Balot (Surat Suara) Pemilihan Paus yang Dibisikkan Roh Kudus

kardinal, Konklaf, paus, Extra omnes, Gregorius X, eligo, Summum Pontificem, salib, Kapel Sistina, Roma, um clavis, basilika, lonceng, asap, kapel

Surat suara pemilihan paus.
Balot (Surat Suara) Pemilihan Paus yang dibisikkan Roh Kudus. Ilustrasi: Masri.


🌍
 DAYAK TODAY  | JAKARTA: Sebilah pintu berat tertutup pelan, dengan derit yang terdengar seperti sisa-sisa waktu yang runtuh. Lalu terkunci. 

Bunyi kerik terdengar sebentar karena besi bertemu besi. 

Sunyi jatuh seperti kabut malam. Tak ada suara. Tak ada jalan kembali.

Baca Mungkinkah Paus dari Timur?

Kemudian terdengar dua kata Latin, dilafalkan seperti vonis dari kedalaman zaman:
“Extra omnes.”
Semua keluar.

Dengan itu, batas pun ditarik. Dunia disingkirkan. Waktu diluruhkan. Selebihnya adalah ruang dan jiwa. Para kardinal (kini 122 kardinal papabili) terasing dari segalanya, kecuali dari satu pertanyaan abadi: Siapa yang akan memikul salib yang tertinggi, paling sepi, dan paling berat itu?

Konklaf

Patah kata ini terdengar anggun, tetapi ia membawa aroma zaman kuno dan ketegangan yang tak bisa ditebus. Dari bahasa Latin: cum clavis: dengan kunci. 

Tapi sesungguhnya, kunci itu bukan hanya menggembok pintu kayu Kapel Sistina. Ia menggembok jiwa: menahan nafsu kuasa, membekukan ambisi, membungkam suara dunia, hingga yang terdengar hanya getar paling halus dari nurani.

Sejak 1274, ketika Gregorius X jemu oleh kelambanan para kardinal dan tekanan para raja. Atas nama Gereja, ia memutuskan bahwa suara Tuhan tak bisa dicampur dengan bisik penguasa. 

Maka diputuskan: para kardinal harus dikurung, ya dengan konklaf itu! Bukan sebagai tahanan, tetapi sebagai pencari. Bukan untuk dikekang, tetapi agar mereka tak kabur dari satu-satunya suara yang penting.

Eligo in Summum Pontificem

Pada 12 Maret 1622, Gregorius XV (Decet Romanum Pontificem) mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa pemilihan harus dilakukan dengan surat suara rahasia (ballot). Ia mengizinkan kardinal untuk mengikuti salah satu dari tiga bentuk pemilihan:

➤ Scrutinium (pemungutan suara rahasia)
➤ Compromissum (kompromi), atau
 Quasi-inspiratio (sebagai-bisikan hati)

Baca Mengenal 3 Cara Kardinal Memilih Paus

Dalam ruangan yang dilukis dengan penghakiman dan keselamatan, para kardinal duduk. Mereka tahu: setiap nama yang ditulis bukan hanya pilihan, tapi pertaruhan sejarah. Mereka bukan hanya memilih seorang Paus: mereka menyentuh takdir dunia.

Dan betapa ironis:
Yang mereka cari adalah pemimpin tertinggi di bumi ini. Tapi cara mencarinya adalah dengan menghilang dari bumi.

Satu demi satu, mereka menulis nama pada selembar kertas kecil.


"Eligo in Summum Pontificem." 

Aku memilih sebagai Paus tertinggi.
Sebuah kalimat pendek. Tetapi beratnya bisa menumpuk langit.

Dan di sanalah misteri memuncak. Karena dalam konklaf, suara Tuhan dicari lewat suara manusia—yang bisa keliru, bisa terhasut, bisa takut. Maka seluruh prosesi ini seperti berjalan di atas benang tipis, di antara kehendak dan kekeliruan, antara ilham dan ilusi.

Asap hitam mengepul. Dunia menunggu. Tak ada nama.
Asap hitam lagi. Waktu terus berjalan. Tekanan menebal. Hati mulai goyah.
Lalu... putih.
Asap putih.
Langit Roma berteriak. Lonceng basilika berdentang. Manusia bersorak.

Tapi di dalam sana para kardinal tidak bersorak. Mereka hanya menunduk. Mereka tahu: yang mereka lahirkan bukan mahkota, tapi salib.

Karena menjadi Paus bukan soal kemenangan. Tapi penyaliban. Ia bukan takhta, tapi altar. Ia bukan kejayaan, tapi penghabisan.

Dan sejarah akan bertanya, dalam waktu yang tak pernah selesai:
Apakah yang terpilih benar-benar mendengar Tuhan,
atau hanya mendengar dirinya sendiri yang dibisikkan kembali oleh ketakutan?

Konklaf bukanlah ritual. Ia adalah remuk redam

Konklaf bukan pintu yang benar-benar tertutup. Tapi dunia yang berhenti sejenak untuk bertanya: Masihkah langit bicara kepada manusia?

Atau kini manusia hanya bicara pada gema dirinya sendiri
dan menyebutnya… Tuhan?

Dan jawabannya, jika datang, hanya akan terdengar dalam keheningan yang paling dalam… 

Dan dalam nama yang pelan-pelan akan kita kenali. Sebagai awal penanda dari zaman yang baru. 

Balot (Surat Suara)  yang Dibisikkan Roh Kudus

Hatinurani adalah bisikan kudus. Gereja, juga para kardinal waktu konklaf, percaya itu!

Para kardinal tahu. Suara mereka tak lebih dari secuil dari suara ilahi. Dalam sunyi itu, mereka menulis nama yang akan memimpin gereja, bukan berdasarkan keinginan pribadi, tetapi berdasarkan panggilan yang mereka rasa—pangkal segala hal yang tak tampak oleh mata dunia, tetapi dirasakan dengan kedalaman jiwa.

Baca Statistik Balot dan Hari Pemilihan Paus Seabad Terakhir

Hatinurani ini bukan sekadar dorongan moral atau pilihan pribadi, tapi semacam ritual batin yang membimbing mereka. Mereka tidak hanya memilih seorang Paus—mereka mendengarkan dalam diam, menantikan jawaban dari dalam, dan merasakan kehadiran yang tidak tampak di sekitar mereka. Itulah keyakinan mereka. Ini adalah keyakinan dalam bisikan yang tak dapat disangkal.

Di balik kunci yang mengunci, dalam kesunyian yang mendalam, mereka mencari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka. Sesuatu yang hanya bisa didengar oleh jiwa yang siap untuk tunduk—sesuatu yang hanya bisa diterima oleh mereka yang percaya bahwa Hatinurani adalah suara yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.

Apakah itu sebuah kepercayaan, ataukah keheningan yang dipenuhi dengan harapan? Entah. Tetapi dalam konklaf, para kardinal percaya bahwa hanya dengan mendengarkan suara batin mereka, Tuhan akan membimbing mereka untuk memilih pemimpin yang benar.

Jakarta, 24 April 2025

LihatTutupKomentar