Ilmu Koperasi Itu Satu Saja: Jujur Mengelola Uang Anggota (1)

Credit Union, CU, Koperasi Kredit, Kopdit, Dayak, Kalimantan, jujur, kepercayaan, aset, bertambah, anggota, makmur, tambang, sawit

 

Ilmu Koperasi Itu Satu Saja: Jujur Mengelola Uang Anggota by AI.

🌍 DAYAK TODAY  | JAKARTA: Kita hidup dalam zaman yang kata Ronggowarsito  diberi nama: zaman edan

Zaman di mana nilai-nilai luhur kian dikikis oleh kecepatan hidup, oleh pragmatisme ekonomi, oleh hasrat menjadi "berhasil"—yang sering kali hanya berarti: menjadi kaya.

Dan di zaman edan itu, kejujuran menjadi barang langka. Kejujuran tidak menjanjikan kemakmuran. Kejujuran tidak membuat seseorang naik pangkat atau naik mobil. Bahkan lebih dari itu, kejujuran bisa jadi malapetaka sosial: membuat seseorang tampak asing di lingkungannya sendiri. 

Baca Koperasi dan Konglomerasi di Indonesia: Lagu Lama yang Masih Tetap Sumbang

Orang jujur berbeda karena membuat yang lain merasa tidak nyaman. Seperti nyala api kecil di ruangan yang pengap, ia tidak membakar siapa pun, tapi cukup membuat semua gelisah.

Tapi kita tak boleh lupa: kejujuran, walau langka, masih ada. Kejujuran bersembunyi di tempat yang mungkin tak kita duga. 

Di Kalimantan, di tengah hutan yang digunduli dan sungai-sungai yang dikeruhkan oleh tambang dan sawit, satu gerakan tumbuh secara diam-diam. Ia tidak keras. Ia tidak gaduh. Tapi ia tumbuh. Dan mengakar. Gerakan itu bernama Credit Union (CU).

CU bukan sekadar koperasi simpan pinjam. Ia bukan lembaga keuangan yang berdiri karena kalkulasi pasar. Ia lahir dari sesuatu yang lebih tua dari itu: belarasa. Ia tumbuh dari satu nilai kuno yang telah menjadi jantung hidup masyarakat Dayak selama berabad-abad: saling menjaga.

Orang Dayak tidak pernah mengenal kapitalisme sebagai prinsip hidup. Yang mereka kenal adalah kebersamaan. Handep hapakat. Gotong royong. 

Jika satu keluarga tak bisa menuai, yang lain akan menolong. Jika seorang anak ingin sekolah tapi tak punya uang, komunitas akan mengusahakan. 

Dan ketika CU datang, mereka tidak melihatnya sebagai institusi asing, tapi sebagai cermin dari nilai-nilai mereka sendiri, yang hanya diberi bentuk baru—lebih terstruktur, lebih terukur.

Baca Credit Union (CU) Lembaga sekaligus Literasi Keuangan Orang Dayak

CU tumbuh bukan karena sistemnya canggih. Ia tumbuh karena orang-orang percaya. Percaya bahwa uang yang mereka titipkan tidak akan dikorupsi. Bahwa yang mengelola tidak akan berkhianat. Bahwa semua itu dijaga bersama, dalam kesepakatan yang tak selalu tertulis, tapi sangat kuat: kita hanya akan kuat jika saling percaya.

Dari simpanan kecil —seringkali hanya sepuluh ribu rupiah seminggu— gerakan ini berkembang. Kini, beberapa CU di Kalimantan mengelola aset hingga triliunan rupiah. Tapi yang membuat CU besar bukanlah uangnya. Yang membuatnya bertahan adalah kejujuran.

Ilmu koperasi, jika kita ingin merumuskan secara sederhana, sebenarnya hanya satu: jujur mengelola uang anggota, sesuai dengan tujuan yang disepakati bersama. Tidak lebih, tapi juga tidak boleh kurang.

Dan jujur, seperti telah disebutkan, bukan hanya soal tidak mencuri. Tapi soal tidak menyimpang dari amanah. Tidak menjadikan uang bersama sebagai alat kekuasaan. Tidak memperalat kepercayaan untuk membesarkan ego atau memperkaya diri.

Koperasi yang gagal di tempat lain, bukan karena sistemnya keliru. Tapi karena manusianya. Karena terlalu banyak yang lebih memilih kenyamanan daripada tanggung jawab, keuntungan pribadi daripada kesetiaan pada kesepakatan. Dan inilah pelajaran yang penting dari CU di Kalimantan: sistem hanya bisa hidup kalau manusia yang menggerakkannya benar.

Baca Kepercayaan adalah Modal Dasar Credit Union

Pertemuan-pertemuan CU bukan sekadar forum menyetor uang. Di sana, orang saling bertemu, saling mendengar, saling menguatkan. Ada yang bercerita tentang panen yang berhasil. Ada yang mengisahkan anaknya yang kini bisa kuliah. Ada pula yang dengan jujur mengakui bahwa ia terlambat bayar cicilan—dan justru mendapat pelukan, bukan cemooh.

Itu sebabnya CU bertahan. Karena ia tidak berdiri di atas rasionalitas ekonomi semata, tapi di atas pengalaman kolektif yang dibagikan terus-menerus: kisah, luka, harapan, dan kemenangan kecil yang dirayakan bersama.

Tentu saja, ancaman akan selalu ada. Ketika CU makin besar, makin dikenal, makin kaya, maka datanglah mereka yang ingin menungganginya. Para pencari rente. Para oportunis politik. Para pemuja jabatan. Tapi sejauh ini, CU di Kalimantan punya perisai yang jarang dimiliki lembaga lain: ia dijaga oleh orang-orang biasa. Oleh komunitas. Oleh kepercayaan yang tak bisa dibeli.

CU adalah bukti bahwa ekonomi kerakyatan tidak harus menjadi utopia. Ia bisa hidup, asal dijalankan dengan kejujuran. Ia bisa tumbuh, asal dikelola dengan kesetiaan pada nilai. Ia bisa memberi harapan, asal tidak diseret-seret ke dalam kerakusan sistem.

Dan barangkali, justru di tengah zaman yang edan ini, CU mengajarkan satu hal penting: bahwa perubahan bisa datang secara sunyi. Tanpa demonstrasi. Tanpa gegap gempita. Tapi dengan ketekunan. Dengan kesetiaan. Dengan kejujuran yang menyala perlahan, tapi terus.

Kadang cukup dengan itu: jujur mengelola uang orang lain. Karena dari kejujuran kecil itulah, masa depan bisa dibangun.

Jakarta, 07 April 2025

LihatTutupKomentar