Burung dalam Hutan dan Ingatan Iban

Iban, Dayak, burung, hutan, bejampung, begurak, Inai Abang, papau, Apai Abang, ketupung, bejako, ornithology, morfologi, migrasi, suara, Sepunti

 

burung adalah suara dari semesta
Burung dalam Hutan dan Ingatan Iban. Ilustrasi by AI.

Oleh R. Masri Sareb Putra

🌍 DAYAK TODAY  |  SINTANG:  Entah nanti bila Borneo sudah tak ada lagi hutan belantara. Setidaknya, orang Iban —dan Dayak pada umumnya— harus beradaptasi. Menggantikan posisi burung, entah dengan apa, untuk membaca tanda-tanda zaman.


Selama ini, burung adalah suara dari semesta. Ia tidak sekadar berkicau. Ia mengisyaratkan. Ia menunjukkan arah yang tak tertulis. Dalam tradisi Iban, burung adalah makhluk antara: yang melintasi langit dan bumi, roh dan daging, diam dan bunyi.

Baca Apai Janggut Pilih Aren bukan Sawit

Burung bejampung misalnya. Tubuhnya kecil, geraknya seperti kucing. Tapi bukan itu yang penting. Ia memiliki pesona: warna-warna yang memantul di bulunya, dan suara yang seperti getaran. Tak ada penjelasan sains yang cukup memadai untuk membahas mengapa burung jantan lebih cantik dari betinanya. Tapi orang Iban tahu: dari keindahan itu, datang pertanda.

Burung begurak, yang dalam ilmu perburungan disebut murai batu, adalah salah satunya. Hitam mengilap, ekor panjang, suaranya nyaring memecah pagi. Bila ia berbunyi tiada henti, orang-orang di rumah panjang akan memperhatikan. Mungkin akan diam sejenak. Ia dipercaya sebagai jelmaan Inai Abang, leluhur yang datang melalui nyanyian.

Baca Duri Cinta Kebun Sawit (29) | Ujian di Tempat Kerja

Orang-orang yang bisa bejako, bertutur dalam rentak dan irama, disebut tuai burung. Suara mereka seperti kicau yang sakral. Tak semua orang bisa. Tak semua boleh. Dalam suara itu ada bagian dari hutan yang bicara.

Lalu ada papau, burung lain yang gesit dan memilih. Nakal tapi tahu apa yang dia suka. Hanya ulat tertentu. Dalam kosmologi Iban, ia adalah jelmaan Apai Abang—sosok yang tak sembarangan bicara, tapi kalau bicara, jelas. Tegas.

Dan ketupung, burung yang mungkin hanya berkicau sekali. Tapi setelah itu, tak ada burung lain yang bersuara. Suaranya tinggi, tajam, mendesak. Ia dipercaya sebagai Sepunti. Bukan hanya roh, tapi juga penentu.

Baca Dayak Bukan Berasal dari Yunnan tapi dari Gua Niah

Ilmu modern menyebut semua ini sebagai ornithology. Cabang zoologi yang mempelajari burung: klasifikasi, morfologi, migrasi, suara. Tapi dalam dunia Iban, tak ada klasifikasi. Yang ada adalah tafsir. Yang penting bukan bulunya, tapi siapa yang sedang menjelma di dalamnya.

Kini, ketika hutan-hutan mulai habis ditebang, dan suara burung semakin sunyi, pertanyaannya tinggal satu: siapa yang akan membaca pertanda, jika burung sudah tak lagi ada?

Jakarta, 25 April 2025

LihatTutupKomentar