Pengelolaan Koperasi: Belajar Jujur dari Credit Union
Koperasi berbasis komunitas seperti Credit Union (CU) berkembang pesat di kalangan masyarakat Dayak. Ilustrasi by AI. |
🌍 DAYAK TODAY | JAKARTA : Struktur ekonomi nasional Indonesia ditandai oleh ketimpangan distribusi aset dan kekayaan yang mencolok.
Kacamata-kuda ala Pareto menunjukkan bahwa 20% populasi menguasai sekitar 80% sumber daya ekonomi.
Di tengah realitas ini, koperasi sebagai institusi ekonomi rakyat menghadapi tantangan besar, terutama yang dikendalikan oleh pemerintah. Namun, koperasi berbasis komunitas seperti Credit Union (CU) berkembang pesat di kalangan masyarakat Dayak.
Baca Dominasi Konglomerasi dan Kegagalan Koperasi
Bagaimana sebenarnya potret ketimpangan ekonomi nasional, peran koperasi, serta dinamika pertumbuhan CU dalam masyarakat Dayak, dengan menyoroti hubungan antara koperasi, keadilan ekonomi, dan kesempatan berusaha.
Ketimpangan ekonomi dan total aset yang beredar
Total aset dan uang beredar dalam perekonomian Indonesia mencerminkan konsentrasi kekayaan yang tinggi.
Menurut Priasmoro dkk. (1994), konglomerasi ekonomi di Indonesia lebih banyak dikendalikan oleh segelintir kelompok elit.
Baca Dominasi Konglomerasi dan Kegagalan Koperasi
Model ekonomi yang berkembang cenderung memperkuat posisi kapitalisme patronase, di mana koneksi politik lebih menentukan keberhasilan usaha dibandingkan mekanisme pasar yang sehat.
Rachbini (1995) menyoroti bagaimana utang pembangunan memperburuk kondisi ketimpangan karena sebagian besar dana hanya dinikmati oleh elite ekonomi.
Pareto dalam ekonomi Indonesia
Distribusi ekonomi Indonesia menunjukkan pola yang sesuai dengan prinsip Pareto, di mana sekitar 20% populasi menguasai 80% total aset ekonomi nasional. Hal ini didukung oleh data dari berbagai studi, yang menunjukkan bahwa sektor usaha besar dan konglomerasi menguasai sebagian besar perbankan, pertambangan, dan industri strategis.
Akibatnya, akses terhadap modal dan peluang ekonomi bagi usaha kecil dan menengah (UMKM) semakin terbatas, memperlebar kesenjangan sosial-ekonomi.
Koperasi: antara idealitas dan realitas
Secara historis, koperasi di Indonesia diharapkan menjadi pilar ekonomi rakyat. Namun, koperasi yang dikelola oleh negara, seperti Koperasi Unit Desa (KUD) dan koperasi top-down lainnya, mengalami kegagalan akibat berbagai faktor:
Birokratisasi yang tinggi – Pengelolaan koperasi oleh negara sering kali tidak fleksibel dan kurang responsif terhadap kebutuhan anggotanya.
Kurangnya akuntabilitas – Banyak koperasi yang dikelola secara tidak transparan dan cenderung menjadi alat kepentingan kelompok tertentu.
Minimnya partisipasi anggota – Model koperasi top-down menghilangkan rasa kepemilikan anggota, sehingga mereka lebih bersikap pasif dan skeptis terhadap koperasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Subangun (1995) dalam konsep "Kapitalisme Gotong Royong", koperasi seharusnya berjalan secara demokratis dengan kepemimpinan yang berbasis pada kemandirian anggota, bukan intervensi negara.
Credit Union: model Koperasi yang berhasil di masyarakat Dayak
Berbeda dengan koperasi konvensional, Credit Union (CU) justru berkembang pesat di masyarakat Dayak. Pertumbuhan CU di komunitas ini didorong oleh beberapa faktor utama:
Kepemilikan dan Partisipasi Anggota – CU berbasis pada kepercayaan dan solidaritas komunitas, di mana setiap anggota memiliki suara yang sama dalam pengambilan keputusan.
Manajemen yang Transparan – Tidak seperti koperasi pemerintah, CU menerapkan sistem akuntabilitas yang ketat dengan keterlibatan aktif anggota dalam pengawasan.
Akses terhadap Modal bagi Masyarakat Marginal – CU menyediakan pinjaman berbunga rendah bagi anggotanya tanpa ketergantungan pada institusi keuangan besar.
Pendidikan Keuangan bagi Anggota – CU berperan dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat Dayak, membantu mereka dalam pengelolaan keuangan yang lebih baik.
Keberhasilan CU mencerminkan bahwa koperasi berbasis komunitas, dengan model yang transparan dan partisipatif, lebih berkelanjutan dibandingkan koperasi yang dikelola secara sentralistik oleh negara.
Ketimpangan ekonomi di Indonesia serta peran Credit Union dalam komunitas Dayak
Koperasi yang sejati berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai keadilan ekonomi.
Dalam konteks masyarakat Dayak, CU tidak hanya berperan sebagai lembaga simpan pinjam, tetapi juga sebagai wahana untuk memberdayakan ekonomi berbasis komunitas.
Baca Koperasi dan Konglomerasi di Indonesia: Lagu Lama yang Masih Tetap Sumbang
Dengan memberikan akses terhadap modal usaha, CU mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Kesempatan berusaha menjadi aspek krusial dalam perekonomian yang adil. Melalui CU, masyarakat Dayak punya akses ke modal tanpa harus bergantung pada lembaga keuangan konvensional yang sering kali memiliki persyaratan berat.
Dengan adanya dukungan modal dari CU, banyak anggota yang mampu mengembangkan usaha di sektor pertanian, perdagangan, dan kerajinan lokal, yang secara langsung berkontribusi pada ekonomi berbasis komunitas.
CU juga memperkuat aspek sosial dengan menanamkan nilai gotong royong dan belarasa dalam perekonomian.
Keanggotaan yang berbasis komunitas menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif, di mana tidak ada pihak yang mendominasi secara berlebihan.
Dengan demikian, CU menjadi model koperasi yang berhasil dalam menerapkan keadilan ekonomi sekaligus menciptakan kesempatan berusaha yang lebih luas bagi masyarakat Dayak.
Struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh segelintir elite yang menguasai sebagian besar aset nasional, memperkuat prinsip Pareto 80/20.
Koperasi, sebagai alat pemberdayaan ekonomi rakyat, menghadapi tantangan serius ketika dikelola secara birokratis oleh negara. Namun, model koperasi berbasis komunitas seperti Credit Union telah membuktikan keberhasilannya di masyarakat Dayak, berkat prinsip partisipatif, transparansi, dan kepemilikan anggota.
Lebih dari sekadar lembaga keuangan, CU di masyarakat Dayak telah menjadi katalisator bagi keadilan ekonomi dan kesempatan berusaha.
Dengan sistem yang berbasis pada gotong royong, CU berhasil menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih adil dan mandiri. Sistem ini seharusnya menjadi model bagi koperasi lainnya di Indonesia.
Penguatan koperasi di Indonesia harus berorientasi pada kemandirian dan partisipasi anggota. Koperasi tidak boleh hanya menjadi instrumen kebijakan ekonomi yang dikendalikan oleh pemerintah.
-- Masri Sareb Putra, M.A.
Referensi
Meliala, Adrianus (Penyunting). 1993. Praktik Bisnis Curang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Priasmoro, dkk. (editor). 1994. Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Jakarta: Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia (LPSI).
Rachbini, Didik. 1995. Risiko Pembangunan yang Dibimbing Utang. Jakarta: PT Grasindo.
Subangun, Emanuel. 1995. Kapitalisme Gotong Royong. Yogyakarta: CRI Alocita.