Agama Asli Suku Dayak dari Sisi Akademik
Agama Asli Suku Dayak ditinjau dari sisi Akademik. Matius Mardani. |
🌍 DAYAK TODAY | SANGGAU: Dua peneliti, penulis, dan akademisi Dayak kolaborasi: bersama-sama dan sama-sama menulis buku yang topiknya masih menjadi terra incognita. Bahkan kerap menjadi "bahan perbantahan" terutama terkait dengan terminologi: apa, dan di mana perbedaannya, antara "asli" dan "asal"? Di mana duduk perkara serta demarkasi antara asli dan bukan-asli? Di mana perbedaan antara agama dan kepercayaaan?
Baca Dayak, Gua, dan Konsep Kosmologinya
Namun, kedua peneliti --dalam kajian teori identitas etnik dan agama-- menemukan bahwa yang menjadi penanda utama dalam menentukan keaslian suatu kelompok budaya, karena agama mencerminkan sistem nilai, kosmologi, serta praktik hidup yang diwariskan lintas generasi.
Secara historis, masyarakat Dayak di Borneo memiliki sistem kepercayaan yang khas dan menyatu dengan cara hidup mereka, yaitu Kaharingan.
Kaharingan bukan hanya soal spiritualitas, tetapi juga meresap dalam setiap aspek kehidupan: dari pertanian ladang, sistem hukum adat, pengobatan tradisional, hingga seni ritual.
Dalam kerangka akademik, khususnya dalam antropologi dan etnologi, sebuah identitas asli ditandai oleh kontinuitas historis, keutuhan sistem nilai, dan keterkaitan dengan lingkungan alam serta struktur sosial.
Baca Gua dalam Kosmologi Manusia Dayak: Ritual dan Penyatuan dengan Alam
Maka Kaharingan memenuhi seluruh elemen ini sebagai agama asli yang lahir, tumbuh, dan diwariskan di tengah masyarakat Dayak tanpa pengaruh dominan dari luar.
Penguatan Argumen dan Konvergensi Penanda Identitas
Sejak masa pra-kolonial hingga kini, banyak perubahan terjadi dalam struktur sosial Dayak, termasuk konversi agama akibat misi kolonial, negara, atau modernisasi. Namun, identitas terdalam yang tidak lekang oleh zaman tetap berakar pada Kaharingan.
Dalam ritual Tiwah, upacara kematian, hingga hukum adat yang dijalankan oleh para Basir, terdapat narasi kosmologis dan filosofis Kaharingan yang tak tergantikan.
Sementara sebagian masyarakat Dayak kini menganut agama-agama dunia (Kristen, Katolik, Islam), aspek spiritualitas, adat istiadat, dan relasi dengan alam dalam Kaharingan tetap menjadi rujukan utama dalam memahami siapa itu “Dayak Asli”.
Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah: Ini Bukti Ilmiah Uji-karbon 40.000 Tahun Silam
Secara akademik, apabila ditilik dari metode etnografi, pendekatan genealogis, dan studi perbandingan agama-agama lokal, terlihat jelas bahwa Kaharingan adalah benih kultural dan spiritual yang membentuk identitas ke-Dayak-an itu sendiri.
Agama asli (autohton) Dayak
Buku ini mengerucut pada satu kesimpulan penting: berdasarkan ciri-ciri kultural, historis, dan kriteria akademik yang dapat diverifikasi, yang disebut "Asli Dayak" adalah mereka yang masih memeluk dan mempraktikkan Kaharingan—baik secara formal sebagai agama maupun secara informal dalam adat, ritual, dan pandangan hidup. Ini bukan untuk mengeksklusi mereka yang telah berpindah keyakinan, tetapi untuk menegaskan bahwa dalam ranah akademik dan studi identitas, ada akar yang tak terbantahkan yang membedakan mana yang otentik dan mana yang hasil akulturasi.
Buku ini menjelaskannya dengan terang benderang, bahwa penganut Kaharingan adalah cermin paling murni dari identitas asli Dayak—sebuah warisan spiritual dan budaya yang lestari sejak zaman leluhur.
Agama asli (autohton) Dayak telah mengalami proses perubahan dan perkembangan sepanjang sejarah, terutama setelah masuknya pengaruh eksternal dari agama-agama Samawi dan Hindu-Buddha (allohton).
Baca Ngayau (1)
Dalam proses tersebut terjadi adaptasi (adapt) dan adopsi (adopt) unsur-unsur ajaran baru, yang kemudian melahirkan bentuk perpaduan unik dalam wujud Hindu Kaharingan. Agama ini mengintegrasikan ajaran Hindu dengan nilai-nilai tradisional Dayak.
Perlu dicatat bahwa integrasi Kaharingan-Hindu bukanlah integrasi ajaran atau kepercayaan, melainkan integrasi pada tataran lembaga keagamaannya saja, agar Kaharingan memiliki payung hukum sebagai agama yang diakui negara dan dapat menerima pelayanan keagamaan dari pemerintah.
Kedua ajaran tetap berjalan sesuai aslinya di komunitas masing-masing. Ini penting: umat Hindu ibadah di pura dan umat Kaharingan ibadah di balai basarah. Meskipun ada pengaruh luar, inti kepercayaan asli Dayak—seperti relasi harmonis dengan alam dan penghormatan terhadap leluhur—tetap dijaga.
Kitab Panaturan hadir sebagai dokumentasi nilai-nilai spiritual tersebut dan menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Baca Dayak, Gua, dan Konsep Kosmologinya
Agama asli (autohton) ini tidak hanya berfungsi sebagai warisan sejarah, tetapi juga sebagai sistem nilai yang relevan bagi kehidupan modern. Ia menawarkan perspektif etis dan spiritual yang dapat memberikan arah dalam dunia yang semakin global dan terhubung. Nilai-nilai lokal yang terkandung dalam ajaran ini membuka ruang refleksi tentang cara manusia memaknai hidup, merawat relasi dengan sesama, dan menghargai kebijaksanaan leluhur dalam menghadapi kompleksitas zaman.
Dalam konteks tantangan global seperti krisis iklim dan kerusakan lingkungan, agama asli (autohton) Dayak memberi inspirasi untuk membangun kesadaran ekologis dan spiritual yang lebih dalam. Prinsip keseimbangan, keharmonisan, dan penghormatan terhadap alam dapat menjadi dasar dalam menciptakan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan demikian, agama asli (autohton) Dayak bukan sekadar peninggalan budaya, tetapi juga fondasi bagi masa depan yang lebih bermakna dan manusiawi.
Data buku
Ukuran/dimensi : 15 x 23 cmTebal buku : xi + 201 halaman
Kertas isi: book paper 60 gram
Kertas Sampul: AK 210 gram
ISBN: ISBN 786026 381583 Harga: rp 100.000.
Penerbit: Lembaga Literasi Dayak
Tahun: April 2025
Kategori: Agama/antropologi/kebudayaan/ sistem kepercayaan
-- Fidelis Saputra, S.Pd.