Kedelai Menguasai Dunia: Peta Baru Produksi Minyak Nabati Global

nabati, kedelai, minyak, Amerika Serikat, Brasil, Argentina, rapeseed, bunga matahari, kacang tanah, kapas, oilseeds, minyak nabati

Peta Baru Produksi Minyak Nabati Global
Kedelai menguasai produksi minyak nabati dunia. Ilustrasi by AI.

PONTIANAK: DAYAK TODAYDua puluh tahun lalu, dunia mengenal minyak nabati dari banyak nama: rapeseed, bunga matahari, kacang tanah, kapas. 

Setiap kawasan, dari Eropa Timur hingga Amerika Selatan, memiliki kebanggaan tersendiri atas komoditas minyaknya. Namun perjalanan waktu memperlihatkan sebuah arus baru yang tak terbendung: dominasi kedelai.

Baca Duri Cinta Kebun Sawit (30) | Malam Gemuruh Penuh Peluh

Musim 2023/24 mencatatkan produksi global 10 jenis biji minyak (oilseeds) mencapai 635,1 juta ton, hampir dua kali lipat dari 331,6 juta ton yang tercatat pada 2003/04. 

Dari lonjakan itu, kedelai tampil sebagai pemenang mutlak. Produksinya melonjak hingga 388,8 juta ton, menyumbang 61,2 persen dari total produksi oilseeds dunia. Bandingkan dengan dua dekade lalu, ketika pangsa kedelai "baru" 55,9 persen.

Fenomena ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Di balik angka-angka itu, dunia menghadapi perubahan struktural: pertumbuhan permintaan protein nabati, transisi energi menuju bahan bakar nabati, dan perubahan pola konsumsi pangan global. Kedelai, dengan kandungan protein tinggi dan fleksibilitas penggunaannya, menjadi jawaban atas berbagai kebutuhan baru itu.

Guncangan di Sektor Lain

Sementara kedelai melaju, dua komoditas utama lain — rapeseed dan bunga matahari — justru terseok. Produksi rapeseed global menurun 1,6 juta ton menjadi 78,3 juta ton pada 2023/24. Ini menjadi ironi setelah dua dekade pertumbuhan pesat, didorong kenaikan harga dan produktivitas lahan di berbagai negara.

Baca Dayak di Titik Hijau Pulau Kalimantan

Produksi bunga matahari, yang sempat membubung di tahun-tahun awal 2000-an, juga menyusut 2,1 juta ton menjadi 58 juta ton. Gejolak geopolitik di Rusia dan Ukraina, dua produsen utama, menambah tekanan pada pasokan dunia. Namun, dalam keterbatasannya, bunga matahari berhasil memperbesar pangsa pasar global menjadi 9,1 persen—angka tertinggi sejak pergolakan masa lalu.

Data ini menunjukkan betapa rapuhnya ketergantungan pada sumber produksi tunggal, dan betapa kuatnya pengaruh geopolitik terhadap pasokan pangan dunia.

Kekuatan Baru di Balik Stok

Ketimpangan produksi ini juga tercermin dalam data stok dunia. Kedelai mencatat akumulasi stok tertinggi kedua dalam sejarah: 99,8 juta ton pada akhir musim 2023/24. Kenaikan stok ini banyak bertumpu pada panen besar di Argentina dan Amerika Serikat.

Sebaliknya, stok rapeseed dan bunga matahari terus menurun. Margin pengolahan (crush margins) yang menguntungkan mendorong percepatan pemrosesan, memperkecil stok akhir. Di sisi lain, stok kedelai Brasil justru menyusut menjadi 37,5 juta ton, imbas dari anjloknya produksi nasional akibat banjir parah di Rio Grande do Sul.

Ironisnya, ketidakseimbangan stok ini bukan sekadar soal hasil panen atau cuaca, tetapi juga mencerminkan bagaimana pasar global menyikapi perubahan konsumsi: lebih banyak protein nabati, lebih banyak bioenergi, dan pada akhirnya, lebih banyak kedelai.

Dunia dalam Bayang-bayang Kedelai

Dalam rentang dua dekade, kedelai menggeser struktur dasar produksi minyak nabati dunia. Dari 185,4 juta ton pada 2003/04 menjadi 388,8 juta ton pada 2023/24, lebih dari dua kali lipat. Komoditas ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dan pakan, tetapi juga masuk ke dalam industri energi terbarukan lewat biodiesel berbasis minyak kedelai.

Baca Ngayau (7): Ameliorasi dari Negatif ke Positif

Dominasi ini membawa peluang sekaligus risiko. Ketergantungan berlebihan terhadap satu jenis oilseed berpotensi memperbesar kerentanan pasar terhadap guncangan iklim, penyakit tanaman, atau perubahan kebijakan dagang negara besar seperti Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina.

Kedelai dan adaptasi agribisnis modern

Di sisi lain, cerita kedelai juga menggambarkan kisah keberhasilan adaptasi agribisnis modern: produktivitas meningkat, teknologi budidaya berkembang, dan jaringan perdagangan dunia semakin terintegrasi. Di bawah permukaan angka-angka produksi, ada kisah manusia, tanah, dan perubahan zaman.

Ktika dunia menatap musim produksi 2024/25, satu pertanyaan mengemuka: apakah dunia akan terus membiarkan kedelai mendikte peta pangan global? Ataukah diversifikasi sumber minyak nabati akan kembali menjadi prioritas?

Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Sumber data: Oil World Annual 2024
Periset/penulis: Rangkaya Bada/dayaktoday.com

LihatTutupKomentar