Mengenal 3 Cara Kardinal Memilih Paus
3 Cara Kardinal Memilih Paus. Ilustrasi by AI. |
🌍 DAYAK TODAY | JAKARTA: Di Roma. Pada sebuah ruang tertutup yang senyap. Waktu seperti menunda langkahnya.
Kita menyangka dunia Gereja selalu teguh, tak berubah, seperti patung di basilika.
Tak semua umat Katolik tahu ini. Tak semua ingin tahu. Tapi sejarah tetap menuliskannya, seperti doa yang pelan-pelan menumbuhkan harapan.
Decet Romanum Pontificem 1622
Tapi ternyata bahkan cara memilih paus pun pernah—dan terus—mencari bentuk. Dalam gumam zaman dan hembusan Roh Kudus, para kardinal pernah melakukannya dengan tiga cara: inspirasi, kompromi, dan suara terbanyak.
Baca Mungkinkah Paus dari Timur?
Ada bisikan, ada doa, ada detak lambat sejarah. Di sanalah para kardinal berkumpul. Mereka tak membawa tongkat gembala, tapi suara.
Bukan suara rakyat, bukan pula suara sendiri. Sebab Decet Romanum Pontificem telah menetapkan satu hal sejak 12 Maret 1622: bahkan kardinal tak boleh memilih dirinya sendiri.
Dan kita pun bertanya dalam hati: adakah pemilihan yang benar-benar bebas dari kehendak untuk menang?
Berbagai peraturan
Pius IV (1559-1565) dengan konstitusi In Eligendis menerbitkan "congregatio particularis" yang menyatakan bahwa tiga kardinal, masing-masing dari setiap golongan, bersama dengan Camerlengo mengambil alih kepemimpinan Gereja selama konklaf berlangsung. Pada akhir tiga hari berikutnya, tiga kardinal senior akan mengangkat kongregasi ini.
Baca Papabili
Pada 3 Desember 1586, dalam bulla Postquam Verus, Sixtus V menetapkan jumlah maksimum kardinal pada angka 70 (6 Uskup Kardinal, 50 Imam Kardinal, dan 14 Diakon Kardinal).
Lalu pada 21 Maret 1591, Paus Gregorius XIV mengubah semua peraturan pemilihan paus. Termasuk lamanya masa pontifikasi atau tata cara pengangkatan kardinal.
3 Cara Kardinal Memilih Paus
Pada 12 Maret 1622, Gregorius XV (Decet Romanum Pontificem) mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa pemilihan harus dilakukan dengan surat suara rahasia (ballot). Ia mengizinkan kardinal untuk mengikuti salah satu dari tiga bentuk pemilihan:
➤ Scrutinium (pemungutan suara rahasia)
➤ Compromissum (kompromi), atau
➤ Quasi-inspiratio (sebagai-bisikan hati)
Selain itu, ditegaskan bahwa tidak seorang pun dari kardinal dapat memilih dirinya sendiri.
Paus Gregorius XIV juga menetapkan untuk menghitung suara berdasarkan ballot yang harus segera dibakar sesudah perhitungan selesai dilakukan.
Baca In Pectore
➤ Scrutinium (pemungutan suara rahasia)
Makna:
Metode ini adalah bentuk pemungutan suara yang paling umum dan paling "demokratis" dalam konklaf. Dalam scrutinium, setiap kardinal menuliskan nama calon paus pada selembar kertas (ballot) secara rahasia. Setelah semua suara terkumpul, suara dihitung satu per satu oleh para kardinal yang ditunjuk.
Prosedur:
-
Setiap kardinal menuliskan nama satu calon di atas surat suara.
-
Surat suara dilipat dan dibawa ke altar secara individu.
-
Tiga kardinal yang bertugas sebagai scrutatores (penghitung suara) membuka dan mencatat isi surat suara.
-
Nama-nama dicatat secara terbuka kepada semua peserta konklaf.
-
Jika ada kandidat yang mendapat dua pertiga dari suara, ia dinyatakan terpilih.
-
Surat suara lalu dibakar, agar kerahasiaan tetap terjaga (dari sinilah muncul asap hitam/putih yang jadi simbol hasil konklaf).
Nilai utama: Kejujuran, keterbukaan, dan kerahasiaan.
➤ Compromissum (kompromi)
Makna:
Compromissum adalah bentuk delegasi. Jika seluruh badan kardinal merasa buntu atau tidak bisa mencapai kesepakatan setelah beberapa putaran scrutinium, mereka bisa sepakat untuk menyerahkan keputusan kepada sekelompok kecil kardinal yang mereka percayai.
Prosedur:
-
Semua kardinal secara sukarela menyetujui bahwa sejumlah kecil kardinal (misalnya 3, 5, atau 9 orang) akan memilih paus atas nama mereka.
-
Para kardinal terpilih ini dapat berdiskusi dan memilih tanpa harus memakai sistem voting dua pertiga.
-
Keputusan mereka bersifat final dan mengikat bagi seluruh konklaf.
Nilai utama: Kepercayaan, efisiensi, dan kolegialitas.
Catatan sejarah: Metode ini sangat jarang dipakai dan lebih bersifat extraordinary measure, digunakan dalam kondisi khusus di mana konklaf benar-benar menemui jalan buntu.
➤ Quasi-inspiratio (sebagai-bisikan hati)
Makna:
Ini adalah metode paling unik, dan paling spiritual secara simbolik. Quasi-inspiratio terjadi ketika seluruh kardinal secara serentak dan spontan merasa yakin bahwa seseorang harus menjadi paus—tanpa voting formal.
Prosedur:
-
Tidak dilakukan pemungutan suara formal.
-
Seorang kandidat tiba-tiba disebut oleh semua atau hampir semua kardinal dalam satu hati.
-
Persetujuan dinyatakan secara aklamasi atau suara bulat spontan.
Nilai utama: Spiritualitas, keajaiban ilahi, dan konsensus batiniah.
Catatan penting:
Secara historis, metode ini sangat jarang terjadi dan sering dianggap idealistik. Namun pernah terjadi di masa lalu ketika para kardinal merasa digerakkan oleh “bisikan Roh Kudus” untuk secara serempak menunjuk seseorang.
Representasi menyikapi "kuasa dari atas"
Ketiga metode ini merepresentasikan tiga cara manusia (dan lembaga agama) menyikapi kuasa dan pilihan:
-
Dengan logika dan sistem (scrutinium),
-
Dengan kebijaksanaan bersama dan kompromi (compromissum),
-
Dengan hati dan keyakinan bersama yang mendalam (quasi-inspiratio).
Ketiga cara kardinal memilih paus di antara mereka adalah upaya untuk mendengar suara Tuhan di tengah suara manusia.
Sumber: Masri Sareb Putra dalam Iman & Akal Paus Benedictus XVI (Nusa Indah, 2005: 72-73).
Jakarta, 23 April 2025