bukanlah program yang keliru secara prinsip. Justru, pada awalnya, transmigrasi dimaksudkan sebagai solusi pemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Namun, menurutnya, pelaksanaannya selama ini jauh dari harapan karena buruknya pengelolaan serta absennya pendekatan berbasis keadilan dan pemberdayaan masyarakat.

Prinsip 4-K: Ukuran Evaluasi Transmigrasi

Teras Narang mendorong agar evaluasi transmigrasi berbasis pada prinsip 4K, yaitu Keadilan, Kepastian, Kemanfaatan, dan Kesejahteraan. Evaluasi ini penting untuk menilai apakah program transmigrasi benar-benar berdampak positif bagi kedua belah pihak—masyarakat lokal dan transmigran.

“Revitalisasi perlu dilakukan untuk memperbaiki distribusi keadilan. Bukan hanya soal lahan, tetapi juga hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya,” ujarnya.

Teras Narang juga mengusulkan adanya kebijakan afirmatif berupa pembangunan sosial khusus bagi komunitas lokal yang terdampak langsung program transmigrasi. Pengakuan hak atas tanah adat serta kemudahan sertifikasi bagi masyarakat lokal menjadi agenda mendesak yang tidak bisa ditunda.

Menjaga NKRI Melalui Integrasi Sosial

Menurut politisi senior dari Partai Demokrat ini, jika tidak ditangani dengan hati-hati, ketegangan sosial antara masyarakat lokal dan transmigran bisa mengarah pada konflik horizontal yang berkepanjangan. Sebaliknya, jika kebijakan transmigrasi dibenahi dengan pendekatan multidemensi, maka program ini justru bisa menjadi sarana memperkuat integrasi sosial dan kesatuan bangsa.

“Kita harus memastikan bahwa transmigrasi tidak melahirkan segregasi sosial, tetapi integrasi yang bermartabat. NKRI harus kita jaga, bukan hanya secara fisik, tetapi secara sosial dan budaya,” tegasnya.

Teras juga mengapresiasi kesadaran politik dan keberanian masyarakat adat Dayak dalam menyuarakan aspirasi secara terbuka. Ia menyerukan agar aspirasi itu disampaikan dengan mengedepankan kearifan lokal dan semangat huma betang, sebuah filosofi hidup orang Dayak yang menekankan kebersamaan dalam keberagaman.

Ajakan untuk Bersatu

Di akhir pernyataannya, Teras Narang mengajak semua pihak, baik masyarakat lokal, pemerintah, maupun para pemangku kepentingan lainnya—untuk bersama-sama mencari solusi dan memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah

“Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” pungkasnya, menutup pernyataan yang kini viral di kalangan aktivis masyarakat adat dan pemerhati kebijakan publik di Kalimantan.

-- Rangkaya Bada
Dari: laman Fb Dr. Agustin Teras Narang

LihatTutupKomentar